Ads (728x90)

Latest Post

Kesehatan

Tips


Beberapa waktu lalu pihak aparat keamanan di Brooklyn, New York, Amerika Serikat, mengungkap adanya sindikat internasional yang menggasak uang di ATM. Jumlah kerugian yang mencapai US$ 45 juta atau sekitar Rp 438 miliar, menjadikan sindikat ini mencetak rekor pencurian uang terbesar di ATM sepanjang sejarah.

Polisi dan media menyebut sindikat ini menggunakan teknologi canggih dan rumit. Tapi menurut lamanPopSci yang Liputan6.com lansir Minggu (12/5/2013), pencurian ATM terbesar di sepanjang sejarah ini terjadi karena sistem keamanan transaksi di Amerika Serikat yang dianggap ketinggalan zaman.

PopSci pun kemudian menjelaskan alasannya dari cara kerja sindikat itu. Pertama, para pelaku meretas atau hacking ke sistem milik perusahaan di India, yang menangani kartu debit prabayar, misalnya sepertigift card. Mereka kemudian meningkatkan atau menghapus batas penarikan di kartu-kartu, biasanya hanya beberapa ratus dolar.

Hingga tahap ini, proses yang berlangsung masih digital. Para pelaku memilih melakukan modifikasi atau mencuri informasi, ketimbang mengambil uang.

Keuntungan berupa uang baru didapat di proses selanjutnya, akibat teknologi magnetic stripe yang berusia puluhan tahun. Para pencuri ini biasanya sudah menyiapkan magnetic card reader/writer, sama seperti yang digunakan hotel untuk mencetak kunci kartu magnetik.

Dengan demikian, kartu apapun dengan magnetic stripe bisa dimodifikasi jadi kartu ATM, baik itu kartu kredit bekas atau kunci hotel berbentuk kartu. Nah, kartu inilah yang bisa dipakai untuk menggasak uang dengan mudah.

Sindikat ini kemudian mendistribusikan kartu-kartu baru ini ke seluruh penjuru dunia. Setelah uang ATM digasak, biasanya para pelaku langsung membeli barang mahal untuk menghapus jejaknya dalam bentuk tunai. Pembelian barang ini sekaligus sebagai bentuk cuci uang.

Menariknya, hacker yang memodifikasi itu bisa mengawasi berapa kali kode yang diubah itu digunakan. Sehingga tak ada anggota sindikat yang bisa menipu sindikat lain.

Teknologi Kuno

Selintas, gambaran itu mengingatkan kita akan film Ocean's 13. Tapi mengapa teknologi itu bisa dengan mudahnya diaplikasikan dan tak hanya ada di film-film saja?

Secara sederhana, jawabannya ada di kartu magnetic stripe. Teknologi ini diciptakan IBM tahun 1960, dan mulai diproduksi secara massal pada 1970. Kartu ini bekerja akibat unsur magnet di partikel berbasis besi. Unsur magnetis ini bisa dihapus, atau dimodifikasi dengan reader/writer yang berharga murah, sekitar US$ 200 atau sekitar Rp 1,8 juta.

Tentu para pemilik kartu ATM berpikir aman dengan adanya nomor PIN rahasia. Tapi masalahnya, para pencuri itu yang membuat kartu, sekaligus PIN-nya. Tentu saja PIN bisa diganti dengan mudah.

PopSci mengatakan negara di Eropa sudah tak lagi menggunakan kartu magnetic stripe sejak beberapa tahun lalu. Di Inggris dan negara Eropa Barat, biasanya kartu chip dengan PIN itu biasa disebut EMV: Europay, Mastercard, Visa, dan masih dominan digunakan.

Kartu itu terbuat dari bahan plastik, tapi dilengkapi dengan chip komputer kecil untuk proses otentifikasi yang membutuhkan empat digit nomor PIN. EMV dianggap lebih aman dibanding magnetic stripe.

Saat digunakan pertama kali di Perancis pada 1992, teknologi ini mengurangi pencurian dengan metode kartu palsu, bahkan hingga 20 persen. Keamanan transaksi di Perancis pada tahun 1992 bahkan dianggap lebih canggih dibanding di Amerika Serikat saat ini.

Tapi ada satu kelemahan EMV: masih menggunakan magnetic stripe. Jadi di negara yang teknologinya masih seperti AS, banyak mesin yang tak bisa membaca EMV. Dengan demikian data pun ditransfer darimagnetic stripe, dan bukan dari chip.

Sedangkan Jepang memiliki teknologi yang lebih maju, standar keamanan yang disebut FeliCa. Pada dasarnya ini merupakan chip RFID (radio frequency identification) buatan Sony. Keamanannya jauh lebih rumit. Sony bahkan menggunakan teknologi lanjutan AES, Advanced Encryption Standard. (lip6)

Post a Comment