Ads (728x90)

Latest Post

Kesehatan

Tips

Indonesia belum
pernah seperti ini. Punya
film yang sejak
pembuatannya sudah
banyak dibicarakan, dan
janji itu bukan omong
kosong. Premiere
perdananya di kategori
prestisius Toronto
International Film
Festival (TIFF), 'Midnight
Madness' sudah diganjar
banyak pujian kritikus
internasional dan
membuahkan 'The
Cadillac People's Choice
Award' disana. Prestasi
ini berlanjut lagi ke
Dublin Film Festival
dimana 'The Raid'
memenangkan kategori
Best Film di kategori
Audience Award dan
Critics Award, Frightfest,
Glassgow dengan
standing ovation, hingga
kategori spotlight di
Sundance Film Festival,
bahkan sebelumnya,
early footage-nya sudah
menimbulkan buzz gede
di Cannes Film Festival
yang membuat hak
distribusinya untuk
Amerika dibeli oleh Sony
Pictures Worldwide
Acquistions dengan judul
'The Raid : Redemption'
dan sejumlah distributor
lain untuk peredaran
serentaknya di tanggal
22-23 Maret 2012 mulai
dari Australia, New
Zealand, serta menyusul
Perancis, Rusia, dan
Inggris serta sederet
lainnya nanti.
Sony juga
meminta Mike Shinoda
dari Linkin Park bersama
Joseph Trapanese
mengerjakan komposisi
skor baru untuk
peredaran AS selain
merencanakan remake
Hollywood-nya di bawah
bendera Screen Gems.
Masih belum cukup?
Beragam komentar
penuh pujian dari
kritikus dunia sudah
membuatnya bertengger
di list 50 Top Action
Movies of All Time versi
IMDB di peringkat ke-30.
But above all, 'The Raid'
sudah semakin
memperkenalkan budaya
seni beladiri pencak silat
ke mata dunia. So yes,
Indonesia, belum pernah
seperti ini. Belum pernah
seperti ini.
Dan adalah
seorang Gareth Evans
yang berdiri di belakang
semuanya. Sutradara
asal Wales, Inggris, yang
sebelumnya sudah
membawa genre martial
arts action Indonesia ke
wilayah baru lewat
'Merantau' (2009), kini
kembali dengan sebagian
besar tim yang sama.
Ketertarikannya ke film-
film action Asia era
80-90an sudah membuat
Gareth menemukan
bakat-bakat luarbiasa ini
dari kiprah awalnya di
perfilman kita, sebuah
dokumenter berjudul
'Mystic Arts of
Indonesia : Pencak Silat'.
Kesuksesan sekaligus
kritik-kritik yang muncul
dari animo penonton
lewat 'Merantau' sudah
membuatnya menggagas
formula baru seolah
sebuah redemption.
Meminimalisir porsi
drama dan makin
menggali potensi bakat
tarung para aktornya.
Hasilnya, walau sempat
tertunda dua bulan dari
jadwal edar luas awalnya
terkait akuisisi Sony,
adalah penantian penuh
ekspektasi yang kini
terbayar sudah. Sebuah
pengalaman yang belum
pernah kita dapatkan
dari film Indonesia
manapun di ranah
martial arts action,
lengkap pula dengan
pameran senjata yang
menggelegar dengan
eksplosifitas maksimum.
A real treat for action
lovers, melibas semua
inovasi yang pernah ada.
Yup, ini luarbiasa.
Atas tendensi
terhadap formula itu,
premisnya pun simpel.
Sebuah tim polisi elit ala
SWAT yang dikepalai
Sersan Jaka (Joe Taslim)
memulai misi mereka
menyatroni gedung
apartemen tua yang
merupakan markas
gembong narkoba milik
Tama (Ray Sahetapy)
bersama dua tangan
kanannya, Mad Dog
(Yayan Ruhian) dan Andi
(Donny Alamsyah) serta
algojo-algojonya.
Bergabung dengan
Letnan Wahyu (Pierre
Gruno), polisi-polisi ini
kemudian terjebak
dalam mimpi buruk yang
tak pernah
terbayangkan.
Apartemen yang tak
pernah bisa tersentuh
sebelumnya, dilindungi
penduduk setempat dan
sekaligus jadi safehouse
para pesakitan dalam
berbagai rupa itu
menjadi perangkap
begitu Tama mengetahui
penyerbuan mereka.
Darah mulai bercucuran,
nyawa mulai melayang
satu demi satu, dan
disana, Rama (Iko
Uwais), salah seorang
anggota tim elit itu
harus bertahan hidup
demi menuntaskan
takdirnya di tengah
desingan peluru, sabetan
senjata tajam dan
pukulan-pukulan maut
sekaligus sebuah rencana
pengkhianatan.
Oh yeah. You
already can imagine
Gareth's show of action
dari premis itu.
Minimnya plot serta
dialog-dialog yang
sekilas hanya muncul
sebagai penghias tak
penting tak lantas
membuat 'The Raid'
kehilangan
kedalamannya sebagai
sebuah pameran aksi
yang digagas dengan
pendakian intensitas
mirip level fighting
videogame yang mantap
menuju sebuah puncak
dimana adrenalin Anda
akan meledak sejadi-
jadinya. Ingat, sebagai
sebuah pameran aksi,
bukan yang lain. Seperti
seorang Roger Ebert
yang jadi terlihat beda
sendiri melibasnya dari
kacamata pendalaman
plot, trust me, you're
gonna miss the moment
bila menikmatinya
dengan pengharapan
yang salah. 'The Raid'
bukannya tak punya
kedalaman. Namun
Gareth memang tak
sedang mendramatisir
plot simpel berikut
sepenggal twist yang
diselipkannya sebagai
pemanis, tapi
membiarkan
dramatisasinya berjalan
sendiri lewat menu
utamanya. Sebuah
adrenaline action dengan
penggarapan cermat
yang terhandle nyaris
sempurna dan hampir
tak membiarkan satupun
detil sampai koreografi
jurus-jurus pencak silat
dari Yayan dan Iko
terlihat main-main. And
we need no more depth,
if it's already kick-ass.
Lewat tampilan wajah-
wajah cemas setengah
mati, tetesan peluh,
postur menyeramkan,
hingga adegan-adegan
pertarungan full body
contact, tembak-
menembak, ledakan
keras hingga sobekan-
sobekan daging yang
tergambar jelas, berikut
ultimate scoring versi
Indonesia besutan Fajar
Yuskemal dan Aria
Prayogi, we already have
its dramatization di
tengah nonstop action
yang menggedor jantung
makin keras menuju
klimaksnya. Bahkan
beberapa artikulasi yang
dibiarkan tak jelas pun
jadi semakin
mengesankan realitasnya
yang mengerikan,
sekaligus membuat
pendalaman akting para
pendukungnya sampai ke
figuran-figuran juga
kelihatan jauh diatas
kelas film aksi biasa yang
hanya mengandalkan
bak-bik-buk di sana-sini.
Oh ya, bagaimana cara
jatuh saat Anda
tertembak, tertusuk
ataupun dihajar habis-
habisan hingga bisa
terlihat realistis, itu juga
akting, yang jarang-
jarang bisa tergelar
dengan baik di
kebanyakan film kita.
Dan Iko, Yayan, Donny,
Joe, Pierre Gruno, Ray
Sahetapy serta Alfridus
Godfred yang mantan
atlit tarung drajat
pemenang medali emas
PON 2004 sebagai algojo
Ambon menyeramkan itu
sudah membangun
highlightnya masing-
masing. Bloody intense.
Di lain sisi, 'The Raid'
juga jadi redemption
tersendiri untuk Gareth.
Sejumlah letdown dari
'Merantau' pun terbayar
dengan tuntas disini, bila
Anda merasa belum puas
dengan adegan
pertarungan dalam lift
antara Iko dan Yayan
disana, Donny Alamsyah
yang tak dibiarkan
beraksi dalam adegan
baku hantam serta
durasi aksi yang terasa
masih kurang panjang.
Ok, saya tak akan lagi
memanjang-manjangkan
pujian ini. Satu yang
jelas, sebagai sebuah
groundbreaking show of
action, 'The Raid' jauh
lebih dari sekedar pulse-
pounding atau heart-
wrenching. This is like a
shock. One nonstop,
crazy, shocking, action
ride that will leave you
breathless, whoppin' long
whoaaa or even give
standing applauses. Bila
Gareth Evans bisa,
kenapa yang lain tidak?
Now ain't that a kick in
the ass?
source:http://bicarafilm.com/baca/2012/03/24/the-raid-serbuan-maut-ain-t-that-a-kick-in-the-ass.html

Post a Comment