Ads (728x90)

Anonymous 18:04
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang bercirikan ketuhanan, bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah dan melaksanakan sarana yang tidak lepas dari syari’at Islam. Kegiatan ekonomi produksi, distribusi, konsumsi maupun ekspor, kesemuanya bertitik tolak demi Allah dan bertujuan akhir untuk Allah. Jika seorang muslim bekerja dalam bidang produksi, maka niatnya tidak lain kecuali hendak memenuhi perintah Allah SWT. Hal ini dijelaskan firman Allah dalam surat al Mulk, ayat 15 :
هُوَ الَّذِى جَعَلَ لَكُمُ اْلأَرْضَ ذَلُوْلاً فَامْشُوْا فِى مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ (الملك: 15).
“Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali) setelah dibangkitkan”

Seorang muslim, ketika sedang bercocok tanam, membajak, menganyam dan berdagang, ia merasa bahwa yang ia kerjakan itu adalah ibadah karena Allah. Makin tekun bekerja, makin taqwa kepada Allah. Demikian juga apabila ia menggunakan atau menikmati sesuatu yang ada di dunia ini, secara tidak langsung ia juga telah beribadah dan memenuhi perintah Tuhan.
Seorang muslim ketika ia memanfaatkan kenikmatan dunia ini secukupnya, tidak berlebihan dan tidak pula kikir. Sikap pertengahan, dan ia mensyukuri atas nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Hal ini dijelaskan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-A’raf, ayat 31 :
... وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلاَ تُسْرِفُوآ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ  (الاعرف: 31).
“... makan dan minumlah serta janganlah berlebihan, sesungguhnya Allah tidak suka dengan orang yang berlebih-lebihan”

Banyak ayat yang menunjukkan bahwa rizki yang diperoleh seorang muslim dari Allah bertujuan agar ia bersyukur. Diantaranya ayat yang menyatakan : “…Dan diberikan-Nya kamu rizki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur”. 
Seorang muslim seharusnya sangat memahami terhadap segala perintah dan larangan Allah. Seperti halnya jual beli dan haramnya riba, serta haramnya memakan harta manusia secara bathil.
Ketika seorang muslim hendak membeli dan menjual, menyimpan dan meminjam, atau menginvestasikan uang, ia selalu melaksanakan pada batas-batas yang telah ditetapkan Allah. Ia tidak memakan uang haram, memonopoli milik rakyat, korupsi, mencuri, berjudi, ataupun melakukan suap-menyuap. Seorang muslim secara tegas menjauhi daerah yang diharamkan Allah, disamping berusaha semaksimal mungkin meninggalkan daerah syubhat. Ketika seorang muslim memiliki harta, ia tidak memakannya sendiri, tidak pelit terhadap orang lain, dan tidak menggunakannya untuk kemaksiatan. Atau dengan kata lain, ia tidak kikir terhadap kebenaran dan tidak boros terhadap kebathilan. Yusuf Qardhawi mengungkapkan bahwa: “Pemilikan harta kekayaan bagi seorang muslim, bukanlah secara mutlak, sehingga ia tidak berhak untuk membelanjakan harta itu sesuka hatinya
Dari uraian di atas, menjadi jelas bahwa walaupun terkumpulnya, harta kekayaan itu secara lahiriyah dapat usaha manusia, tetapi manusia tidak dibenarkan mendistribusikan kekayaannya menurut kehendaknya. Pengeluarannya itu hendaknya harus dikondisikan sesuai dengan aturan agamanya. Manusia tidak dibahas mengembangkan diri, bahwa harta kekayaannya itu diperoleh dari hasil usahanya sendiri. Hendaknya ia ingat bahwa kekayaannya sebenarnya pemberian dari Allah SWT kepada melalui usahanya. Jelasnya bagi muslim, di samping usaha, maka ibadah kepada Allah jangan ditinggalkan.

Post a Comment

Post a Comment