Ads (728x90)

Latest Post

Kesehatan

Tips

Tiga hari malang melintang di kota Jakarta, rupanya Jakarta memang sudah “menggeliat-berdandan” dengan wajah baru, minimal hal tersebut terlihat dari suasana yang ada. Sedikitnya saya delapan kali naik taksi, ditambah beberapa kali naik Trans Jakarta, saya kulu – kilir, menguber sumber menyelesaikan tugas, sekaligus ‘mengais nasi’. 
13624207361252937842
Ilustrasi Admin
Setiap kali saya bertanya pada para sopir taksi tersebut, apa kesan mereka selama ini terhadap kerja JOKOWI-AHOK, gubernur dan wakil gubernur yang baru, jawaban mereka sangat positif.
Contoh yang paling sederhana:
Salim, sebut saja begitu. Rumahnya ada di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Salim sudah 10 tahun menjadi sopir taksi. Ia mempunyai dua orang anak. Si sulung kelas dua Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sebuah SMP swasta dan bungsu kelas lima Sekolah Dasar (SD), sekolah swasta juga . Setiap hari, ia berpenghasilan bersih sebagai sopir taksi antara 55 ribu hingga 75 ribu. Selama ini Salim mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) agak susah, bahkan ada kesan ‘dibuat susah’.
“Maklum mungkin karena saya cuma sopir taksi, jadi agak lama dilayani,” kata pak Salim.
Lima tahun lalu ia mengurus KTP hingga mengeluarkan biaya 200.000, hal tersebut karena hampir ‘tiap meja’ meminta uang pelancar.
Belum lama ini, tepatnya minggu kedua Februari yang lalu, pak Salim mengurus – membuat KTP. Proses pengurusan KTP cuma membutuhkan waktu dua jam, itupun sudah jadi. Dan ia cuma mengeluarkan dua lembar ribuan, hanya untuk beli blangko pengantar dari kelurahan ke kecamatan.
Lalu, kedua anaknya yang sekolah diusulkan oleh sekolah untuk mendapat bantuan. Dan usulan itu diterima, berhasil. Pak Salim kini tiap bulannya juga mendapat bantuan-biaya pendidikan sekitar 400.000 rupiah.
“Wah, ini kebahagiaan tersendiri lo, Mas. Saya ini cuma rakyat biasa, wong pinggiran tapi diperhatikan,” kata pak Salim.
Lain lagi cerita mas Tejo, sebut saja begitu. Sebelum nyopir taksi, ia dulu bekerja sebagai sopir ekspedisi barang. Ia beristri satu, anak tiga. Satu laki-laki, dua perempuan. Ketiga anaknya masih SD.
“Mas, waktu itu saya sampai turun dari taksi. Berhenti sebentar, dan saya meminggirkan taksi, melihat kerumunan orang, apa sih yang terjadi. Eh…rupanya pak JOKOWI sedang dlosor melihat gorong-gorong. Jujur, saat itu saya terharu melihat Pak Gubernur ‘seperti tukang ledeng’, nyrobok…,” kata mas Tejo yang baru tiga tahun nyopir taksi.
Mas Tejo beberapa bulan lagi akan menempati rumah susun Marunda. Ia bahagia bahwa akan menempati rumah baru, sekalipun menyewa, jadilah. Tempat itu lebih dari layak! Sebenarnya ia sudah dua tahun mendaftar menempati rumah susun itu, tapi saat itu selalu dikatakan penuh…penuh….  Entah mengapa, begitu JOKOWI bertandang ke rusun itu, sekarang jadi banyak yang bisa menempati, dan belum penuh.
Mas Tejo dan pak Taslim, mereka sama-sama sopir taksi searmada – seperusahaan.
Saya yakin, cerita tentang Jakarta serta gerak laju kehidupannya tak akan pernah habis. Namun setidaknya saya punya pengharapan, bahwa Jakarta akan lebih dan lebih baik lagi.
Senin, 4/3/2013, jam 17.05 saya meninggalkan Jakarta melalui bandara Soekarno Hatta, terminal F4. Selamat tinggal Jakarta, selamat anda memiliki gubernur yang penuh perhatian. Terbayang oleh saya, andai di Indonesia yang raya ini ada 30 orang gubernur yang berpola laku dan pikir seperti JOKOWI-AHOK….!

By : Florensius Marsudi
 Lahir: Yogya. Pernah sekolah, dan kini harus sekolah lagi. Status: menikah, satu istri, satu anak - putri, Prima namanya.

Post a Comment