Ads (728x90)

Latest Post

Kesehatan

Tips

CATATAN DARI LANGIT
Karya Gusman Santika
 
Langit Terlihat begitu biru sampai-sampai aku terkagum memandanginya. Belaian angin yang lembut menmbelai wajahku. Suara rumput yang bergoyang-goyang ditambah suara burung yang berkicau terdengar begitu merdu dan syahdu untuk aku dengar. Tiba-tiba Aku teringat kepada suara yang lembut yang dulu pernah mengisi hidupku walaupun sebentar.

Saat itu dia menghampiri dan menyapaku, “Hey…” katanya. Ku tengok ke belakang, ternyata dia teman sekolah ku. Namanya Ami, lebih tepatnya Okumura Ami. Dia adalah seorang gadis cantik keturunan jepang, gadis yang sangat terkenal di jagad sekolah ku, gadis yang sangat di kagumi oleh kaum pria di sekolah. Ku akui dia memang cantik, tak munafik sebenarnya akupun menyukainya. Namun, apa daya? Aku hanyalah laki-laki lemah yang menurutku, aku tak pantas untuk mendapatkannya.
 
Catatan Dari Langit
“Hey, Sendirian aja. Jangan ngelamun dong!” Katanya. Suara yang selalu ingin aku dengar setiap hari, Suara yang selalu aku tunggu setiap waktu. “Ne..?? Kok Bengong?” katanya lagi. Bola mata yang sungguh indah membuatku gugup bila berbicara dengannya. “Aa…a.. Nggak kenapa-kenapa kok. Aku emang seneng sendirian di tempat seperti ini. Suasana nya cocok untuk rileksasi. Kamu kok tiba-tiba kesini, ada apa?” jawabku. “Oh, begitu ya! Aku ngeganggu gak? Nggak kenapa-kenapa. Cuman bosen aja di kelas, gak ada guru soalnya.” Katanya. Jujur saja, aku kurang suka dengan suasana seperti ini. Aku merasa canggung bila berduaan dengan seorang gadis, apalagi gadis yang aku sukai sejak lama. Akupun mulai berfikir, bagaimana caranya menetralisir situasi seperti ini. Beberapa saat kemudian aku menerima SMS dari guru ku agar segera menemuinya. Syukurlah, aku bisa keluar dari situasi itu. walaupun aku selalu sedih saat aku harus meninggalkannya. “Ami, aku disuruh pak guru untuk menemuinya. Kamu gak apa-apa kan kalo aku tinggal?” tanyaku. “ah, gak apa-apa! Aku tak akan mengapa” jawabnya.

Akhirnya Waktu yang ditunggu-tunggu setiap siswa SMA pun tiba. Jam pulang! Seperti biasa, aku pulang dengan berjalan kaki bersama teman-temanku. Setiap langkah kami isi perjalanan dengan bercanda ria, tertawa bersama sepanjang perjalanan sungguh membuatku senang, apalagi setelah seharian belajar. Tiba-tiba mataku terkaget saaat melihat Ami didepanku. Aku berusaha untuk menghindar, namun tak mungkin bagiku untuk kabur atau lari karena itu hanya akan membuat teman-temanku merasa heran. Akupun menghela nafas sejenak dan menyiapkan mental untuk menyapa Ami. “Hey Bro, kenapa? Kok kaya yang gugup gitu? Sakit lo?” Tanya salah satu temanku. “Nggak, pegel doing gue” jawabku. Kembali ku perhatikan Ami, nampaknya dia seperti sedang menunggu seseorang. Benar saja, beberapa saat kemudian, seorang laki-laki yang seperti 5 tahun diatasku membawa Ami pergi . aku tak mau berburuk sangka tentang hal ini, aku tak mau memperburuk keadaan hati yang kian hari seperti ingin meledak.

Tiba di rumah, ku hempaskan tubuh lemah ini ke sebuah kasur. Sungguh nyaman kurasakan. Namun, ketika sedang menikmati kenyamanan itu handphone ku berdering, ternyata Ami menelfonku. Sontak jantungku berdegup kencang, terheran ada apa dia menelfonku. Dengan berani aku angkat telfon darinya, “Hallo Arus” sapanya. “Hallo Ami, ada apa ya?” tanyaku. “nggak, aku cuman pengen bilang…” jawabnya lalu terdiam sejenak. Hal ini membuatku sangat penasaran, dan berharap dia berkata I LOVE YOU. Namun, mana mungkin?, “Ami, kamu mau bilang apa?” tanyaku terheran. “Selamat Ulang Tahun Arus!” Jawabnya. “Iya, terimakasih ya! Ami.” Kataku, “Arus.. atashi wa Arus ga suki desu, totemo suki desu!” ungkapnya, lalu dia memutuskan telfonnya. Aku bingung akan kata-kata terakhirnya, aku berfikir itu mungkin bahasa jepang namun aku tak paham tentang bahasa jepang. Lagipula di sekolahku tidak ada pelajaran bahasa jepang. Akupun segera memejamkan mata daripada aku terus berlarut-larut memikirkan hal itu.

Keesokan harinya seperti biasa aku diam sendiri di bawah pohon yang rindang kala itu aku melihat Ami yang sedang berjalan dengan teman-temannya. Kupandangi wajahnya, dan beberapa saat kemudian dia menyadari bahwa aku memperhatikannya dari tadi. Kemudian dengan wajah memerah dia langsung buru-buru mengajak temannya pergi dari tempat itu dan merekapun meninggalkan tempat itu. aku menyimpan tanda Tanya dalam hatiku, kenapa dia jadi seperti itu?

Di sore hari yang indah, akupun berjalan pulang dan kebetulan di perjalanan aku bertemu dengan Ami yang sedang sendirian. Aku mendekatinya, dan menyapanya.”Hai” sapaku, diapun membalas menyapaku sambil tersenyum. “Ami, untuk yang kemarin terimakasih ya! Tapi, saya penasaran kata-kata terakhir mu itu artinya apa? saya tak ngerti.” Tanyaku, lalu Ami terlihat seperti sangat merasa kebingunan diapun akhirnya berbicara walaupun sedikit-sedikit “ee…Anu…Ee.. iya Ssama-sama! Kalo eee.. kata-kata terakhir itu.. ee… anu.. eee.. artinya… “ baru berbicara sedikit tiba-tiba laki-laki yang kemarin menjemput Ami sudah memanggil Ami, “Eee… Arus, Maaf ya! Nanti saja bicaranya.. aku sudah dijemput!” katanya. “Oniichan tunggu..” teriaknya sambil berlari. Dengan rasa masih penasaran akupun bingung, ditambah lagi Ami memanggil Laki-laki itu dengan sebutan “Oniichan” apakah itu panggilan kesayangan Ami pada laki-laki itu? mungkinkah laki-laki itu pacar Ami? Hatiku semakin kacau saja saat itu. tak tau harus bagaimana. Lalu aku berfikir untuk menjauhi Ami selamanya saja, karena aku takut aku akan semakin sakit dengan keadaan ini.

Tiba di suatu saat, akhirnya masa-masa mengenyam pendidikan di sekolah ini harus berakhir. Ami pun dikabarkan akan pergi ke jepang bersama keluarganya, akupun seperti merasa lega namun itu munafik. Aku merasa sangat tertekan dengan hal itu, aku merasa sangat kehilangan dia, orang yang aku suka semenjak pertama kali aku menginjakkan kaki di sekolah ini. “Arus..!!” Panggil Ami, aku piker ini mungkin percakapan terakhir ku dengannya untuk selamanya, maka aku harus menyampaikan semua yang aku ingin sampaikan sekarang. “Ya, Ami? Katanya kamu akan pergi ke jepang minggu depan?” tanyaku. Ami pun menatapku dengan wajah tertekan dan mengangguk. “Iya, Arus… “ dia seperti ingin mengatakaan sesuatu padaku, namun aku ingin duluan menyampaikan kata hatiku kepadanya “Ami… Maaf aku mengatakan ini, bukan apa-apa, aku tak mau memendam perasaan yang ada dalam hatiku untuk selama ini, aku pikir mungkin ini adalah percakapan terakhir kita. Aku sepertinya akan pergi dari hidupmu selamanya, lenyap bersama hembusan angin yang telah berlalu. Ami, untuk sekali dalam hidupku Aku ingin mengatakan Aku Suka Kamu” akhirnya akupun merasa lega atas semua yang telah aku ucapkan, ku lihat wajah Ami yang mulai memerah, dia terlihat seperti sedang melihat apa yang belum pernah dia lihat sama sekali. “Arus…” dia menyebut namaku dengan wajah yang terheran. Beberapa saat kemudian, dia berhenti memandang wajahku, dia menungkulkan kepalanya dan memandang tanah yang ada dibawahnya kemudian dia tersenyum. 
 
Hal ini membuatku heran, dan ingin tahu apa yang akan terjadi berikutnya. “Arus..” dia menyebut namaku lagi, “Kau ingat beberapa bulan lalu aku mengatakan sesuatu padamu?” tanyanya. “Kata-Kata itu kah?” jawabku. “Ya, aku ingin mengatakan bahwa sebenernya aku… s…s…suka kamu Arus. Aku ingin kamu mengungkapkannya lebih dulu padaku, namun kau sudah terlalu lama berdiam diri dengan perasaanmu padaku, yang akhirnya membuat aku tak mampu lagi untuk menunggu. Maka aku ungkapkan padamu perasaanku, walaupun dengan bahasa yang tidak kau pahami sama sekali. Bukan maksudku untuk menyombongkan diri, namun aku tak mampu untuk mengatakan padamu terlebih dahulu. Arus,sekali lagi aku ucapkan bahwa aku suka kamu sejak pertama aku menginjakan kaki di sekolah ini.” Ungkapnya. Ungkapan yang membuatku sulit untuk mempercayainya, lalu aku bertanya kepadanya mengenai laki-laki yang setiap hari menjemput dan mengantarnya. Lalu diapun menjawab bahwa itu adalah kakaknya, dia menegaskan dia memanggil kakaknya Oniichan karena sudah menjadi kebiasaan sejak ia kecil. “Arus, apakah kau tau? Disaat kamu sudah tidak peduli lagi dengan ku. Itu sangat sakit. Aku merasa aku telah mati, aku merasa aku sudah menjadi manusia buangan. Aku mohon arus, kau tak boleh melakukan itu lagi!” ungkapnya lagi. “Uhmm… Maaf ku tuturkan pada lukamu dengan bersungguh-sungguh. 
 
Aku meminta maaf Ami, bukan maksudku untuk menyakiti mu Ami. Aku hanya tak mau terus menyiksa perasaan ku yang menginginkanmu. Maka aku menjauhimu, aku tak menyangka itu bisa membunuh hatimu. Aku tak menyangka hal itu, karena aku piker kau tidak memiliki perasaan apa-apa padaku! Aku tak akan pernah melakukan itu lagi, karena minggu depan kita sudah terpisah oleh jarak yang membentang memisahkan kita.” Kataku. “Bukankah kita masih punya waktu 1 minggu lagi untuk bersama?” tanyanya yang membuatku heran dan terkaget, apakah itu tandanya dia mau untuk menjadi kekasihku. Dengan lantang aku berkata padanya, “Ami dengan separuh hatiku, akankah kau mau menjadi kekasihku?” Ami pun tersenyum dan mengangguk tanda dia mau. Betapa senangnya hatiku kala itu, gadis yang aku impikan selama 3 tahun lamanya akhirnya di saat ini telah menjadi kekasihku. Tanpa kami sadari, orang-orang di sekitar tempat itu memperhatikan kami. Dan merekapun bertepuk tangan. Wajah kami menjadi merah dan akupun izin pamit kepada Ami untuk pulang.

Seminggu telah berlalu, tiba saatnya bagi Ami untuk pergi ke Negara kelahirannya. “Ami, jaga dirimu. Jaga hatimu! Maukah kau menunggu ku? Aku akan menyusulmu Ami, ke negeri sakura! Ingatlah janjiku.” Ucapku di Bandara, “Benarkah? Aku akan selalu mengingat janjimu. Aku akan selalu menjaga diriku, dan menjaga hatiku! Arus, kejarlah aku kelak disaat kau telah mampu mengejarku. Genggamlah aku, jangan sampai aku terlepas dari genggamanku. Sampai jumpa Arus!” Kemudian Ami masuk ke dalam pesawat dan meninggalkan ku disini, sendiri. “Aku akan menyusulmu Ami!”

Akupun terbangun dari bayangan masa lalu ku. Spontan ku katakana, “Ami” aku tak menyadari aku mgnucapkan nama itu. “Tiba saatnya bagiku untuk pergi menyusulmu, Ami, Siapkan dirimu. Aku akan menyusulmu!” tiba-tiba aku mendapat E-Mail dari seseorang yang berisi “Hai, Arus. Bagaimana keadaanmu sekarang? Sehat? Sudah 7 tahun kiranya kita tidak bertemu ya! Kapan kau akan kesini?” ternyata E-Mail dari Orang yang aku sayangi dari jarak jauh, aku snegaja tidak membalasnya karena hari ini aku akan pergi ke jepang, memenuhi janjiku untuk menyusulnya!. Akupun bergegas pergi ke Bandara dan masuk ke Pesawat sesegera mungkin. Dan pesawatpun berangkat.

Dengan hati yang sudah tak tahan, aku ingin segera bertemu dengannya. Akhirnya, waktu yang ditunggu pun tiba. Pesawat telah mendarat dengan selamat, akupun menaiki kereta menuju kota dimana Ami berada. Sekiranya sekitar 30 menit kemudian, aku tiba di kota dimana Ami tinggal. Tanpa banyak kesulitan akupun berhasil menemukan rumah yang dikatakan Ami tinggal disana. Ku ketuk pintu itu, dan orang yang aku sayangipun membuka pintu dan kamipun saling berpandangan agak lama seperti tak percaya bahwa orang yang ditunggu telah ada di hadapanku langsung.
“Ami” kataku. “Arus” katanya, akupun langsunng memeluknya “Arus, aku merindukanmu! Aku menunggumu. Aku terkaget kemarin kau tak membalas Emailku, aku sangat khawatir Arus. Dan sekarang, Kau berada di depanku. Sangat tidak bisa aku percaya” Kata Ami sambil menjatuhkan air matanya. “Aku tak mungkin mengkhianati janjiku Ami.” Tegasku.

Tak lama setelah itu kamipun menikah, “Tak ku sangka, sekarang kita sudah menjadi sepasang suami-isteri” kata Ami. Akupun tersenyum memandangnya. Ntah mengapa aku seperti ingin selalu menatap Ami, rasanya seperti hari itu adalah hari terakhir aku dan Ami bersama. Benar saja, setelah itu kecelakaan tragis terjadi. Aku sangat bersyukur, aku bisa menyelamatkan Nyawa Ami. Pada kecelakaan itu Ami terluka parah dan kehilangan banyak darah. Aku sangatlah khawatir pada keadaannya dan keadaan anakku yang dikandungnya. Olehkarena itu, aku meyakinkan diri untuk mendonorkan darahku, dan organ-organ tubuhku yang lain kepada Ami. Aku sadar, aku akan mati. Tapi aku lebih tak mau Ami dan Anaku yang dikandungnya meninggalkanku lebih dulu, kutulis sepucuk surat “Selamat Tinggal! Tersenyumlah wahai kekasihku, maka akupun akan tersenyum”.

Dengan hati yang yakin akupun memasuki ruang operasi untuk mendonorkan organ-organ tubuhku. Kala itu aku berkata “Inilah hal terakhir yang aku lakukan. Oh tuhan, Sambutlah aku disisimu!” hal terakhir yang kulihat dan kurasaakan adalah saat Dokter menyuntikan obat bius ke tanganku. Setelah itu, aku tak mampu merasakan apapun, tak mampu melihat apapun, tak mampu mendengar apapun, akupun berbicara dalam hatiku “Apakah ini yang dinamakan Mati?”

Tiba-tiba aku terbangun di sebuah taman yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Di taman itu terdapat sebuah kolam, akupun menghampiri kolam itu dan saat aku memandang kolam itu, aku melihat Ami. Dia tampak begitu sedih, namun tiba-tiba seorang anak kecil datang menghampirinya, Diapun kemudian tersenyum. “Oh tuhan, apakah dia anakku?” tanyaku dalam hati.

Akupun tersenyum. Dan sekarang aku bisa beristirahat dengan tenang. “Begitu indahnya masa hidupku!” ucapku, lalu ku pergi dari kolam itu dan akupun berbaring dibawah sebuah pohon di hamparan padang rumput yg luas.
-TAMAT-
 
PROFIL PENULIS
-Writter Name: Gusman Santika
-Date of Birth: 27 Agustus 1996
-Place of Birth: Bogor, Indonesia.
-Phone Number: 6285221700495 [SMS only]
-Twitter: http://twitter.com/sepucuk
-YM: mizu_scarlet
-Facebook: http://facebook.com/koesuke.hazama
-Email: lastyoungboy@gmail.com
 
Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya

Post a Comment