Ads (728x90)

Anonymous 18:14
Pada prinsipnya sistem ekonomi Islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, dan beberapa hal, merupakan pertentangan antara keduanya dan ia berada di pertengahan (keseimbangan). Bahkan ciri ini merupakan jiwanya. Seperti halnya manusia memiliki jiwa untuk hidup, maka disiplin hidup pun memiliki jiwa untuk menjalankannya. Jiwa bagi disiplin juga berfungsi sebagai peraturan untuk membedakan satu disiplin dengan disiplin lainnya. Contoh, disiplin Islam berbeda dengan disiplin sosialisme dan kapitalisme.

Prinsip dasar kapitalisme nampak jelas pada egoisme, bebas menumpuk harta kekayaan, mengembangkan dan membelan-jakannya. Pemikiran individulaismenya sama sekali tidak memperhatikan kepentingan orang lain kecuali ada manfaat yang diraihnya. Mereka tidak mementingkan kemaslahatan orang lain, apabila hal itu bertentangan dengan kemaslahatan pribadi. Slogan mereka adalah “bersaing dengan lawan” dan berusaha untuk mengalahkannya.
Sikap kapitalis tanpa memperdulikan apa dan siapa kecuali untung dalam jumlah besar. Semua cara dihalalkan untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Yang diingat hanya tertuju uang. Uanglah yang dapat menyelesaikan segala masalah, uanglah yang dapat menciptakan negara makmur dan kehidupan tenang. Baginya tempat tumpuan, tempat peribadatan yang terbesar untuk menyembah uang adalah pasar dan bank. Sehingga mereka menilai kedudukan manusia sesuai dengan adanya pengaruh uang yang dipunyainya.
Individu dalam sistem kapitalis adalah merupakan salah satu poros perputaran ekonomi. Perorangan merupakan penggerak dan sekaligus tujuan akhir aktivitas ekonominya. Negara tidak berhak mengatur individu, jelasnya negara harus memberikan kebebasan yang sekuas-luasnya kepada perorangan. Perorangan bebas berbuat sekehendak hatinya, baik perbuatan yang mendatangkan untung atau sebaliknya. Golongan kapitalis tidak perduli, apakah tindakan mereka itu mengakibatkan dampak positif atau negatif bagi masyarakat. Dalam sistem ekonomi kapitalis, individu mempunyai harga diri dan eksistensi. Terbuka bagi orang kapitalis jalan untuk mengembangkan bakat. Sekalipun demikian, dalam banyak hal, sistem kapitalis merupakan malapetaka atau menyengsarakan bagi kehidupan manusia. Karena dalam paham kapitalis ditemukan sikap ego. Bencana yang timbul dari sikap itu, menimbulkan ambisi untuk menumpuk harta kekayaan dalam jumlah besar tanpa pernah merasa puas. Mereka diumpamakan seperti neraka jahannam, yang diungkapkan Al-Qur’an dalam surat Qaaf (50) ayat 30, sebagai berikut :
يَوْمَ نَقُوْلُ لِجَهَنَّمَ هَلِ امْتَلأْتِ وَتَقُوْلُ هَلْ مِنْ مَزِيْدٍ (ق : 30).
“Pada hari itu, Kami bertanya kepada neraka jahannam: ”Apakah kamu sudah penuh ?’ Dia menjawab, “masih adakah tambahan?’
Sedangkan masyarakat awam atau masyarakat biasa, terutama kaum lemah dan tertindas adalah merupakan masyarakat tersisihkan, dianggap sampah masyarakat dan dianggap tidak ada artinya dalam pembangunan di era globalisasi ini.

Dasar peraturan sosialisme bertolak belakang dengan kapitalisme. Sosialisme bersikap dan berprasangka buruk terhadap individu. Mereka merampas segala hak pribadi demi mencapai kemaslahatan bersama. Tujuan mereka adalah “kemaslahatan bersama atas kemaslahatan individu”. Pengakuan hak milik pribadi bagi kaum sosialis merupakan perbuatan yang dzalim dan menyimpang sehingga harus ditiadakan. Segala macam usaha yang mengarah kepada pengakuan hak milik pribadi harus dihapuskan / dimusnahkan, sekalipun dengan jalan kekerasan, hal yang demikian itu yang menimbulkan rasa dengki dan dendam. Merupakan satu prinsip penting yang harus diwujudkan adalah “sama rata dan sama rasa”.
Untuk mencapai tujuannya, paham sosialis berpegang kepada kekuasaan, tepatnya kekuasaan negara dan pemimpin yang diktator. Menurut paham sosialis, negara merupakan penggerak dan pedoman bagi perekonomian rakyat. Perorangan sama sekali tidak berperan dan tidak mempunyai andil dalam investasi harta kekayaan negara. Tugas rakyat hanya satu, sebagai abdi negara, melaksanakan tugas dari penguasa.
Posisi individu menurut paham sosialis adalah seperti tentara atau prajurit dalam front peperangan, mereka tidak mengatur strategi peperangan dan tidak diikutsertakan dalam memikirkan mana yang terbaik. Tugasnya hanya melaksanakan apa yang digariskan oleh komandan tertinggi yang harus dipatuhi. Apabila diperintahkan maju menyerang, maka mereka mematuhinya, dan jika dikatakan mundur, maka mereka menarik diri ke belakang. Mereka sekali-kali tidak mempunyai hak bertanya “mengapa” dan “bagaimana”, apalagi mengatakan “tidak”. Sistem kapitalis memberikan fasilitas kepada perorangan, sehingga menjadi besar dan bertindak sewenang-wenang, tanpa menghiraukan kemaslahatan masyarakat baik materi maupun spiritual. Sistem sosialis keadaannya sebaliknya dari sistem kapitalis. Paham sosialis menutup semua apa yang diberikan oleh paham kapitalis kepada individu, sehingga perorangan merasa rendah, dan kehilangan kepribadiannya dan mempersembah-kannya kepada masyarakat yang tertumpu kepada negara. Maka di sini negara berbuat sewenang-wenang, dan negara tidak lebih suatu tempat yang dikelola oleh segelintir manusia. Dimana  akhirnya paham sosialis pun tidak jauh berbeda dengan paham kapitalis. Dalam paham sosialis ditemukan beberapa orang, yaitu pejabat negara yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat, sedangkan para konglomerat dalam sistem kapitalis berlaku sewenang-wenang juga.

Sistem ekonomi dalam Islam adalah keseimbangan yang adil. Hal itu dapat dilihat jelas pada pendirian Islam terhadap hak individu dan masyarakat. Kedua hak tersebut diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil (pertengahan) tentang dunia dan akhirat, jiwa dan hati, perumpamaan dan kenyataan. Di antaranya Al-Qur’an mengungkapkan dalam surat Al-Qashash, ayat 77 sebagai berikut :
وَابْتَغِ فِيْمَآ أَتَكَ اللهُ الدَّارَ اْلأَخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَآ أَحْسَنَ اللهُ اِلَيْكَ وَلاَ تَبْتَغِ الْفَسَادَ فِى اْلأَرْضِ إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ (القصص: 77).
“Dan usahakanlah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu akan kesenangan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari keni’matan duniawi, dan berbuatlah baik kepada orang lain sebagaimana halnya Allah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”
Islam juga bersikap di tangah-tengah (pertengahan) antara iman dan kekuasaan. Ekonomi yang moderat tidak menganiaya (mendzalimi) masyarakat, khususnya kaum dhu’afa (lemah), sebagaimana halnya yang terjadi pada sistem ekonomi kapitalis. Islam tidak menganiaya (mendzalimi) hak perorangan, sebagaimana dilakukan oleh kaum sosialis, terutama paham Komunis, tetapi berada di tengah-tengah antara keduanya. Islam mengakui hak individu dan masyarakat, dan Islam juga meminta mereka (mukallaf) melaksanakan kewajiban masing-masing. Karena itu Islam menjalankan peranannya dengan penuh keadilan serta kebajikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di antara tujuan ekonomi Islam adalah :
a.    Mencari kesenangan akhirat yang diridhoi Allah SWT, dengan segala kapital yang diberikan kepada makhluk-Nya.
b.    Dianjurkan memperjuangkan nasib sendiri mencari rizki dan hak milik dengan tidak melupakan hari akhirat, tempat kembali semua makhluk-Nya.
c.    Berbuat baik kepada masyarakat sebagaimana halnya Allah berbuat baik dengan tanpa dihitung-hitung.
d.    Dilarang membuat kerusakan di muka bumi.

Post a Comment

Post a Comment