Bagi saya sebenarnya agak terasa aneh ketika dikatakan salah satu fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah pencegahan korupsi. Apalagi kalau dikatakan pencegahan oleh KPK itu harus lebih diutamakan daripada penindakan.
Banyak kritik yang dilancarkan karena KPK lebih banyak melakukan penindakan daripada pencegahan sehingga korupsi bukannya berkurang, melainkan selalu bertambah.
Kemudian KPK membuat berbagai kegiatan yang bisa dikategorikan sebagai langkah pencegahan, seperti memberikan ceramah-ceramah atau pembimbingan di berbagai kantor dan sekolah-sekolah. Tapi apakah benar itu perlu dilakukan KPK?
Menurut saya kritik-kritik yang meminta agar KPK lebih banyak melakukan pencegahan daripada penindakan adalah kritik dan dorongan yang tidak proporsional. Karena sejak awal KPK tersebut dirancang untuk lebih melakukan penindakan dengan kewenangan-kewenangan khusus, sebab untuk tindakan pencegahan sebenarnya menjadi porsi lembaga-lembaga lain.
Pencegahan atas tindak pidana korupsi memang sangat diperlukan, bahkan lebih perlu daripada penindakan, tetapi itu tidak harus dibebankan kepada KPK. sebab, ada institusi-institusi lain yang lebih proporsional dan lebih profesional daripada KPK dalam melakukan pencegahan korupsi.
Di dalam studi tentang pengawasan, dikenal adanya sistem pengawasan melekat (built in control), yakni pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi melalui penjenjangan sesuai dengan struktur organisasinya.
Di dalam pengawasan melekat ini pencegahan bisa dilakukan melalui prosedur penyusunan program dan anggaran yang dikontrol secara berjenjang oleh setiap pimpinan unit organisasi. Misalnya, tiap ketua seksi menyusun program dan anggaran yang kemudian diperiksa oleh kepala bagian atau Kepala Bidang (KaBid); selanjutnya kepala bagian atau kepala bidang itu menyusun program dan anggaran yang kemudian diteliti kebenarannya oleh Kepala Biro. Selanjutnya kepala biro menyusun juga program dan anggaran yang kemudian diteliti oleh Sekjen atau Dirjen, dan terakhir diteliti lagi kebenarannya oleh Menteri.
Dengan demikian pencegahan korupsi sudah bisa dilakukan secara melekat melalui pimpinan organisasi masing- masing, baik melalui penilaian yang ketat atas penjenjangan penyusunan program dan anggaran maupun dalam penyusunan laporannya. Pencegahan yang seperti ini secara teknis operasional tidak bisa dilakukan KPK karena selain KPK tidak melekat pada struktur organisasi lain yang akan dicegah korupsinya, jumlah orang di KPK juga terbatas.
Kalau langkah pencegahan yang dilakukan KPK hanya dalam bentuk memberi ceramah- ceramah atau bimbingan teknis,dijamin tidak akan lebih baik daripada yang bisa dilakukan sendiri oleh institusi masing-masing, sebab pada setiap institusi sudah ada ahli-ahlinya sendiri, yang pasti juga sudah tahu bagaimana cara mencegah korupsi.
Pengawasan melekat bisa jauh lebih efektif.
Hal yang juga kurang proporsional dalam tugas pencegahan korupsi oleh KPK adalah gagasan diselenggarakannya pendidikan anti korupsi dalam bentuk ceramah-ceramah, internship, pencantuman di dalam kurikulum dan lain-lain yang diselenggarakan di sekolah-sekolah dan kampus-kampus. Bahwa pendidikan anti korupsi dengan berbagai kegiatan seperti itu sangat perlu adalah niscaya alias tak bisa dibantah. Tapi bahwa itu harus dilakukan oleh KPK rasanya kurang proporsional. Pendidikan anti korupsi di sekolah-sekolah dan kampus-kampus bisa ditangani oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan lembaga pendidikan itu sendiri.
Di Kemendikbud sudah sangat banyak ahli yang bisa dikerahkan secara lebih kontinu dan terstruktur untuk melaksanakan pendidikan anti korupsi. Di sana banyak guru,dosen, dan pakar yang keahlian dan pengalamannya dalam mengajar dan mendidik cukup memberi jaminan untuk efektif. Untuk ormas-ormas bisa ditangani Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) atau kementerian lain.
Begitu juga kalau pencegahan korupsi itu dimaksudkan sebagai upaya pendidikan moral, tugas tersebut dapat diemban oleh Kementerian Agama (Kemenag) yang menaungi ribuan ulama dan para agamawan. Kalau hanya seruan atau bahkan pendidikan moral agar masyarakat menjauhi korupsi, dapat dipastikan bisa lebih efektif kalau itu dilakukan Kemenag bersama para ulama dan agamawan daripada dilakukan KPK.
Jadi sebenarnya pembebanan fungsi atau tugas kepada KPK untuk melakukan pencegahan korupsi seperti yang dipersepsikan selama ini adalah salah kaprah karena tiga hal.
Pertama, untuk pengelolaan keuangan negara oleh instansi-instansi pemerintah, pencegahan lebih tepat dilakukan melalui pengawasan melekat.
Kedua, untuk pendidikan antikorupsi bagi dunia pendidikan harus dilakukan oleh dan menjadi fungsi tak terpisahkan dari Kemendikbud atau lembaga-lembaga lain yang menyelenggarakan pendidikan.
Ketiga, untuk kelompok-kelompok masyarakat lain pencegahan dilakukan oleh Kemenkumham dan instansi pemerintah lainnya.
Keempat, untuk urusan membangun kesadaran moral pencegahan korupsi bisa dilakukan Kemenag dan lembaga-lembaga keagamaan lainnya.
Oleh sebab itu KPK tak perlu gamang atau risau atas munculnya kritik bahwa lembaganya gagal mencegah korupsi karena lebih banyak melakukan penindakan. Ide pokok dan daya jangkau KPK itu bukan untuk pencegahan, melainkan penindakan secara tegas.
Kalau mau dikaitkan juga, dapatlah dikatakan bahwa bentuk pencegahan oleh KPK itu adalah penindakan secara tegas terhadap para koruptor, sebab penindakan dan penghukuman yang tegas dapat berimplikasi pada pencegahan juga. "Misalnya membuat jera pelaku dan membuat takut yang belum melakukan". Itu juga termasuk pencegahan.
MOH MAHFUD MD
Guru Besar Hukum Konstitusi
Sumber : Detaks News.
Editor : Wani Sailan
Post a Comment