Di suatu pagi di sudut kota yang mulai ramai lalu lalang kendaraan. Seorang pria tuna wisma yang sudah lanjut usia terlihat berusaha menyeberang jalan. Tubuh yang sudah renta berusaha berlari menyeberang jalan.
Di kejauhan, seorang pemuda terburu-buru berangkat bekerja dengan memacu kendaraan roda duanya dengan kecepatan tinggi. Dan pria tusna wisma yang masih berusaha menyeberang dengan kaki tuanya tak dapat menghindar saat pemuda mengendarai motor dengan kecepatan tinggi menabraknya. Pria tua itu meninggal di tempat.
Orang-orang yang berada di sekitar segera berkerumun. Sebagian berusaha membawa korban ke pinggir jalan dan sebagian ada yang hanya melihat saja karena takut untuk mendekat.
Dari kerumunan itu terdengar seorang ibu berkata,”Gara-gara motor ngebut, bapak tua itu jadi meninggal.”
Seorang bapak berguman,”Salahnya nyeberang ga cepat-cepat.”
Seorang gadis berbisik,”Kasihan ya, mengapa Tuhan membiarkan bapak tua itu meninggal dalam keadaan demikian?”
Salah seorang pedagang di pinggir jalan berkata,”Syukurlah kakek itu telah meninggal, karena kasihan kalau dia hidup lebih lama lagi. Sudah tidak punya keluarga yang mau mengurusinya. Entah kemana keluarganya. Kita doakan saja agar arwahnya diterima disisi-Nya.”
Dari percakapan di atas jelas bukan peristiwa yang memberi arti, melainkan arti diberikan kepada peristiwa. Berbagai macam arti yang diberikan kepada suatu peristiwa tergantung dan ditentukan oleh pikiran yang kita sampaikan kepada diri sendiri.
Bukan pengalaman, melainkan pikiran kita yang menentukan sikap dan arti hidup kita.
Post a Comment
Post a Comment