Cerita Duta Besar Azerbaijan untuk Indonesia Ibrahim A. Hajiyev dalam diskusi di UI, Depok pada Kamis (28/2/2013), diantara korban tewas ada 106 wanita dan 83 anak-anak. Pembantaian itu juga mengakibatkan 8 keluarga dimusnahkan, 25 anak kehilangan orang tua, serta 130 anak kehilangan salah satu dari orang tuanya.
"Para pelaku kejahatan (genocide) belum dibawa ke pengadilan," jelas Hajiyev.
Diskusi ini juga dihadiri Ketua DPR Marzuki Alie dan Ketua PBNU, Said Aqil Siradj, serta Ketua Porgram Vokasi UI, Muhammad Hikam.
Saat itu, lanjut Hajiyev, tentara Armenia tengah melakukan invasi ke Ajerbaijan, sebuah negara di persimpangan Eropa dan Asia. Kawasan itu pada era 90-an memang tengah mengalami kekosongan kekuasaan setelah Soviet membubarkan diri.
"Dari tahap awal kemerdekaan, Azerbaijan tidak memiliki tentara, tidak ada sistem pemerintahan dan menghadapi ketidakstabilan internal selama menerapkan aturan demokrasi baru," jelas Hajiyev.
Sayangnya, yang membuat Hajiyev berduka, sudah 21 tahun berlalu tak ada kabar penuntasan kasus ini. Negara Eropa dan dunia sama sekali tak ada yang melihat. Padahal atas nama kemanusiaan dan demokrasi, selalu diutarakan di forum-forum dunia.
"Untuk melaksanakan rencana tidak manusiawi mereka, militan Armenia yang sangat terlatih di kamp-kamp pelatihan teroris, dilengkapi dengan segala macam senjata, dan didukung oleh tentara Soviet mulai menduduki wilayah Baku dan membunuh semua penduduk Azerbaijan dan warga sipil muslim lainnya yang menolak untuk meninggalkan rumah dan tanah bersejarah mereka. Mereka membakar semua kota dan masjid di wilayah yang diduduki Azerbaijan," kenang Hajiyev.
Hajiyev berbagi kisah kekejaman itu kepada publik Indonesia. Dia masih menyimpan harap ada keadilan bagi muslim Ajerbaizan.
Post a Comment