Ads (728x90)

Anonymous 19:16
Terdorong ingin membantu para balita mendapat asupan makanan sehat, Hj. Dias membuat makanan (bubur) bayi siap saji lalu menjualnya. Usahanya terus berkembang. Kini dia punya 30-an cabang di Jakarta.

Dengan cekatan perempuan muda itu memasukkan bubur ke dalam wadah-wadah yang ada di depannya. Sementara satu perempuan muda lainnya merapikan wadah yang telah terisi bubur tersebut lalu memberikannya ke pembeli yang sudah menunggu sejak pukul 05.30. Sementara di sudut lain, Hj. Mardiastuty tak kalah sibuknya. Setelah melayani pembayaran satu pembeli, perempuan yang akrab disapa Hajah Dias ini lalu memanggil pembeli berikutnya dengan menyebutkan nomor antrian.


Membeli bubur dengan nomor antrian? Ya, ini sebenarnya pemandangan sehari-hari yang terlihat di halaman rumah Hajah Dias. Sejak pagi hari, sekitar pukul 05.30 para ibu dan bapak muda sudah antri di halaman rumah di Jalan Kayu Manis IV No.11, Jakarta Timur. Mereka rela antri untuk mendapatkan giliran membeli bubur. “Supaya tertib dan nggak rebutan, tiap pembeli yang datang harus ambil kartu nomor urut. Mereka akan saya panggil sesuai urutan nomor. Ada juga yang sudah menitipkan rantang atau wadah plastik sehari sebelumnya. Rantang ini saya beri nama, dia tinggal ambil. Mirip kateringlah begitu,” papar perempuan berusia 63 tahun ini kepada DUIT!.
Dalam waktu sekitar satu jam bubur yang dijual seharga Rp2.000/porsi itupun ludes. Bubur yang dijual memang bukan bubur biasa. Tapi bubur bayi. Hajah Dias lebih senang menyebutnya makanan bayi siap saji. “Ini memang bukan bubur yang biasa dijual, tapi bubur khusus untuk balita, tanpa vetsin dan bahan pengawet. Saya membuatnya dengan bermacam-macam menu, ada yang pakai daging giling, ati ayam, ikan ditambah sayur-sayuran seperti wortel, kacang ijo, jagung manis, tomat, dan keju,” ucap Hj. Dias yang selalu mengganti menu setiap hari supaya anak-anak tidak bosan.
Ibu lima anak dan nenek satu cucu ini bercerita, dirinya sebenarnya tidak sengaja berjualan makanan bayi siap saji tersebut. Sebagai aktifis Posyandu di wilayah rumahnya, Hj. Dias kerap menyaksikan para ibu atau bapak yang punya balita membelikan bubur buat sang buah hati di penjual yang kerap lewat di depan rumahnya. “Cuman dibumbui kecap manis, mana bisa bubur itu bergizi,” pikirnya ketika itu.
Tergerak dengan situasi tersebut, sekitar tahun 2003 Hj. Dias mencoba berjualan makanan siap saji buat balita di depan rumahnya. Soal resep, bukan hal sulit buat dia karena pengalamannya sebagai perawat selama 30 tahun membuatnya tahu mana makanan yang sehat dan bergizi. “Waktu pertama kali jualan, saya hanya menghabiskan beras sekitar setengah kilo, kira-kira jadi 20 porsi. Untuk promosinya, saya taruh plang di pagar depan rumah: Sedia Bubur Bayi. Nggak dinyana hari itu banyak yang datang. Nggak sampai setengah hari sudah habis. Besoknya, tetangga-tetangga dan kader Posyandu bilang ke orang-orang lain, kalau mau beli bubur bayi di bu haji Dias aja,” cerita perempuan yang sejak 1998 pensiun sebagai perawat di rumah sakit umum pemerintah ini.
Meski awalnya sempat ditentang suami, istri H. Kudjati Sutanto ini tetap meneruskan jualan buburnya. Dia berkilah, meski secara ekonomi keluarganya sudah cukup mapan, menolong orang lain lewat pemberian gizi yang baik buat balita adalah perbuatan mulia. Apalagi di rumah waktu itu dirinya sudah tidak punya anak kecil lagi, sudah lulus sekolah dan bekerja. Ini bisa jadi pengisi waktu lagi buatnya selain aktif di Posyandu. “Bapak (suami) akhirnya setuju, terlebih ketika dia tahu dari hari ke hari banyak orang datang ke sini beli bubur, mulai dari tetangga sekitar sampai dari luar kawasan Kayu Manis sini,” ujar istri pensiunan Perwira AL yang dikaryakan di Pertamina ini.

Punya 35-an Cabang
Ketika usahanya mulai berkembang, Hj. Dias kemudian mendaftarkan izin penyehatan makanan jasa boga ke Suku Dinas (Sudin) Kesehatan Masyarakat Jakarta Timur (Izin No.31 Tahun 2007). Tak hanya sampai disitu. Aries, putra sulungnya yang sudah bekerja dan berkeluarga menyarankan ibunya membuka cabang di tempat lain Aries bilang, banyak temannya yang bisa diajak bekerja sama. Ada juga teman kuliahnya yang sudah lulus tapi belum mendapat pekerjaan. Dengan membuka cabang ini, Aries berharap bisa membantu teman-temannya berbisnis.
Hj. Dias setuju, asal urusan manajemen dan pengontrolan cabang Arielah yang bertanggung jawab. Sementara dia akan bertanggung jawab di pelatihan koki yang akan memasak nanti di dapur lain dan pengontrolan kualitas masakan. “Karena saya bertanggung jawab kepada masyarakat, pembantu saya yang bantu masak di dapur rumah dan koki yang akan masak di tempat lain saya tekankan soal kualiatas masakan. Semua bahan harus dicari yang paling baik, harus segar. Karena ini makanan untuk bayi, jadi harus higienis,” paparnya.
Saat ini tercatat sekitar 35 cabang bubur Hj Dias berdiri. Ada sekitar 12 cabang di Jakarta Timur, 17 di Jakarta Barat, sisanya di Jakarta Selatan, Cimanggis dan Depok. Kebutuhan semua cabang ini dipenuhi dari tiga dapur Hj. Dias, masing-masing satu di rumahnya Kayu Manis, Pisangan dan Slipi.
Untuk membuka cabang (tepatnya mitra atau agen) bubur Hj.Dias syaratnya cukup mudah. Utamanya adalah hobi memasak dan punya pengalaman mengurus anak. Selebihnya cukup membeli putus bubur Hj. Dias dengan harga mitra Rp1.500/porsi, tetapi mereka tetap harus menjual dengan harga yang sama Rp2.000/porsi. Mitra juga harus melengkapi usahanya dengan spanduk produk yang harus dibeli seharga Rp150 ribu. Mitra juga bisa melengkapi sendiri jualannya dengan brosur produk. “Jualannya bisa dimana saja, tapi kebanyakan di rumah sendiri,” ujar Hj. Dias.



Salah satu mitra Hj. Dias yang cukup sukses adalah Arif Maulana. Bapak satu anak yang tinggal di kawasan Kemanggisan, Jakarta Barat ini semula hanya membuka satu tempat usaha bubur bayi Hj. Dias di depan rumahnya. Mantan karyawan koperasi ini mengambil bubur di dapur Bu Dias di Slipi. “Jualan saya ternyata laku keras. Dalam sejam bubur sudah habis. Makanya, saya tergerak buka satu cabang lagi di daerah Kebon Jeruk. Dari kedua jualan itu setidaknya saya bisa meraih keuntungan Rp3,5 juta per bulan. Ini membuat saya makin semangat untuk buka satu lagi di Kemandoran,” papar Arif yang berkenalan dengan bubur Dias ketika bertandang ke rumah orang tuanya di kawasan Pramuka, tak jauh dari tempat tinggal Hj. Dias.
Menurut Hj. Dias, karena secara tak sengaja saat ini produknya menyasar kalangan menengah bawah, dia ingin ke depannya produknya juga bisa dinikmati kalangan menengah atas. “Nah, itu tugas anak-anak saya untuk mengelola pasar. Biar mereka nanti yang merumuskan. Tugas saya hanya memasak dan memastikan bayi atau balita tumbuh sehat dan cerdas,” tandasnya menutup pembicaraan.


sumber : http://bisrum.blogspot.com/2009/01/sehatnya-bubur-bayi-buatan-hajah-dias.html

Post a Comment

Post a Comment