Belajar Menjadi Pers Mahasiswa yang Baik - Pers mahasiswa (persma) merupakan sub terkecil dari pers berskala nasional dan Internasioanal yang ruangnya hanya di sector domestic yakni kampus dan bersifat micro. Meski hanya lembaga semi professional namun keberadaannya ini memiliki segmen dan peluang beda di banding pers makro dengan merambah pluralitas dan spesifikasi. Di tambah persma tidak hanya bercokol di pers akademis, tapi juga pers alternatif dan pers pergerakan dengan obyek mahasiswa. Sayangnya hal ini tidak disadari para pegiat pers.
Menjadi kader persma bukanlah hal mudah karena membutuhkan konsistensi, loyalitas dan di tunjang dengan sumbangsih pemikiran agar terjadi proses dialektis dan berimbas pada tercapainya cita luhur persma. Berbeda dengan anggota yang hanya numpang nama saja. Namun realita berkata lain, mahasiswa era globalisasi cenderung hidup hedonis dan pragmatis, menyukai belanja, bermalasan dan becanda dengan sejawatnya ketimbang mengaktifitaskan otak dan mengkritisi fenomena.
Kondisi ini di perparah dengan mainset anggota persma yang hanya berkutat pada activity oriented saja, sedangkan result orientednya mereka tidak mau tahu. Padahal untuk hasil maksimal perlu integrasi keduanya.
Persma sebagai perwujudan entitas kampus yang bernaung di dalam kekuasaan rektorat mewajibkan adanya garis koordinasi dengan rektorat terkait kebijakan terlebih soal dana yang menjadi urgensi karena tanpa suntikan dana, bisa jadi persma tinggal nama. Ketergantungan akan dana rektor ini seakan menggurita, imbasnya timbul interfensi dan membuka peluang untuk mengkebiri independensi persma.
Namun, persma tetaplah persma yang akan tetap hidup. Jika masih ada kemauan terutama dari para presmator yang sadar akan eksistensinya, maka persma bukan hanya menjadi pilar demokrasi kampus, tetapi juga sebagai lembaga pembinaan kreativitas dan penyalur bakat serta hasrat berorganiasi, terutama dalam bidang jurnalistik.
Untuk melakukan perubahan, persma membutuhkan formulasi baru dan tidak serta merta. Diantaranya idealisme dan intelektualisme transformative yang menyentuh realitas. Keduanya punya andil besar dalam pembentukan karakter persma yang radikal dalam pemikiran artinya menggali informasi sampai ke akar, bukan data mentah, syarat intelektual terutama bagi masyarakat yang sangat membutuhkan kebenaran informasi akan sebuah berita, tegas dalam menyampaikan tanpa di timpangi oleh pihak, informasi yang diambil berdasar pada kebenaran dan akuntabilitasnya jelas (pro rakyat). Dan kesemuanya ini sudah terkandung secara explisit di kode etik jurnalistik
Tak ayal jika ini dilaksanakan, maka hasil yang akan dicapai sesuai dengan hati nurani masyarakat, wa in shaa Allah barokah. amin
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post a Comment