HANI BUNNY SOPIR
Karya Ypriliansi Nora Evita
Karya Ypriliansi Nora Evita
Setengah rela, mungkin itulah yang akan dikatakan Kencana kali ini. Pertama kalinya saat Rico akan terbang. Terbang? Ya.. maksudnya terbang, mengemudikan pesawat. Profesi Rico sebagai pilot tentu amat ampuh menciptakan rasa rindu di diri Kencana. Dan… entah kenapa kali ini ia benar – benar tak rela jika Rico harus terbang. Rasanya… pada saat itulah Rico akan meninggalkannya.
“Ric… perasaan aku nggak enak…” kata Kencana ketika Rico akan berangkat. “Mendingan kamu nggak jadi deh, terbangnya…”
Rico terdiam sejenak. Dipandanginya wajah Kencana. “Kencana… percaya deh.aku bakalan baik – baik aja. Aku akan kembali, dan bawain kamu sesuatu yang special, seperti janji aku. Aku kan, mau terbang ke Australia…”
“Ric… perasaan aku nggak enak…” kata Kencana ketika Rico akan berangkat. “Mendingan kamu nggak jadi deh, terbangnya…”
Rico terdiam sejenak. Dipandanginya wajah Kencana. “Kencana… percaya deh.aku bakalan baik – baik aja. Aku akan kembali, dan bawain kamu sesuatu yang special, seperti janji aku. Aku kan, mau terbang ke Australia…”
Hani Bunny Sopir |
Kencana diam saja mendengar perkataan Rico. Bagaimanapun… ia tetap tak rela melepas Rico. Walaupun ia tahu, Rico wajib melaksanakan tugasnya mengantarkan para penumpang ke tempat tujuan. Tapi…
“Sayang…” panggil Rico.“Kamu nggak papa kan…”
“Iya… hati – hati ya…” jawab Kencana.
“Pasti… aku berangkat ya…” kata Rico. Kemudian ia pergi menuju bandara.
Kencana masih menatap mobil Rico yang melaju dari halaman rumahnya, kemudian melaju di jalan raya. Esoknya, tiba – tiba ada telepon dari pihak maskapai penerbangan. Suatu berita yang mengejutkan. Dan… membuat Kencana semakin percaya akan perasaan tak enak yang menghinggapinya ketika Rico akan terbang.
Kata maskapai penerbangan, pesawat Rico mengalami kecelakaan di suatu daerah. Pesawat jatuh di areal hutan. Sebagian besar penumpang tewas, namun beberapa luka parah. Sedangkan Rico sendiri…
“Sang pilot… meninggal dunia…” ujar petugas maskapai penerbangan.
“APAAAAA…..???” Kencana berteriak histeris mendengar kabar itu. Dilepaskannya gagang telepon rumah itu. Seketika ia lemas.
“Maa… Mama…” panggil Kencana.
“Ada apa sih, Sayang…” Mama heran melihat mata Kencana sembab.
“Rico Maa….” Ujar Kencana. “Rico… Rico… meninggal… dunia, Maa….”
“Ya Allah…” ujar Mama kaget. “Sabar ya, Kencana…”
-o0o-
Sudah beberapa bulan terlewati. Namun, Kencana masih belum bisa melupakan Rico. Sosok pilot muda yang amat dicintainya itu. Dan… ia masih tak rela Rico pergi.
Pagi itu terpaksa ia menaiki bus antar kota untuk pergi ke kampusnya, karena mobilnya mogok. Dengan langkah gontai ia menuju halte untuk menunggu bus. Tak lama kemudian, muncul sebuah bus. Ia segera menyetopnya dan naik ke atasnya. Bus itu penuh, hamper semua bangku terisi. Hanya tinggal sepasang bangku yang masih kosong. Bangku dekat sopir. Kencana segera menuju bangku itu dan duduk di sana.
Tanpa sengaja dipandangnya sang sopir. Sopir itu masih muda… dan… Kencana benar – benar terkejut melihat sang sopir. Ia seakan melihat Rico saat itu.
Tanpa terasa Kencana sudah sampai di kampus. Ia segera turun. Dan masih memikirkan sopir bus AKDP atau Antar Kota Dalam Propinsi yang betul – betul mirip Rico itu.
“Hei…” tiba – tiba Neysa, temannya, datang. “Ngelamun apa sih…”
“Itu tuh… tadi aku naik bus ke sini. Terus aku lihat sopirnya, mirip banget sama Rico.” Kata Kencana.
“What?? Bus apa sih??” Neysa tiba – tiba penasaran.
“Lestari Indah…” ujar Kencana.
“Itu kan… Hani…” ujar Neysa.
“Tau banget…”
“Tetangga aku…”
Siang itu Kencana pulang kuliah dengan naik bus antar kota lagi. Untung saja busnya cepat datang. Ketika akan turun, ia bilang kepada kondekturnya. Sang kondektur-pun bilang kepada sopir. Dan anehnya, si sopir seakan tahu, seakan menghafalkan dimana rumah Kencana. Kencana secara refleks menoleh kea rah sopir. Hani…
Esok harinya, Kencana baru pulang belanja di toko depan rumahnya. Saat itu lewatlah bus Hani. Jalan sepi – sepisaja. Namun… tampak Hani membunyikan klakson bus, sehingga Kencana melihat bus itu. What??
-o0o-
Singkat cerita saja… Kini Hani telah mengenal Kencana. Melalui suatu perkenalan yang entah dimulai darimana, tapi yang jelas pertama kali yang mengajak adalah Hani. Kencana-pun diam – diam menanti saat itu. Ia suka kepada Hani. Dan jelas… Hani juga suka kepada Kencana. Melalui tindakannya yang istimewa itu.
Hari itu hujan deras. Kencana pulang kuliah. Ia duduk disamping Hani. Dan betapa terkejutnya ia saat didapatinya bunga mawar merah tergeletak di depannya. Ini bunga siapa.. juga.
“Kencana… itu buat kamu…” ujar Hani.
Kencana memandang Hani. Heran… namun diambilnya bunga itu. Apa sih, maksud Hani. Pertama ia tak menyangka bahwa Hani akan seperti itu.
Dan anehnya, setiap kali ia menaiki bus Hani, Hani mengemudikan bus dengan lembuuuuuut sekali.
“Kencana…” ujar Hani seraya tetap memegang setir.
“Apa…” jawab Kencana.
“Kamu suka nggak sama aku…” kata Hani.
Kencana terkejut. Ini sopir ngapain sih, bilang kayak gitu. Percaya tak percaya Kencana mendengar semuanya.
“Nggak…” jawab Kencana.
“Kalo gitu… aku yang suka sama kamu…” ujar Hani.
-o0o-
Kencana masih terdiam mendengar perkataan Hani yang blak – blakan tanpa basa – basi terlebih dahulu. Tanpa memberinya kesempatan untuk beradaptasi dengan keadaan. Hani begitu cepat , mengungkapkan semuanya. Sebenaranya nggak cepat – cepat amat sih… sekitar satu bulan yang lalu. Kencana bingung… tak mungkin ia menjawab semuanya dengan cepat secepat Hani mengungkapkan perasaannya. Haruskah ia bilang…. Ya? Tapi ia tak siap. Haruskah ia bilang… Tidak? Hani akan sakit hati karenanya.
“Han… aku turun sini…” Kencana tiba – tiba ingin turun. Ya, sudah sampai di rumahnya.
Hani spontan menghentikan laju kendaraannya. Kencana turun. Sementara itu Hani terdiam seraya terus melajukan kendaraannya lagi dan menatap Kencana. Inikah… jawaban Kencana? Hani, kau terlalu berani untuk menembak Kencana menjadi kekasihmu. Tidak! Ini cinta, dan tidak memandang derajat. Kencana… mungkin inilah yang akan dikatakan Hani. Ia benar – benar cinta kepada Kencana. Namun… ia tahu semuanya. Kencana adalah gadis yang cantik dan… kaya raya. Anak konglomerat. Pengusaha.
“Hani…..” panggil Setyo, kondekturnya. “Lu denger nggak sih… ada yang turun di Semangka… Semangka Han…!!!”
Hani terkejut. Dilambatkannya laju busnya kemudian berhenti. Ia tak menyangka, karena Kencana-kah ia tak konsentrasi bahkan tak sadar saat Setyo meneriakkan nama Semangka padanya?
“Han… kamu kenapa sih?” tanya Setyo saat bus agak sepi.
“Nggak… kamu tau kan, sama cewek yang tadi turun di Nangkasari… Aku suka sama dia. Tapi dia nolak aku…” cerita Hani.
“Han… dia itu cewek kaya. Dan… aku kira dia nolak kamu karena…” perkataan Setyo langsung terputus.
-o0o-
Malam itu Kencana melamun di beranda kamarnya. Ia rasa semuanya begitu cepat. Dan… walaupun ia memiliki rasa yang sama seperti Hani, ia tak mungkin menerima Hani. Tak mungkin… Karena… Hani itu tak seperti apa yang diharapkan mamanya. Ya, Mama ingin Kencana memiliki calon suami seperti Rico nantinya. So, bukannya Hani itu seperti Rico? Ya, tapi Hani itu… jelas, dari segi materi memang kurang. Bandingkan dengan Rico, yang segalanya mewah. Memang sepadan dengan hasil kerja kerasnya sebagai pilot. Dan, tidak… itu semua bukan berarti merendahkan pekerjaan Hani. Pekerjaan Hani juga mulia. Mengantarkan penumpang ke tempat tujuan. Siang malam, tanpa henti dan sedikit istirahat.
Ah, tapi aku itu cinta Hani… tapi aku nggak berani terima kamu. Apa jadinya nanti kalau Mama mencemooh kamu, Hani…
“Tipe kayak Kencana itu, suka cowok berduit…” kata Setyo malam itu.
“Iya sih..” kata Hani seraya menyeruput kopi. “Tapi… aku harus gimana lagi. Aku nggak bisa ngelakuin apa – apa selain… ini doang.”
“Cinta itu butuh pengorbanan…” kata Setyo.
Hani hanya terdiam. Ia tahu, cinta butuh pengorbanan. Tapi harus gimana lagi sih…Susah amat sih, punya gebetan orang kaya…
-o0o-
Siang itu Hani hanya jalan – jalan sendirian. Menyusuri pasir – pasir berkilat karena panas, yang terkadang beterbangan ditiup angin. Jalanan agak rame, seperti biasanya. Hari ini dia libur kerja. Dan… bosan mungkin di rumah. Tapi, kalau kerja kadang capek banget. Memang serba susah. Lagi – lagi ia teringat Kencana, bagaimana Kencana saat ini. Apakah ia masih sendiri, atau mungkin sudah menemukan cowok yang sepadan dengan dia. Ah, kenapa aku dipertemukan dengan Kencana bila akhirnya seperti ini…
Ketika itulah, seorang ibu berjalan membawa barang yang banyak. Tampak menunggu kendaraan di pinggir jalan. Mungkin dari swalayan di dekat pertigaan itu. tetapi… tiba – tiba saja sebuah mobil serasa menyerempet ibu itu. Kontan saja Hani menarik ibu itu ke pinggir dekat tembok.
“Waduh…” ibu itu tampak tegang, takut. “Makasih ya, Nak. Kalo nggak ada kamu, nggak tau tadi ibu gimana. Soalnya mobil itu kencang banget…”
“Nggak papa, Bu. Tapi, Ibu nggak papa kan?” tanya Hani seraya membantu membereskan barang – barang yang jatuh.
“Nggak papa…” kata ibu itu. “Oke, saya duluan ya…” ibu itu memberhentikan sebuah bus.
Hani hanya tersenyum. Seraya ia terus berjalan. Ah, andai saja tadi itu ibunya Kencana. Mungkin ada kesempatan buat aku untuk jadi penghuni hati Kencana. Karena aku udah nyelamatin ibu itu.
-o0o-
Beberapa bulan berlalu. Ih, cepet banget ya. Ya iyalah… kan hari gini waktu tambah cepat.
Hani masih memiliki rasa seperti dulu. Mencintai Kencana dan menyayanginya. Oke, oke… walau ia tahu seperti apa reaksi Kencana akhir – akhir ini. Yang suka cuek kalau ngeliat dia. Karena…
Ya, Kencana tahu bagaimana reaksi keluarganya bila nantinya ia menggandeng Hani sebagai calon suaminya. Pasti kata tidak level dominan dari jawaban mereka. Tak usah… nggak usah deh pake cerita dulu sama Mama. Karena walaupun Kencana bercerita soal kebaikan Hani dan kesetiaannya, tidak cukup untuk mendukungnya tetap jadian dengan sopir Lestari Indah itu. Karena pasti yang utama adalah materi, penampilan dan profesi Hani. Minimal dia harus berjas gitu. Nggak berjas… nggak tahu lah. Mending aku harus menjauhi dan mencegah Hani agarnggak terus cinta sama aku perlahan – lahan, piker Kencana. Karena jujur, Kencana nggak mau Hani sakit hati.
Suatu hari… yang cerah mungkin. Jelas… kebalikan dari hari kemarin yang hujan deras. Hani seperti biasa mengemudikan bus Lestari Indah yang telah menjadi tumpuan hidupnya selama kurang lebih tiga tahun itu. Penumpang lumayan ramai… jadi mungkin penghasilannya sedikit bertambah… sambil mengumpulkan uang buat beli cincin blink – blink buat Kencana. Dan saat itulah sebuah truk berhenti mendadak di depan bus Hani, hingga mendadak ia berhenti. Kemudian ia menyalip truk itu. tapi naas, saat itu truk tersebut jalan lagi. Hingga secara terkejut Hani berusaha menghindar dari truk itu dan truk di depannya. Yah, daripada parah, mendingan nabrak pohon atau masuk jurang, piker Hani. Namun ternyata bus itu terguling di pekarangan kosong penuh pohon pisang.
Teriakan penumpang mengiringi kecelakaan itu. Sementara Hani sudah tak berdaya di depan. Terjepit badan bus. Ia hanya bisa mengerang kesakitan, dan akhirnya… pingsan.
-o0o-
Aduh… kenapa sih, aku harus naik busnya Hani, piker Kencana siang itu. dan terpaksa ia duduk di samping Hani. Tapi… kok tangan Hani yang kiri seperti diperban. Kayak orang patah tulang gitu.
“Han…” ujar Kencana sedikit panic. “Kamu kena-” tiba – tiba perkataan Kencana terputus.
“Nggak papa… biasa aja…” kata Hani seraya terus mengemudi.
“Tapi tangan kamu sampe diperban gitu, Han…” ujar Kencana seraya mencoba memegang tangan Hani.
“Nggak papa…” kata Hani lagi.
“Ehem…” Setyo tiba – tiba muncul dibelakang Kencana. “Kita abis kecelakaan kemarin. Si Hani kejepit bus kemarin… makanya tangannya sampe parah gitu…”
“Setyo… kamu apaan sih…” Hani memprotes komentar sahabat karibnya itu.
Mendengar penjelasan Setyo, Kencana menjadi kaget. “Han… kenapa kamu nggak bilang sama aku…”
Lama Hani tak menjawab pertanyaan Kencana. Sudahlah… buat apa aku bilang sama kamu. Ia tahu, percuma jika Hani bilang kepada Kencana soal kecelakaan yang menimpa dirinya. Yang membuat tangannya lecet besar dan kakinya memar. Tetaplah Kencana tak akan peduli padanya. Ia tahu, saat ini Kencana peduli padanya karena hanya basa – basi saja.
“Percuma tau aku bilang sama kamu. Kamu nggak mungkin peduliin aku. Kamu bakalan cuekin aku.” Jawab Hani kemudian.
Kencana menoleh. Hani memandang Kencana. “I… iya, sori kemarin aku cuek sama kamu. Aku tau, kita nggak mungkin bersatu walau aku punya rasa yang sama seperti kamu, Han. Karena… yah, karena itu… aku yakin kamu tau penyebabnya. Tapi Han, aku masih punya rasa iba saat ngeliat kamu menderita seperti ini…”
“Aku udah menderita sejak kamu cuekin aku…” jawab Hani.
Kencana tersentak. “Maafin aku, Han…”
Hani hanya tersenyum. Ia mencoba memegang tangan Kencana dengan tangan kirinya. Walaupun nyeri sedikit dirasakannya.
“Kamu nggak libur kerja aja? Tangan kamu parah banget… sampe selengan gitu…” kata Kencana.
“Nggak… ini buat kamu…”
-o0o-
Dag – dig – dug Hani menginjakkan kakinya di rumah besar itu. Bagai puri… jauh banget kalo dibandingin dengan kontrakannya yang kecil. Yah, tapi ini buat Kencana. Kalo nggak sekarang… kapan lagi?
“Han…” Kencana tiba – tiba muncul seraya menghampiri Hani. “Aduuh… ntar kalo Mama tau gimana… aku nggak mau kamu kenapa – kenapa, Han…”
“Kencana, aku cuma pengen tau rumah kamu aja. Oke, aku pulang dulu ya…” Hani kemudian pergi meninggalkan rumah itu.
Tak lama kemudian, Mama datang. Mama heran melihat Kencana yang sedikit gugup. “Tadi itu siapa…”
“Oh, itu… emm… temen aku, Ma…” jawab Kencana.
Kayaknya… aku pernah melihat pemuda itu, piker Mama. Itu kan, sopir bus Lestari Indah yang udah nyelamatin Mama dari perampok, dan saat Mama hamper keserempet. Wah, gimana caranya, aku harus tau hubungan Kencana dengan dia. Kalo Kencana sama dia, lumayan. Pemuda itu pemuda baik. Ulet dalam bekerja sepertinya.
-o0o-
“Kencana, hari ini Mama akan menjodohkan kamu dengan seseorang…” kata Mama hari itu.
“Sa… sama siapa, Ma?” Kencana penasaran.
Mama tak menjawab. Mama hanya tersenyum sambil mengajak Kencana untuk menuju ruang tamu. Kencana sendiri masih penasaran, kenapa Mama tak cerita soal ini jauh – jauh hari sebelum acara dimulai.
Dan, ketika sampai di ruang tamu… bgeitu terkejutnya Kencana saat melihat Hani berdiri disertai orang tuanya. Wajahnya berseri – seri. Begitu pula Kencana.
“Kencana… kami akan menjodohkan kamu dengan Hani Putradamara ini…” kata Mama kemudian.
Kencana tersenyum. Percaya tak percaya ia mendengar semuanya. Ia tak menyangka, Mama akan merestui hubungannya dengan Hani, sopir bus Lestari Indah itu.
Segera perjodohan itu disetujui. Dan saat itulah Kencana dan Hani mulai menjalin cinta mereka.
-o0o-
“Sayang…” panggil Rico.“Kamu nggak papa kan…”
“Iya… hati – hati ya…” jawab Kencana.
“Pasti… aku berangkat ya…” kata Rico. Kemudian ia pergi menuju bandara.
Kencana masih menatap mobil Rico yang melaju dari halaman rumahnya, kemudian melaju di jalan raya. Esoknya, tiba – tiba ada telepon dari pihak maskapai penerbangan. Suatu berita yang mengejutkan. Dan… membuat Kencana semakin percaya akan perasaan tak enak yang menghinggapinya ketika Rico akan terbang.
Kata maskapai penerbangan, pesawat Rico mengalami kecelakaan di suatu daerah. Pesawat jatuh di areal hutan. Sebagian besar penumpang tewas, namun beberapa luka parah. Sedangkan Rico sendiri…
“Sang pilot… meninggal dunia…” ujar petugas maskapai penerbangan.
“APAAAAA…..???” Kencana berteriak histeris mendengar kabar itu. Dilepaskannya gagang telepon rumah itu. Seketika ia lemas.
“Maa… Mama…” panggil Kencana.
“Ada apa sih, Sayang…” Mama heran melihat mata Kencana sembab.
“Rico Maa….” Ujar Kencana. “Rico… Rico… meninggal… dunia, Maa….”
“Ya Allah…” ujar Mama kaget. “Sabar ya, Kencana…”
-o0o-
Sudah beberapa bulan terlewati. Namun, Kencana masih belum bisa melupakan Rico. Sosok pilot muda yang amat dicintainya itu. Dan… ia masih tak rela Rico pergi.
Pagi itu terpaksa ia menaiki bus antar kota untuk pergi ke kampusnya, karena mobilnya mogok. Dengan langkah gontai ia menuju halte untuk menunggu bus. Tak lama kemudian, muncul sebuah bus. Ia segera menyetopnya dan naik ke atasnya. Bus itu penuh, hamper semua bangku terisi. Hanya tinggal sepasang bangku yang masih kosong. Bangku dekat sopir. Kencana segera menuju bangku itu dan duduk di sana.
Tanpa sengaja dipandangnya sang sopir. Sopir itu masih muda… dan… Kencana benar – benar terkejut melihat sang sopir. Ia seakan melihat Rico saat itu.
Tanpa terasa Kencana sudah sampai di kampus. Ia segera turun. Dan masih memikirkan sopir bus AKDP atau Antar Kota Dalam Propinsi yang betul – betul mirip Rico itu.
“Hei…” tiba – tiba Neysa, temannya, datang. “Ngelamun apa sih…”
“Itu tuh… tadi aku naik bus ke sini. Terus aku lihat sopirnya, mirip banget sama Rico.” Kata Kencana.
“What?? Bus apa sih??” Neysa tiba – tiba penasaran.
“Lestari Indah…” ujar Kencana.
“Itu kan… Hani…” ujar Neysa.
“Tau banget…”
“Tetangga aku…”
Siang itu Kencana pulang kuliah dengan naik bus antar kota lagi. Untung saja busnya cepat datang. Ketika akan turun, ia bilang kepada kondekturnya. Sang kondektur-pun bilang kepada sopir. Dan anehnya, si sopir seakan tahu, seakan menghafalkan dimana rumah Kencana. Kencana secara refleks menoleh kea rah sopir. Hani…
Esok harinya, Kencana baru pulang belanja di toko depan rumahnya. Saat itu lewatlah bus Hani. Jalan sepi – sepisaja. Namun… tampak Hani membunyikan klakson bus, sehingga Kencana melihat bus itu. What??
-o0o-
Singkat cerita saja… Kini Hani telah mengenal Kencana. Melalui suatu perkenalan yang entah dimulai darimana, tapi yang jelas pertama kali yang mengajak adalah Hani. Kencana-pun diam – diam menanti saat itu. Ia suka kepada Hani. Dan jelas… Hani juga suka kepada Kencana. Melalui tindakannya yang istimewa itu.
Hari itu hujan deras. Kencana pulang kuliah. Ia duduk disamping Hani. Dan betapa terkejutnya ia saat didapatinya bunga mawar merah tergeletak di depannya. Ini bunga siapa.. juga.
“Kencana… itu buat kamu…” ujar Hani.
Kencana memandang Hani. Heran… namun diambilnya bunga itu. Apa sih, maksud Hani. Pertama ia tak menyangka bahwa Hani akan seperti itu.
Dan anehnya, setiap kali ia menaiki bus Hani, Hani mengemudikan bus dengan lembuuuuuut sekali.
“Kencana…” ujar Hani seraya tetap memegang setir.
“Apa…” jawab Kencana.
“Kamu suka nggak sama aku…” kata Hani.
Kencana terkejut. Ini sopir ngapain sih, bilang kayak gitu. Percaya tak percaya Kencana mendengar semuanya.
“Nggak…” jawab Kencana.
“Kalo gitu… aku yang suka sama kamu…” ujar Hani.
-o0o-
Kencana masih terdiam mendengar perkataan Hani yang blak – blakan tanpa basa – basi terlebih dahulu. Tanpa memberinya kesempatan untuk beradaptasi dengan keadaan. Hani begitu cepat , mengungkapkan semuanya. Sebenaranya nggak cepat – cepat amat sih… sekitar satu bulan yang lalu. Kencana bingung… tak mungkin ia menjawab semuanya dengan cepat secepat Hani mengungkapkan perasaannya. Haruskah ia bilang…. Ya? Tapi ia tak siap. Haruskah ia bilang… Tidak? Hani akan sakit hati karenanya.
“Han… aku turun sini…” Kencana tiba – tiba ingin turun. Ya, sudah sampai di rumahnya.
Hani spontan menghentikan laju kendaraannya. Kencana turun. Sementara itu Hani terdiam seraya terus melajukan kendaraannya lagi dan menatap Kencana. Inikah… jawaban Kencana? Hani, kau terlalu berani untuk menembak Kencana menjadi kekasihmu. Tidak! Ini cinta, dan tidak memandang derajat. Kencana… mungkin inilah yang akan dikatakan Hani. Ia benar – benar cinta kepada Kencana. Namun… ia tahu semuanya. Kencana adalah gadis yang cantik dan… kaya raya. Anak konglomerat. Pengusaha.
“Hani…..” panggil Setyo, kondekturnya. “Lu denger nggak sih… ada yang turun di Semangka… Semangka Han…!!!”
Hani terkejut. Dilambatkannya laju busnya kemudian berhenti. Ia tak menyangka, karena Kencana-kah ia tak konsentrasi bahkan tak sadar saat Setyo meneriakkan nama Semangka padanya?
“Han… kamu kenapa sih?” tanya Setyo saat bus agak sepi.
“Nggak… kamu tau kan, sama cewek yang tadi turun di Nangkasari… Aku suka sama dia. Tapi dia nolak aku…” cerita Hani.
“Han… dia itu cewek kaya. Dan… aku kira dia nolak kamu karena…” perkataan Setyo langsung terputus.
-o0o-
Malam itu Kencana melamun di beranda kamarnya. Ia rasa semuanya begitu cepat. Dan… walaupun ia memiliki rasa yang sama seperti Hani, ia tak mungkin menerima Hani. Tak mungkin… Karena… Hani itu tak seperti apa yang diharapkan mamanya. Ya, Mama ingin Kencana memiliki calon suami seperti Rico nantinya. So, bukannya Hani itu seperti Rico? Ya, tapi Hani itu… jelas, dari segi materi memang kurang. Bandingkan dengan Rico, yang segalanya mewah. Memang sepadan dengan hasil kerja kerasnya sebagai pilot. Dan, tidak… itu semua bukan berarti merendahkan pekerjaan Hani. Pekerjaan Hani juga mulia. Mengantarkan penumpang ke tempat tujuan. Siang malam, tanpa henti dan sedikit istirahat.
Ah, tapi aku itu cinta Hani… tapi aku nggak berani terima kamu. Apa jadinya nanti kalau Mama mencemooh kamu, Hani…
“Tipe kayak Kencana itu, suka cowok berduit…” kata Setyo malam itu.
“Iya sih..” kata Hani seraya menyeruput kopi. “Tapi… aku harus gimana lagi. Aku nggak bisa ngelakuin apa – apa selain… ini doang.”
“Cinta itu butuh pengorbanan…” kata Setyo.
Hani hanya terdiam. Ia tahu, cinta butuh pengorbanan. Tapi harus gimana lagi sih…Susah amat sih, punya gebetan orang kaya…
-o0o-
Siang itu Hani hanya jalan – jalan sendirian. Menyusuri pasir – pasir berkilat karena panas, yang terkadang beterbangan ditiup angin. Jalanan agak rame, seperti biasanya. Hari ini dia libur kerja. Dan… bosan mungkin di rumah. Tapi, kalau kerja kadang capek banget. Memang serba susah. Lagi – lagi ia teringat Kencana, bagaimana Kencana saat ini. Apakah ia masih sendiri, atau mungkin sudah menemukan cowok yang sepadan dengan dia. Ah, kenapa aku dipertemukan dengan Kencana bila akhirnya seperti ini…
Ketika itulah, seorang ibu berjalan membawa barang yang banyak. Tampak menunggu kendaraan di pinggir jalan. Mungkin dari swalayan di dekat pertigaan itu. tetapi… tiba – tiba saja sebuah mobil serasa menyerempet ibu itu. Kontan saja Hani menarik ibu itu ke pinggir dekat tembok.
“Waduh…” ibu itu tampak tegang, takut. “Makasih ya, Nak. Kalo nggak ada kamu, nggak tau tadi ibu gimana. Soalnya mobil itu kencang banget…”
“Nggak papa, Bu. Tapi, Ibu nggak papa kan?” tanya Hani seraya membantu membereskan barang – barang yang jatuh.
“Nggak papa…” kata ibu itu. “Oke, saya duluan ya…” ibu itu memberhentikan sebuah bus.
Hani hanya tersenyum. Seraya ia terus berjalan. Ah, andai saja tadi itu ibunya Kencana. Mungkin ada kesempatan buat aku untuk jadi penghuni hati Kencana. Karena aku udah nyelamatin ibu itu.
-o0o-
Beberapa bulan berlalu. Ih, cepet banget ya. Ya iyalah… kan hari gini waktu tambah cepat.
Hani masih memiliki rasa seperti dulu. Mencintai Kencana dan menyayanginya. Oke, oke… walau ia tahu seperti apa reaksi Kencana akhir – akhir ini. Yang suka cuek kalau ngeliat dia. Karena…
Ya, Kencana tahu bagaimana reaksi keluarganya bila nantinya ia menggandeng Hani sebagai calon suaminya. Pasti kata tidak level dominan dari jawaban mereka. Tak usah… nggak usah deh pake cerita dulu sama Mama. Karena walaupun Kencana bercerita soal kebaikan Hani dan kesetiaannya, tidak cukup untuk mendukungnya tetap jadian dengan sopir Lestari Indah itu. Karena pasti yang utama adalah materi, penampilan dan profesi Hani. Minimal dia harus berjas gitu. Nggak berjas… nggak tahu lah. Mending aku harus menjauhi dan mencegah Hani agarnggak terus cinta sama aku perlahan – lahan, piker Kencana. Karena jujur, Kencana nggak mau Hani sakit hati.
Suatu hari… yang cerah mungkin. Jelas… kebalikan dari hari kemarin yang hujan deras. Hani seperti biasa mengemudikan bus Lestari Indah yang telah menjadi tumpuan hidupnya selama kurang lebih tiga tahun itu. Penumpang lumayan ramai… jadi mungkin penghasilannya sedikit bertambah… sambil mengumpulkan uang buat beli cincin blink – blink buat Kencana. Dan saat itulah sebuah truk berhenti mendadak di depan bus Hani, hingga mendadak ia berhenti. Kemudian ia menyalip truk itu. tapi naas, saat itu truk tersebut jalan lagi. Hingga secara terkejut Hani berusaha menghindar dari truk itu dan truk di depannya. Yah, daripada parah, mendingan nabrak pohon atau masuk jurang, piker Hani. Namun ternyata bus itu terguling di pekarangan kosong penuh pohon pisang.
Teriakan penumpang mengiringi kecelakaan itu. Sementara Hani sudah tak berdaya di depan. Terjepit badan bus. Ia hanya bisa mengerang kesakitan, dan akhirnya… pingsan.
-o0o-
Aduh… kenapa sih, aku harus naik busnya Hani, piker Kencana siang itu. dan terpaksa ia duduk di samping Hani. Tapi… kok tangan Hani yang kiri seperti diperban. Kayak orang patah tulang gitu.
“Han…” ujar Kencana sedikit panic. “Kamu kena-” tiba – tiba perkataan Kencana terputus.
“Nggak papa… biasa aja…” kata Hani seraya terus mengemudi.
“Tapi tangan kamu sampe diperban gitu, Han…” ujar Kencana seraya mencoba memegang tangan Hani.
“Nggak papa…” kata Hani lagi.
“Ehem…” Setyo tiba – tiba muncul dibelakang Kencana. “Kita abis kecelakaan kemarin. Si Hani kejepit bus kemarin… makanya tangannya sampe parah gitu…”
“Setyo… kamu apaan sih…” Hani memprotes komentar sahabat karibnya itu.
Mendengar penjelasan Setyo, Kencana menjadi kaget. “Han… kenapa kamu nggak bilang sama aku…”
Lama Hani tak menjawab pertanyaan Kencana. Sudahlah… buat apa aku bilang sama kamu. Ia tahu, percuma jika Hani bilang kepada Kencana soal kecelakaan yang menimpa dirinya. Yang membuat tangannya lecet besar dan kakinya memar. Tetaplah Kencana tak akan peduli padanya. Ia tahu, saat ini Kencana peduli padanya karena hanya basa – basi saja.
“Percuma tau aku bilang sama kamu. Kamu nggak mungkin peduliin aku. Kamu bakalan cuekin aku.” Jawab Hani kemudian.
Kencana menoleh. Hani memandang Kencana. “I… iya, sori kemarin aku cuek sama kamu. Aku tau, kita nggak mungkin bersatu walau aku punya rasa yang sama seperti kamu, Han. Karena… yah, karena itu… aku yakin kamu tau penyebabnya. Tapi Han, aku masih punya rasa iba saat ngeliat kamu menderita seperti ini…”
“Aku udah menderita sejak kamu cuekin aku…” jawab Hani.
Kencana tersentak. “Maafin aku, Han…”
Hani hanya tersenyum. Ia mencoba memegang tangan Kencana dengan tangan kirinya. Walaupun nyeri sedikit dirasakannya.
“Kamu nggak libur kerja aja? Tangan kamu parah banget… sampe selengan gitu…” kata Kencana.
“Nggak… ini buat kamu…”
-o0o-
Dag – dig – dug Hani menginjakkan kakinya di rumah besar itu. Bagai puri… jauh banget kalo dibandingin dengan kontrakannya yang kecil. Yah, tapi ini buat Kencana. Kalo nggak sekarang… kapan lagi?
“Han…” Kencana tiba – tiba muncul seraya menghampiri Hani. “Aduuh… ntar kalo Mama tau gimana… aku nggak mau kamu kenapa – kenapa, Han…”
“Kencana, aku cuma pengen tau rumah kamu aja. Oke, aku pulang dulu ya…” Hani kemudian pergi meninggalkan rumah itu.
Tak lama kemudian, Mama datang. Mama heran melihat Kencana yang sedikit gugup. “Tadi itu siapa…”
“Oh, itu… emm… temen aku, Ma…” jawab Kencana.
Kayaknya… aku pernah melihat pemuda itu, piker Mama. Itu kan, sopir bus Lestari Indah yang udah nyelamatin Mama dari perampok, dan saat Mama hamper keserempet. Wah, gimana caranya, aku harus tau hubungan Kencana dengan dia. Kalo Kencana sama dia, lumayan. Pemuda itu pemuda baik. Ulet dalam bekerja sepertinya.
-o0o-
“Kencana, hari ini Mama akan menjodohkan kamu dengan seseorang…” kata Mama hari itu.
“Sa… sama siapa, Ma?” Kencana penasaran.
Mama tak menjawab. Mama hanya tersenyum sambil mengajak Kencana untuk menuju ruang tamu. Kencana sendiri masih penasaran, kenapa Mama tak cerita soal ini jauh – jauh hari sebelum acara dimulai.
Dan, ketika sampai di ruang tamu… bgeitu terkejutnya Kencana saat melihat Hani berdiri disertai orang tuanya. Wajahnya berseri – seri. Begitu pula Kencana.
“Kencana… kami akan menjodohkan kamu dengan Hani Putradamara ini…” kata Mama kemudian.
Kencana tersenyum. Percaya tak percaya ia mendengar semuanya. Ia tak menyangka, Mama akan merestui hubungannya dengan Hani, sopir bus Lestari Indah itu.
Segera perjodohan itu disetujui. Dan saat itulah Kencana dan Hani mulai menjalin cinta mereka.
-o0o-
PROFIL PENULIS
Saya Ypriliansi Nora Evita, asal Bondowoso. kali ini ada cerpen yang mengisahkan kisah cinta antara sopir bus dan gadis kaya raya. cerita ini merupakan imajinasi saya. semoga bermanfaat bagi anda. terima kasih.
Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.
Post a Comment