Ads (728x90)

Latest Post

Kesehatan

Tips

Sejarah Hukum Pidana Masa Kolonial
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia hingga saat ini adalah hukum pidana peninggalan kolonial Belanda dengan karakternya yang tertulis (written law). 
Secara sosio-historis eksistensi hukum pidana tertulis yang diperkenalkan bersamaan dengan kedatangan Belanda merupakan hal baru bagi bangsa Indonesia. Kondisi dan bentuk utama hukum Indonesia pada waktu itu adalah hukum pidana adat yang sebagian besar tidak tertulis yang beraneka ragam dan berlaku di masing-masing kerajaan yang ada di Indonesia.
Belanda memperkenalkan dan memberlakukan hukum pidana tertulis dalam bentuk kodifikasi. De Bataviasche Statuten tahun 1642 dan Interimaire Strafbepalingen tahun 1848 merupakan dua peraturan pidana tertulis pertama yang diterapkan oleh Belanda walaupun dalam bentuknya yang sederhana, yang memuat aturan pidana yang berlaku bagi orang Eropa. Kedua peraturan itu masih mengandung asas hukum Belanda kuno dan hukum Romawi. Belanda juga memberlakukan peraturan lain yang bersandar pada Oud Hollands dan Reomeins Strafrecht. Sedangkan bagi orang Bumiputera atau orang Indonesia asli tetap berlaku hukum adat yang sebagian besar tidak tertulis.
Kualifikasi dalam arti sebenarnya, yaitu pembukuan segala peraturan hukum pidana, barulah dikenal pada tahun 1886. Melalui Staatblad 1886/No.55 pemerintah Hindia Belanda di Indonesia mulai memperkenalkan bentuk dan sistem hukum pidana kodifikatif kepada bangsa Indonesia, yakni dengan diberlakukannya Wetboek van Strafrech voor Europeanen (W.v.S.E). W.v.S.E sendiri diperuntukkan bagi orang Eropa yang tinggal di Indonesia. Sedangkan untuk golongan penduduk yang lain seperti Timur Asing dan Pribumi, masih menggunakan hukum pidana adat dari masing-masing golongan.
Tahun 1872 Belanda memberlakukan het Wetboek van Strafrecht voor Inlanders en daarmede Gelijkgestelden (W.v.S.N.I) yang termuat dalam Ordonantie tanggal 6 Mei 1872. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini diperuntukkan bagi orang-orang Indonesia dan orang-orang Timur Asing serta berlaku tanggal 1 Januari 1873. Dengan diberlakukannya W.v.S.N.I, maka eksistensi hukum pidana adat yang tidak tertulis tidak diakui sehingga semua jenis pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia maupun orang Timur Asing mengacu pasa W.v.S.N.I. Dengan demikian, pada waktu itu terdapat dua kitab undang-undang hukum pidana yang diberlakukan, yaitu Wetboek van Scrafrech voor Europeanen yang diperuntukkan bagi orang Eropa dan het Wetboek van Strafrecht voor Inlanders en daarmede Gelijkgestelden yang diperuntukkan bagi orang-orang Indonesia dan orang-orang Timur Asing.
Berlakunya dua aturan tersebut menimbulkan dua konsekuensi. Pertama, terjadinya dualisme hukum dalam hal berlakunya KUHP di Indonesia sejak tahun 1972. Kedua, aturan hukum pidana yang lama yaitu tahun 1642 dan tahun 1848 tidak berlaku lagi. Demikian pula hukum pidana adat yang berlaku di daerah-daerah yang dijajah dihapuskan dan semua orang-orang Indonesia tunduk pada satu KUHP saja, kecuali daerah swapraja.
Dualisme hukum tersebut baru berakhir pada tahun 1915, yaitu saat pemerintah Kerajaan Belanda yang membawahi langsung pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia memberlakukan Staatsblad 1915/No.732. Staatsblad ini berlaku di Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Ratu Belanda yang diberi nama Koninklijk Besluit van Strafrecht voor Nederlandsch Indie, dan karena beberapa penyempurnaan baru efektif tahun 1918. Sejak saat itu, W.v.S.N.E dan W.V.S.N.I akhirnya menjadi terhapus. Dengan kata lain, sejak berlakunya W.v.S.N.I pada tahun 1918 di Indonesia telah terjadi unifikasi hukum pidana. Dilihat dari substansinya, W.v.S.N.I sendiri merupakan turunan dari KUHP Belanda yang dibuat tahun 1881, walaupun tidak sama persis. Perubahan-perubahan dan penyesuaian-penyesuaian dilakukan agar eksistensinya sesuai dan kontekstual dengan kondisi Indonesia. Namun demikian, asas-asas dan landasan filsafatnya tetap sama dengan KUHP Belanda.
KUHP Belanda merupakan turunan dari Code Penal Prancis karena Belanda pernah dijajah Prancis mulai tahun 1811 sampai tahun 1813 ketika Napoleon Bonaparte menjadi Raja Prancis. Meskipun penjajahan Prancis berakhir pada tahun 1813, Code Penal Prancis tetap diberlakukan di Belanda yang ditetapkan dalam Koninkrijk Besluit yang menentukan bahwa untuk sementara Code Penal masih berlaku dengan diadakan perubahan-perubahan. Belanda juga telah megusahakan membentuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, namun mengalami kegagalan. Tahun 1870 Belanda membentuk suatu panitia untuk merancang KUHP yang bersifat Nasional.
Tahun 1875 panitia tersebut berhasil membentuk dan meyelesaikan rancangan KUHP Belanda yang akan menggantikan Code Penal dan meyerahkannya kepada Menteri Kehakiman. Setelah itu, Menteri Kehakiman mengajukan rancangan KUHP tersebut kepada Tweede Kamer tahun 1879 dan baru disetujui pada tanggal 3 Maret 1881 setelah diadakan perubahan secukupnya. Dengan demikian, Belanda berhasil membentuk KUHP Nasional yang menggantikan Code Penal dan dinyatakan berlaku tahun 1886 dengan nama Wetboek van Strafrecht. Code Penal Prancis sendiri digunakan sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Belanda selama 75 tahun.
Saat Jepang menjajah Indonesia keberadaan W.v.S.N.I yang berlaku secara efektif tahun 1918 tetap diberlakukan oleh pemerintah Jepang dengan mengeluarkan Peraturan yang menetapkan bahwa S.1915 Nomor 732 atau W.v.S.N.I dinyatakan tetap berlaku. Pasal 3 Undang-Undang No.1 Pemerintah Jepang menyatakan bahwa semua undang-undang dan peraturan-peraturan dari pemerintah Hindia Belanda tetap berlaku, selama tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah Tentara Jepang. Oleh Jepang W.v.S.N.I disebut dengan Too Indo Keihoo.
Daftar Pustaka :
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
M. Abdul Kholiq, Buku Pedoman Kuliah Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2002.
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Keempat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Cetakan Keempat, Eresco, Bandung, 1986.
Samidjo, Ringkasan dan Tanya Jawab Hukum Pidana, Armico, Bandung, 1985. 

Post a Comment