Pikiran sehat saat tubuh kita sakit
Hari ini jutaan orang masih berbaring dan tersebar disemua rumah sakit di seluruh dunia. Hal itu disebabkan oleh terjadinya gangguan kesehatan yang mereka alami. Mereka menunggu datangnya kesembuhan. Masa penantian itu bisa berlangsung dalam hitungan hari, minggu, bulan, bahkan ada yang tahun. Sebagian pasien meninggalkan rumah sakit karena dinyatakan sembuh, sebagian karena tak mampu meneruskan biaya perawatan dan sebagian lagi karena dinyatakan meninggal.
Pada awalnya, ketika mereka pergi ke dokter untuk memeriksakan gangguan kesehatan yang mereka alami, dokter menanyakan keluhan fisik yang dialami. Dengan stetoskopnya, dokter mendiagnosis penyakit yang diderita sehubungan dengan keluhan fisik pasien. Tidak semua keluhan terungkap, karena sebagian masih disimpan dalam pikiran. Memang benar, bila kita memeriksakan gangguan kesehatan, apa yang bisa kita sampaikan hanya sebatas keluhan fisik semata, sementara apa yang menjadi beban pikiran adalah urusan kita sendiri.
Faktanya, pada saat kita dinyatakan mengindap penyakit ini atau itu, pikiran kita langsung ikut jatuh sakit. Itulah salah satu penyebab mengapa banyak orang mengalami gangguan kesehatan yang semakin memburuk. Pikiran mereka terperangkap dalam tubuh yang sakit. Kata “sembuh” terasa jauh dari kenyataan, meski kita telah berusaha semaksimal mungkin dengan “membeli kesembuhan” bahkan mungkin hingga ke luar negeri.
Fenomena Pikiran Sehat.
Semua orang yang pernah mengalami jatuh sakit pasti tahu kemana harus mencari kesembuhan. Pada umumnya mereka pergi ke dokter dengan biaya yang bisa disediakan. Bila para dokter spesialis sudah “angkat tangan” atas penyakit yang diderita pasien, maka para pasien mulai berpikir tentang pengobatan alternatif. Hal yang sama juga dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki biaya.
Pengobatan tradisional hingga mungkin sampai dengan perdukunan menjadi pilihan. Semua upaya itu bersumber dari keinginan kita untuk sembuh. Sembuh telah menjadi beban pikiran yang paling dominan dibandingkan hal-hal lain yang mulai diabaikan. Tak pernah terpikir bahwa dari dalam diri kita juga bersemayam sang penyembuh alternatif, yaitu pikiran kita sendiri. Sayang sekali, pikiran sudah terperangkap dalam tubuh jasmani yang sakit.Lalu, bagaimana sebaiknya ? tentu saja dengan menyehatkan pikiran terlebih dahulu. Kesulitan tubuh jasmani dalam meraih kesembuhan disebabkan oleh cara kerja pikiran kita yang secara alami tak terkendali. Pikiran akan menjadi sehat bila orang tidak menggunakan pikiran untuk menjelajahi masa lalu dan juga mencemaskan masa yang akan datang, melainkan membiarkan masa kini, atau hari ini, bahkan sebatas momentum saat ini saja yang mengisi pikiran kita. Apa yang sedang berlangsung dalam momentum saat ini, tak lain adalah fakta bahwa kita masih hidup, masih ada, dan hal itu ditandai dengan aktivitas kita saat bernapas.
Dari keinginan menjadi beban
Setiap orang sakit menginginkan kesembuhan. Keinginan yang begitu kuat itu lambat laun tanpa disadari telah menjadi beban pikiran, sebab kesembuhan itu ada di masa yang akan datang, yang tidak bisa dipastikan kapan dan bagaimana hal itu akan terjadi. Dengan kata lain, kesembuhan yang didambakan itu belum nyata karena masih berada di masa yang akan datang. Dalam waktu yang singkat, pikiran bisa meloncat kebelakang tanpa terkendali, lalu mengaduk-aduk masa lalu. Kemudian seseorang menyesali beberapa hal dan mulai membencinya karena menjadi penyebab kondisi sakitnya.
Kita menyalahkan sesuatu atau seseorang pada masa lalu. Jika dua cara pikir itu berpadu memasuki momentum hari ini, maka pada hari ini pikiran telah terjepit dua kekuatan negative yang akan semakin memperparah tubuh yang sedang sakit. Dua kekutan negative itulah yang mengakibatkan pikiran menjadi tidak sehat. Jika kita adalah orang sakit yang sedang membaca tulisan ini, disarankan untuk memutus hubungan antara pikiran kita dengan jalur yang menghubungkan dengan dua kekuatan negative dari masa lalu dan masa yang akan datang.Kedua masa itu tidak nyata. Kita tidak dapat menarik, mengulang atau memperbaiki masa lalu, selain itu, tak seorangpun tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, karena masa itu belum tiba. Realitas yang sebaiknya kita hadapi adalah realitas hari ini, dimana kita masih ada, masih hidup, namun tubuh kita sakit.Dari kesadaran itulah, kita mulai bersyukur. Pikiran kita akan berangsur-angsur sehat. Penyakit yang disebutkan dokter hanya berkaitan dengan prosedur penentuan obat, tidak ada hubungannya dengan vonis atas nasib kita. Jika kita bertanya kepada orang bijak, maka apapun yang kita alami hanya akan disebut sebagai gangguan kesehatan. Keinginan untuk sembuh tak perlu kita bawa berhari-hari hingga berbulan-bulan sebagai beban berat karena Tuhan sudah tahu apa yang kita inginkan.
Setia pada perkara kecil
Sangat jarang orang menggunakan pikirannya untuk mensyukuri keberadaan hidup pada hari ini, apalagi dalam keadaan sakit. Jika kita adalah orang yang terperangkap dalam tubuh jasmani yang sakit, ada baiknya mulai membangun kebiasaan memikirkan momentum yang nyata, yaitu kita masih hidup, ditandai dengan napas yang masih kita miliki.Bernapas tanpa memikirkan hal lai adalah proses menyehatkan pikiran, bagaimanapun kondisi tubuh kita, sehat atau sakit. Bila kita bisa mensyukuri napas yang masih kita miliki selama satu jam dalam sehari saja, kita telah berhasil memulihkan kemurnian pikiran kita.
Lalu bagaimana dengan penyakit yang ada dalam tubuh kita ? Tuhan akan bekerja melalui kemurnian pikiran kita saat kita hanya berpikir soal napas yang sedang berlangsung, dan dengan prose itu kita tidak akan ditarik biaya apapun, karena oksigen yang kita nikmati adalah milik Tuhan. Jika kita dianjurkan disiplin minum obat tiga kali sehari selama sakit, ada baiknya mencoba untuk disipin melakukan aktifitas tunggal bernapas tiga kali sehari, masing-masing selama 10 hingga 15 menit tanpa berpikir yang lain kecuali napas kita.
Bernapas sebagai aktifita tunggal adalah sebuah perkara kecil, namun bila kita setia melakukannya, pikiran kita akan sehat dan kemurniannya akan mempengaruhi miliaran mikron sel dalam tubuh yang setiap hari mati dan berganti dengan sel-sel yang baru. Sebagaimana kita tidak perlu memikirkan dari mana datangnya sel-sel baru itu, kita juga tidak perlu memikirkan datangnya kesembuhan, pikiran kita tidak akan mampu melihat keajaiban Tuhan di balik napas kita yang murni.
Efek samping dari aktifitas ini adalah kondisi tubuh yang semakin membaik, hari demi hari. Kita hanya diminta setia mengikuti proses ini, seperti menginstal software bernama “sembuh” melalui pikiran kita. Kita tidak perlu berpikir bagaimana hal itu berlangsung, karena berturut-turut tinggal menekan tombol bertuliskan “next” sampai proses “instalasi” itu selesai. Software itulah yang berkerja untuk kita.
Banyak pula orang berpikir bahwa kesembuhan datang dari luar tubuh kita, padahal bila kita memperhatikan, … berasal dari dalam diri si sakit sendiri, apa pun penyakitnya, ini lah pula yang pantas kita renungkan, sebelum penyakit menguasai alam pikir kita.
Oleh : Ign. Bambang Shakuntala,
Penulis buku Sebelum Anda Dinyatakan Sembuh, buku untuk orang sakit.
Gambar : wanitadankesehatan.blogspot.com
(Disari dari Majalah Utusan No. 02 Tahu ke-61 Februari 2011)
Post a Comment