Ads (728x90)

Latest Post

Kesehatan

Tips

Jakarta - Walau tidak mencolok ditengah ingar-bingar kasus korupsi dan karut-marut parpol, sebagai anak bangsa sibuk membangun negara. Perlahan tapi pastim, industri pertahanan Indonesia mulai menyeruak. Industri pertahanan tidak hanya bersifat strategis untuk pertahanan, tetapi juga fundamental bagi perkembangan teknologi asli suatu bangsa.

Perkembangan penelitian dan pengembangan industri pertahanan yang dikoordinasikan oleh Litbang Kementerian Pertahanan dengan bangga dipaparkan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Kamis (27/12), sebagai salah satu bahan refleksi 2012. Purnomo menyebutkan deretan produk seperti Warhead caliber 200 milimeter (mm), penyempurnaan pesawat terbang tanpa awak (PTTA), model kapal selam tanpa awak, pesawat tempur KF-X/IF-X, prototipe kendaraan Rantis (kendaraan taktis) 5 ton 6x6, peluncur roket caliber 122mm, prototipe munisi caliber 105 mm Exercise, prototipe combat boat, prototipe roket jarak 100 km ground to ground dan prototipe smart bomb.

Salah satu yang masih segar dalam ingatan adalah uji coba pesawat terbang tanpa awak, Wulung, di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Oktober 2012. Saat itu, ada enam prototipe pesawat terbang tanpa awak berjejer dipamerkan. Ini merupakan hasil kerja sama Balitbang Kemhan dengan Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak 2005.

Selain Wulung juga ada tipe Sriti dan Gelatik serta Alap-alap untuk jarak sedang. Ada juga yang lebih besar, yaitu Puna Gagak, Puna Pelatuk, dan Puna Wulung, yang bisa mencapai jarak 73 km. selain untuk kelengkapan kapal perang, pesawat terbang tanpa awak ini juga bisa untuk memantau perbatasan.

“Untuk pesawat terbang tanpa awak, prototipe kita sudah selesai. Sekarang tinggal memasuki tahap produksi,” kata Kepala Balitbang Kemhan Eddy Siradj, Jumat. Ia mengatakan, pesawat terbang tanpa awak hanya salah satu dari target konsorsium dari sejumlah instansi, seperti Kemhan, BPPT, universitas, LAPAN, industri-industri strategis seperti PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia, serta PT Pindad. “Kami sekarang sedang mempelajari pembuatan kapal selam tanpa awak, tapi masih dalam studi literatur. Namun, akan siap beberapa tahun lagi untuk dieksekusi, “ kata Eddy.

Jumat kemarin, Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoedin pun berkunjung ke PT PAL di Surabaya, Jawa Timur. “Area di PT PAL ini dipersiapkan menjadi pusat alih teknologi untuk membangun kapal selam, “ katanya. Kemhan memang menargetkan dapat memproduksi kapal selam pada 2016 hasil alih teknologi dari Korea Selatan. Pemerintah mengalokasikan dana penyertaan modal Rp. 1,5 triliun kepada PT PAL untuk membangun area produksi dan pemeliharaan kapal selam.

Sjafrie mengungkapkan, Indonesia sepakat membeli tiga kapal selam dari Korea Selatan dengan sistem alih teknologi. Dua kapal selam dibuat di Korsel, sementara satu lagi diproduksi di PT PAL.

Kapal selam bertenaga diesel yang dibeli dari Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DMSE) itu masing-masing berbobot 1.400 ton dengan panjang 61,3 meter. Nilai kontrak untuk tiga kapal selam itu mencapai 1,1 miliar dollar AS. “Minimal kita sudah punya target untuk membangun maintenance facilities (fasilitas pemeliharaan) lebih dahulu, “ ujar Sjafrie. Pada 2024, Indonesia akan memiliki 12 kapal selam.

Menurut Direktur Utama PT PAL M Firmansyah Arifin, 206 tenaga ahli dari PT PAL dikirim ke Korea Selatan pada awal 2013 selam setahun sebagai bagian dari alih teknologi pembuatan kapal selam.

Produksi dalam negeri

Menurut Purnomo Yusgiantoro, untuk ke depan, program kerja sama sarana pertahanan dengan didukung industri pertahanan. Diutamakan produksi dalam negeri untuk meningkatkan kemandirian industri pertahanan. Tentunya tidak mudah. Sistem dan budaya riset belum mengakar.

Eddy Siradj mengatakan, dalam peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional disampaikan cetak biru riset pengembangan industri pertahanan. Dalam dokumen tersebut ada 23 produk mulai dari teknologi karbon komposit, radar, pesawat tempur, sampai kapal selam. Beberapa dari produk itu bersifat stragegis, seperti pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X, yang merupakan kerja sama dengan Korea Selata yang prototipenya selesai pada 2020.

Untuk pengembangan industri pertahanan ini, salah satu actor penting yang juga akan banyak berkorban adalah TNI. Dalam pembuatan K/I FX, misalanya, pilot-pilot pesawat tempur TNI AU ikut sejak awal perancangan. Pasalnya, kebutuhan TNI AU yang dipengaruhi doktrin dan kondisi alam tidak sama dengan AU Korea Selatan. Karena itu, walau dibangun bersama, akan ada perbedaan pesawat tempur yang dihasilkan.

Dengan adanya Komite Kebijakan Industri pertahanan (KKIP) yang diketuai langsung Presiden Yudhoyono, segala kendala sektoral diharapkan bisa tembus. Selama ini, setiap institusi mengadakan riset sendiri, padahal produknya sama. Anggaran juga bisa difokuskan. Kerja sama dengan swasta juga dibuat sistematis, yaitu sesuai UU Industri Pertahanan yang disahkan pada November 2012, integrator tetap dipengang oleh industri strategis. Misalnya, pembuatan kapal perang sudah dilakukan di galangan kapal swasta di Batam. Namun, integrasi sistem persenjataan dilakukan di PT PAL.

Dalam sejarah Negara-negara maju, pembangunan teknologi pertahanan bisa jadi lokomotif untuk perkembangan bangsa. Walau perjalan masih panjang, rezim pasti berganti, beberapa langkah awal sudah dimulai.<

Sumber : KOMPAS/MIK

Post a Comment