Ads (728x90)

Latest Post

Kesehatan

Tips

Kemajuan suatu peradaban dalam sejarah umat manusia tidak mungkin terwujud apabila peradaban tersebut menutup diri dan tidak mau berinteraksi dengan peradaban yang lain. Hadirnya Islam sebagai sebuah peradaban yang unggul pada masa jayanya, juga diyakini merupakan buah dari keterbukaan Islam untuk menerima berbagai peradaban lain yang ada di luar Islam dan kemudian menyelaraskan diri dengan ajaran Islam.

Kemajuan Islam sebagai sebuah peradaban telah diwarnai oleh dinamika pemikiran yang sangat dinamis yang tumbuh dan berkembang menyertai kehadiran Islam. Pemikiran Islam sendiri sangatlah plural dengan disiplin keilmuan yang sangat beragam. Semuanya mendapatkan tempat yang mulia dan strategis dalam Islam yang memperkaya khazanah keislaman.

Proses kemunculan pemikiran yang sangat plural dalam khazanah intelektual Islam ini dapat ditelusuri pada epistemologi yang dipergunakan oleh para intelektual muslim. Bidang epistemologi ini menempati posisi yang sangat strategis, karena ia membicarakan tentang cara untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Mengetahui cara yang benar dalam mendapatkan ilmu pengetahuan berkaitan erat dengan hasil yang ingin dicapai yaitu berupa ilmu pengetahuan. Kepiawaian dalam menentukan suatu epistemologi, akan sangat berpengaruh pada warna atau jenis ilmu pengetahuan yang dihasilkan.

Proses pembentukan pemikiran itu umumnya diawali dengan peristiwa-peristiwa, misalnya ada persentuhan pendapat, agama, kebudayaan atau peradaban antara satu dengan yang lainnya. Persentuhan tersebut kadangkala menimbulkan ketidaksesuaian, benturan, tapi juga sering terjadi kecocokan. Yang jelas, proses perkembangan pemikiran muslim, terdapat dalam tiga fase dan erat kaitannya dengan sejarah Islam. Fase-fase tersebut yaitu:

Pertama, pemikiran / persoalan pertama muncul dalam Islam pada saat wafatnya Nabi Muhammad Saw adalah pemikiran politik brekaitan dengan siapa bakal pengganti Nabi? Pasca Rasulullah Saw, mulailah periode al-Khulafaul-Rasyidun mengalami fase baru. Pada periode ini muncul persoalan, baru yang diselesaikan dengan pemikiran/ ijtihad.

Kedua, akibat ekspansi Islam ke Barat sampai Pantai Atlantik (Afrika Utara bagian Barat, Andalusia, dan Perancis) ke selatan sampai ke Wilad al-Sudan (wilayah sub-Sahara yang penduduknya berkulit hitam), Ethiopia, dan seterusnya. Ke arah timur sampai India dan seterusnya, dan ke utara sampai ke Rusia (Transoxiana). Ekspansi yang dilakukan oleh Islam, ternyata tidak hanya berdampak pada penyebaran ajaran saja, tetapi juga semakin memperkaya khazanah kebudayaan Islam. Hal ini dikarenakan akulturasi budaya Arab-Islam dengan budaya-budaya lokal daerah yang ditaklukan (Karim, 2006. 2: 10-16).

Salah satu budaya atau tradisi yang pada akhirnya banyak terserap dan teradopsi oleh Islam adalah tradisi Yunani dengan Hellenistiknya yang bersifat spekulatif. Perembesan budaya ini, di samping karena interaksi kaum muslim dengan orang-orang yang mempelajari tradisi spekulatif Yunani juga karena penerjemahan secara besar-besaran khazanah intelektual Yunani ke dalam bahasa Arab pada masa Abbasiah.

Ketiga, akibat adanya perubahan masyarakat, dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, dari pandangan cakrawala berpikir yang regional menjadi yang lebih luas lagi. Kehidupan pribadi makin lama semakin kompleks dan menimbulkan masalah-masalah baru yang memerlukan pemecahan (Asmuni, 1996: 90-91) Ketiga faktor di atas memberikan pengaruh yang kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan pemikiran dalam Islam, di samping tentu saja banyaknya sugesti berupa ayat-ayat yang menganjurkan tentang pengembangan kemampuan berpikir. Ada banyak ayat dalam al-Qur'an yang baik secara langsung maupun tidak, mendesak manusia untuk berpikir, merenung atau bernalar

Post a Comment