Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai pengelolaan pendidikan nasional sepanjang tahun 2012 masih jauh dari harapan. Selain tujuan pendidikan yang masih dangkal, manajemen guru juga dinilai masih penuh dengan persoalan yang tak kunjung diselesaikan.
Watak pendidikan yang dangkal masih terlihat dari pendidikan di banyak sekolah yang masih bertujuan menghasilkan seorang pegawai negeri dan tenaga kerja kasar yang murah.
Jatah APBN sebesar 20 persen untuk pendidikan membuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sibuk. Namun, kebijakan yang dihasilkan justru menunjukkan ketergesa-gesaan dalam mengambil keputusan. Contoh sederhana, Uji Kompetensi Guru (UKG) dan perubahan kurikulum.
Padahal perkembangan pendidikan di tahun 2012 tidak juga menunjukkan perkembangan yang diharapkan. Tabel Liga Global yang diterbitkan firma pendidikan Pearson, November lalu, menempatkan sistem pendidikan Indonesia di rangking terbawah dunia bersama Meksiko dan Brasil.
"Banyak kebijakan pendidikan yang spontan dan hanya untuk meninggalkan kenangan. dan banyak kebijakan yang tergesa-gesa karena pertimbangan politik, bukan karena pertimbangan akademis," tutur Ketua PGRI Sulistiyo dalam Refleksi Akhir Tahun 2012 di Gedung Guru, Jumat (28/12/2012).
PGRI menilai banyak masalah pendidikan masih dipenuhi warna politik. Implementasi kebijakan yang diklaim sebagai jalan keluar tidak dilakukan dengan efektif, namun hanya demi kepraktisan dan pencitraan. "Misalnya UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang eksistensinya dipersoalkan dan gagasan Akademi Komunitas yang nyaris tak diketahui masyarakat," tutur Sulistiyo.
Masalah guru
Dalam penanganan guru, persoalannya tak kalah serius. PGRI menilai pengelolaan guru di tahun 2012 masih dipenuhi persoalan yang tak kunjung diselesaikan. Mulai dari masalah mutu guru, kekurangan jumlah guru, perlakuan guru berstatus pegawai negeri sipil sebagai perangkat birokrasi, perlakuan berbeda terhadap guru honorer dan guru swasta, sampai distribusi tunjangan yang tak menentu.
Peningkatan profesionalisme guru, lanjut Sulistiyo, tidak bersifat komprehensif karena pemerintah hanya berfokus pada pelaksanaan sertifikasi tanpa menindaklanjutinya melalui evaluasi dan pelatihan pasca sertifikasi. Janji pendidikan dan pelatihan guru pasca UKG juga dinilai tak jelas hingga sekarang. "Banyak persoalan yang tak selesai. Sampai sekarang tak ada tanda-tanda penyelesaian untuk permasalahan yang ada," tambahnya.
Tambah "persoalan"
Belum lagi persoalan-persoalan di atas selesai, pemerintah menambah "persoalan" baru ,dengan kebijakan perubahan kurikulum yang sampai sekarang terus menuai kontroversi. PGRI menilai pemerintah tidak perlu tergesa-gesa jika memang belum siap.
Sulistiyo mengatakan, PGRI sudah mengusulkan secara resmi ke Kemendikbud untuk menunda penerapan kurikulum 2013 jika tidak siap. Jika menilik kondisi guru Indonesia saat ini, PGRI tak yakin kurikulum 2013 dapat diterapkan dengan baik di seluruh nusantara secara merata.
"Dalam pergantian kurikulum sebelumnya, guru mengakui melaksanakan perintah tapi hakekatnya tidak ada perubahan ketika mengajar di depan kelas. Yang diajarkan para guru nantinya dinilai sama dengan sebelumnya dia mengajar pada kurikulum lama.
Saya ini guru, katanya... jadi tahu betul ketika ada informasi baru dan guru tidak tahu, dia tidak akan berhenti mengajar. Dia tetap akan mengajar sebisa- bisanya," ungkapnya.
"Jadi lebih baik ditunda, disiapkan dengan baik, begitu dinyatakan berubah guru pun serentak melakukan perubahan itu di dalam kelas, sesuai kurikulum." tandasnya kemudian.
Editor : Wani Sailan
Sumber : Kompas.com
Post a Comment