STANGER
Karya Maratu Latifa
Bagas adalah pangeran idaman setiap gadis yang melihatnya, dengan segala kekayan berupa materil maupun fisik ia benar – benar terlihat sempurna. Ditambah tampang yang sangat tampan melebihi tampannya Fedi Nuril, juga perawakan yang tegap bak atlet sepak bola professional. Apalagi keluarnya adalah presiden direktur disuatu perusahaan swasta terkenal di Bandung, menambah nilai plus. Dan jangan salah dengan kemampuan otaknya, bahkan ia mendapat julukan “A Genius One” karena tak ada satupun siswa yang mampu menyaingi ke-geniusan Bagas.
Dari segala kesempurnaan tersebut hanya satu kejelekan Bagas yang begitu nyata. Ia tak pernah mau peduli dengan lingkungan sekitarnya. Sikap cuek, angkuh dan sombong itulah yang telah menyandang sebagai predikat buruk pada dirinya sejak ia dibangku sekolah dasar. Sifat egois dan dingin tersebut yang membuat orang – orang takut juga tak berani mengusik sang raja. Jika sampai membangunkan sang raja yang tengah terlelap tidur diatas segala – galanya, maka sama saja dengan mengantarkan nyawa untuk disuguhkan sebagai makan malam bagi sang raja iblis.
Stanger |
Seharusnya, bahkan sudah keharusan bagi setiap orang yang mengetahui atau mendengar saja sifat asli Bagas mereka harus dengan segera mengepak semua kata – kata manis yang sudah disiapakan untuk menyapa Bagas dan membawa pergi niat baik tersebut jauh – jauh, bahkan jika perlu buang saja ke Timbuktu. Akan tetapi pamali tersebut lagaknya tak berlaku bagi Arini. Gadis manis dengan lesung pipi yang membuat gadis tersebut semakin manis ketika tersenyum, gadis dengan rambut panjang diikat dua khas anak desa, gadis polos yang dengan terang – terangan mengatakan bahwa ia sangat terobsesi dengan Bagas, idolanya. Pernyataan blak – blakan Arini kontan membuat teman – temannya kaget dan tak setuju. Mike, Ajeng juga Betta sangat tidak setuju dengan selera Arini yang kelewat abnormal. Meskipun ketiga sahabat Arini selalu menasehati untuk tidak menanggapi lebih lanjut rasa kagumnya pada Bagas, gadis ini malah tak mendengarkan bahkan selalu melengos.
Beruntung, Arini sekelas dengan Bagas ketika mereka masuk ke kelas XI IPA 1, sedangkan sahabat – sahabat Arini memencar di jurusan IPA dan IPS. Saat hari pertama tahun pelajaran baru dan mendapati dirinya satu kelas dengan sang idola, Arini bagaikan berada di surga, seperti mimpi. Ia juga dengan sengaja duduk dibelakang bangku Bagas persis, hanya untuk memenuhi rasa terobsesinya terhadap Bagas. Hari pertama berlalu terlalu mulus, ia bisa dengan puas memandangi Bagas dari belakang dan terus – terusan mengagumi kesempurnaan Bagas.
Dihari – hari selanjutnya Arini semakin gencar membuntuti ke mana pun Bagas pergi, malah sampai nekad mengikuti Bagas hingga didepan kamar mandi cowok. Bukannya Bagas tak peka hanya saja ia tak ingin menggople lebih lanjut kelakuan abnormal Arini, ia juga sadar akan kepesatan jaringan informasi Arini untuk mengetahui segala hal akan dirinya. Sampai ia sadar jika kelakuan Arini sudah diambang normal dan membuatnya risih dengan kelakuan Arini yang terang – terangan mengorek lebih dalam tentang kehidupan pribadi serta tentang masalah dalam keluarganya yang amat rahasia. Dan hari itu Bagas benar – benar sudah diambang kesabaran. Ia berniat melabrak.
BRAK!
“ Jadi, apa tujuan lo!” bentak Bagas kepada gadis polos yang kini bertampang bingung juga panic.
“ E-eh, ma – maksud lo apa Gas?” Tanya Arini kikuk dan tak mengerti. Bagas menyipitkan mata dan mendesis.
“ Emang lo kira selama ini gue gak tau kalo LO nge-stalk gue, hah!” bentak Bagas keras sehingga membuat Arini kaget bukan kepalang dan semakin panic. Keringat dingin mulai bercucuran dipelipis gadis itu, kini tak ada senyum lesung pipit manis diwajahnya, yang ada adalah wajah penuh dengan penyesalan dan ketakutan yang berlebih. Apalagi posisi mereka sangat rawan kerasukan setan, yaitu Bagas menahan Arini dengan kedua tangan ditembok dan jarak pandang serta jarak antar muka hanya tiga puluh centi. Sebenarnya Arini sering ber – fantasy berada dalam posisi hot seperti ini di otaknya yang tentu saja dengan lawan main yang sama tetapi dengan situasi yang beda, penuh cinta dan indah. Namun kenyataannya kini adalah jebakan. Jika salah sedikit. BUM! Tamatlah sudah.
“ a-aku…” kini suara Arini semakin bergetar, seperti ingin menangis.
“…” Bagas diam dan menatap tajam tepat kemanik mata indah Arini, sedangkan gadis itu semakin takut dan gusar dengan tatapan maut Bagas.
“ maaf!” Arini menepis tangan kanan Bagas dan membuat pintu sehingga ia bisa kabur. Arini tak sempat benar – benar meminta maaf, dan langsung berlari sambil menangis sesenggukan. Dan Bagas hanya berdiri diam mematung tanpa melakukan pergerakan apapun. Ia kesal, ia marah besar dengan segala kekacauan dan keonaran yang dilakukan gadis mungil yang selalu duduk tepat dibelakangnya.
Sejak hari itu baik Bagas maupun Arini benar – benar lost contac. Bukan berarti sebelumnya mereka pernah benar – benar akrab, akan tetapi kali ini antara keduanya seperti tak mengenal satu sama lain. Arini yang biasanya selalu heboh berisik sendiri dan duduk tepat dibelakang Bagas kini berpindah haluan. Karena biasanya ia selalu duduk dibangku kedua dari belakang dan dekat tembok sebelah kanan bersama si cupu Udin, kini Arini migrasi kebangku paling depan pojok kiri bersama si ranking dua Kevin. Bagas sadar akan pergerakan Arini yang mulai menjauh, tapi ternyata ia salah, meskipun kini Arini telah berpindah tempat diam - diam ia masih mengawasi Bagas. Entah mengapa, diperhatikan sedemikian rupa oleh seseorang yang kemarin baru saja ia labrak bukannya membuat hatinya luluh, malah semakin membuat hatinya panas dan marah. Bagas merasa, labrakanya kemarin sia-sia saja.
Hingga suatu hari, pulang sekolah tepatnya, munculah Olivia. Cewek paling modis dan modern yang dijuluki Ratu Kecantikan oleh seluruh warga SMA Bangsa. Olivia adalah ikon ideal bagi para cewek, ia memiliki kaki dan tangan yang panjang, jari – jari yang lentik, rambut bergelombang ala salon mahal dan wajah yang perfect. Apalagi Olivia adalah anak dari pemilik saham terbesar di SMA Bangsa dan orang tuanya sangatlah kaya raya. Jadi dengan segala kekayaan dan kesempurnaan hidup Olivia membuatnya diatas angin dan merasa berhak atas segala yang ia inginkan menjadi kenyataan. Juga siang itu, didepan seluruh anak kelas XI IPA 1 Olivia beserta bala pengikutnya atau biasa dipanggil The Charlies Angels Gank, berdiri dan menantang muka dengan Bagas. Suasana kelas yang tadinya riuh tiba – tiba menjadi senyap bak kuburan. Begitu pula reaksi Arini, sebelumnya ia tak pernah melihat langsung wajah cantik Olivia, jadi ia langsung diam dan berhenti mengepak barang.
“ hmm, kok tiba – tiba jadi sepi? Atau IPA 1 itu kuburan?” ejek Olivia dibawah wajah cantik salonnya, membuat Rudy sang ketua kelas mengepal tinju yang dicegat oleh Kevin.
“ ada perlu apa lo?” Tanya Bagas malas tanpa menatap Olivia dan kembali mengepak barang.
“ gue ada perlu sama lo.” Bidik Olivia sambil mengacungkan telunjuk tepat didepan jantung Bagas. Yang kemudian dengan cepat ia tepis, membuat seluruh isi kelas kaget dengan gerakan tiba – tiba Bagas. Begitu pula Arini yang sama kaget dan semakin penasaran.
“ nggak usah basa – basi.” Desis Bagas menahan marah, sambil menatap tajam kemata macan betina Olivia.
“ oke, gue Cuma mau ngomong …”
Seisi kelas menahan nafas secara serempak, semakin dibuat penasaran dan kepo. Suasana kelas kini semakin hening layaknya kuburan angker.
“ Lo, Bagas Adityarama, gue cinta sama lo, lo mau nggak jadi pacar gue?”
Bagaikan baru menonton bom atom dijauhkan dari udara oleh sang Ratu Olivia, seluruh siswa dibuat kaget dengan pernyataan frontal dan blak – blakan tersebut. Ada yang bisik – bisik tetangga ada juga yang berdecak tak percaya. Malah Rudy yang tadinya ingin menonjok muka persolen Olivia sampai dibuat pingsan, membuat Kevin kewalahan. Sedangkan Bagas hanya menyerngitkan alis atas pernyataan Olivia, jujur saja ia tak tertarik akan hal ber-bau – bau cinta seperti ini. Apalagi dengan Olivia yang notabene’nya penguasa jagat raya yang menyukai kesempurnaan materil dan fisik bukan batin. Bagas ragu akan mernyataan cinta Olivia.
Disaat semua terlena dengan pernyataan berani Olivia kepada Bagas, Arini seperti baru saja ditempa badai tsunami dan terlahap kedalam lapisan bumi yang paling dalam. Ia seperti hilang dan layu. Semakin lama ia menyaksikan ini, maka semakin membuatnya sakit. Apalagi mengingat hubungan tidak baik yang baru – baru ini terjadi antara ia dan Bagas. Nafasnya tercekat, tiba – tiba ia seperti berada didalam ruangan yang tengah dilanda kebakaran hebat dengan api dan asap menguasai sehingga bernafas pun sulit. Dengan nafas berburu Arini mengepak barang secepat mungkin dan pergi dari sana. Perginya Arini sontak membuat seluruh perhatian seisi kelas yang tadinya tertuju pada Bagas dan Olivia kini berbalik padanya. Arini tak peduli dengan semua tatapan, ia ingin cepat – cepat pergi dari sana, ia tak kuat akan mendapati kenyataan pahit. Kini ia telah jauh dari kelas, air matanya sudah tidak bisa dibendung. Ia patah hati.
Bagas melihat wajah kesal dan kecewa di diri Arini, ia merasa puas. Tetapi kini bukan saatnya merasa menang tapi kini adalah saat penentuan jawaban. Olivia tampak sudah tak sabar menunggu jawaban dari Bagas. Yang ada di otak Bagas adalah cara efektif untuk menghindar dari sifat maniak Arini padanya salah satunya adalah ini. Ya, melihat reaksi mengejutkan di wajah Arini barusan membuat Bagas mengerti cara terbaik menghindar. Mungkin dengan menerima tawaran berpacaran dengan Olivia dapat membantunya, dan ketika Arini benar – benar sudah menyerah dan putus asa, barualah Bagas akan mencampakan Olivia dan hidup damai. Bagas berpura – pura berfikir, kemudian menatap Olivia yang kini tampak gusar. Kembali, suasana kelas menjadi sepi dan hening menunggu jawaban Bagas. Lagi – lagi Bagas berakting berfikir keras dan kemudian memutuskan.
“ Oke.” Seisi kelas riuh dan berteriak-teriak tidak jelas, entah mereka senang akan pasangan baru tersebut atau terlalu senang akan tontonan gratis tersebut telah usai, sehingga mereka dapat cepat kembali kerumah masing masing. Olivia sangat puas dengan jawaban Bagas, kemudian ia menyeringai bak serigala berbulu domba sambil keluar kelas diikuti para pengikut the charlies Angel lainnya.
Ternyata benar, bagi Bagas setelah kejadian penembakan oleh Olivia kepada dirinya memberikan efek mujur untuk menjauhkan diri dari Arini si maniak. Belum apa – apa gadis aneh yang sebelumnya sangat terobsesi padanya sudah mulai menunjukan tanda – tanda menyerah. Terbukti dari ke tidak hadiran gadis itu pagi ini disekolah. Bagas menyeringai puas bak raja iblis. Hari pertama jadian dengan Olivia sangat membuat cowok yang biasa terlihat sinis ini kewalahan dan dibuat repot setengah mati dengan segala tuntutan dan undang – undang tentang jalannya berpacaran dengan Olivia yang cewek itu rumusakan sendiri.
Seminggu hari jadian Bagas dan Olivia dirayakan secara sepihak oleh Olivia dengan rencana karaoke dan dinner di resto mewah milik keluarga Bagas, sebenarnya Bagas enggan memanfaatkan kekayaannya untuk hal – hal tak bermanfaat seperti ini. Akan tetapi cowok berhati dingin ini tak sanggup melawan pasangannya yang bak jelmaan ular betina galak. Pulang sekolahnya sebelum acara nge-date paksaan tersebut, Bagas merasa ada yang aneh dan tidak biasa dengan keadaan disekitarnya. Yang biasanya ada yang berisik dan heboh sendiri tahu –tahu hening seperti hilang ditelan bumi. Benar saja, sejak seminggu ini memang tak ada suara cemeng dan antusias khas Arini. Bukan tak ada, tapi hilang. Bagas mengangkat kepala dan mengedarkan pandangan, gadis aneh itu tak ada. Sejenak ia berfikir, padahal sudah satu minggu Arini tak masuk sekolah tapi tak ada satupun anak kelas yang menyinggung tetangnya. Tapi sedetik kemudian ia sadar, untuk apa seorang Bagas si raja Iblis menghawatirkan tentang seorang gadis norak macam Arini. Khawatir?
“ masa bodo, mau dia mati ya mati sekalian aja. Repot amat.” Desis Bagas kejam. Kemudian pergi.
----
Minggu pagi di kota sebesar Bandung banyak ditemui muda mudi berkumpul atau sekedar mengisi weekend dengan berolah raga di pusat kota atau pinggiran jalan. Berbeda dengan Bagas, cowok popular kaya raya dan tampan yang lebih terkenal sadis, cuek dan tak perasaan lebih memilih menghabiskan minggu pagi di Rumah Sakit. Bukan Bagas yang sakit, tapi Tania adik semata wayangnya. Meskipun Bagas lebih dikenal dengan cap buruk akan tetapi Bagas yang ini berbeda dengan saat ia berada di lingkungan belajar, ia lebih terbuka dan penuh kasih sayang terhadap Tania. Rasa sayangnya terhadap Tania mungkin lebih besar dari pada rasa sayangnya untuk dirinya sendiri. Cowok tampan ini bisa saja mencarikan makanan atau apa pun yang Tania inginkan hingga ke ujung dunia, sedangkan untuk memikirkan dirinya belum makan atau sudah saja bisa lupa.
Bagas berlari – lari kecil melewati resepsionis sambil menenteng bungkusan big size ditangan kanan dan bungkusan kardus toko kue ternama ditangan kiri. Untuk menyamarkan wajah tampannya Bagas harus mengenakan kacamata hias dan topi, sebenarnya penyamaran ini bukan keinginannya, tapi Tania. Tania begitu perhatian, karena ia tak mau ketampanan kakak tercinta menjadi buah bibir diantara perawat dan pasien lain terutama yang cewek. Jika itu terjadi maka bisa ditebak pasti akan banyak suster muda, perawat dan pasien cewek yang akan mendatanginya untuk menanya – nanyai tentang Bagas. Membayangkannya saja Tania bisa pingsan. Bagas tak begitu terburu – buru sehingga ia mempersantai jalannya sambil memperhatikan kesibukan penghuni rumah sakit. Begitu pula ketika ia melewati halaman tengah rumah sakit, matanya berjalan-jalan mengamati para pasien yang tengah menjalani rawat jalan atau hanya sekedar duduk menghirup udara pagi.
Ditengah taman terdapat bangku panjang putih yang sekarang sudah berpenghuni, seorang gadis berpakaian pasien berwarna biru muda dengan rambut panjang yang diikat dua khas anak desa dan membelakangi Bagas. Sejenak Bagas berhenti, ia seperti pernah mengenal gadis itu dari bentuk tubuh yang mungil dan gaya rambut tersebut. Bagas merasa seperti terjebak dalam suatu permainan teka – teki yang memusingkan dan dapat meledak tiap saat. Merasa dipermainkan oleh ingatan jarak pendek padahal IQnya termasuk tinggi dan mengingat julukan a Genius One yang selalu disandangnya tak mampu memecahkan masalah sekecil ini membuatnya kesal dan bodoh. Bukan, tapi dibuat bodoh. Pada akhirnya cowok itu menyerah dengan keadaan tertekan, ia lebih memilih tak mengorek lebih dalam toh memang sudah jadi sifat asli Bagas sebagai seseorang yang tak pernah peduli dan sinis dengan apa pun yang tak berguna baginya.
Bangsal Tania cukup mewah dan lengkap, mengingat mereka dari keluarga berada pastilah bangsal VIP seperti ini sangat mudah didapat. Wajah polos Tania yang masih berusia delapan tahun cepat meluluhkan hati sang raja iblis, Bagas menyerahkan bungkusan big size yang ternyata berisi boneka tedy bear raksasa. Tania tersenyum puas dengan hadiah pemberian kakak tercinta. Mereka bercanda dan menghabiskan waktu dengan bercerita sambil memakan kue yang tadi Bagas bawa. Semua berjalan lancar sampai Tania bercerita tentang teman baru yang ia dapat selama di rumah sakit.
“ kakak, Tania sekarang punya temen baru lho!” kata Tania riang sambil melahap cheese cake dan membuat Bagas kaget.
“ hmm? Oh ya?” jawab Bagas dengan senyum simpul.
“ temenku seumuran kak Bagas, orangnya baik banget deh.” Terobos Tania bangga, kemudian ia mengeluarkan selembar kertas dari saku.
“ ini dibuatin sama kak rii, baguskan?” tambahnya sambil menyerahkan selembar kertas binder yang berisi gambar seorang gadis kecil, lelaki remaja yang tengah nggandeng tangan si gadis kecil dan seorang gadis bersayap bidadari disamping mereka. Tania menunjuk pada gambar gadis kecil.
“ itu aku, yang cowok itu kak Bagas, trus yang pake sayap itu kak Rii.” Terang Tania dengan senyum merekah lebar, Bagas merasa ada yang aneh pada gambar itu tepatnya pada gadis bersayap bidadari. Gadis bersayap bidadari memiliki gaya rambut yang sama dengan gadis yang tadi ia lihat ditaman, gadis dengan gaya rambut ikat dua khas anak desa.
“ Tania, kenapa kakak yang ini pakai sayap?” Tanya Bagas hati – hati.
Tania menatapnya kaget kemudian tertunduk sedih.
“ kata kak Rii, bentar lagi dia akan jadi bidadari.” Jawab Tania lesu dan patah semangat, Bagas jadi tak mengerti dengan perubahan drastic sikap adik semata wayangnya.
“ maksudnya?” Bagas menyerngitkan dahi.
“ kak Rii akan pergi, kesurga.”
Entah mengapa hati Bagas nyeri mendengar kata terakhir yang Tania ucapkan, kesurga, maksudnya meninggal dunia. Bagas bungkam, Tania pun sama, suasana bangsal yang tadi penuh keceriaan menjadi muram dan sendu. Dalam bisu Bagas mencoba mengaitkan antara gadis yang tadi ia temui, gambar gadis bersayap bidadari yang memiliki rambut yang sama persis dengan … ARINI! Tiba – tiba Bagas seperti baru tersengat listrik berates-ratus kilo watt dan kini ia mengerti. Kini Bagas paham. Mengapa selama seminggu ini si gadis maniak seperti Arini tak terlihat batang hidungnya, mengapa ada gadis yang sangat mirip dengan Arini tengah duduk di bangku taman rumah sakit dengan seragam pasien, dan mengapa nama teman baru Tania bernama “Rii” yang berasal dari nama “Arini”. Semua terlihat jelas sekarang.
“ Tania, kalau kak Bagas boleh tahu, siapa nama panjang kak Rii?” Tanya Bagas dengan penuh kehati – hatian, sampai – sampai nafasnya tertahan menunggu jawaban dari mulut mungil Tania.
Tania yang sedari tadi menunduk lesu mengangkat muka dan menatap wajah kakaknya yang kini tengah menatap tajam dan penuh dengan tanda Tanya. Gadis kecil itu tampak ragu, kemudian kembali menatap sendu kemata Bagas.
“ Kak Arini.”
DEG.
Bagas jatuh terduduk dibangku dan menyentuh keningnya yang pening. Segalanya terjadi tiba – tiba dan terlalu sempurna. Cowok yang biasanya memasang muka datar, dingin dan cuek berubah menjadi penuh dengan ketakutan dan kebingungan yang hebat. Ia merasa ingin cepat – cepat pergi dari sana, tanpa pamit Bagas keluar dan berlari pergi menjauh dari bangsal Tania, tangannya masih berada dikening, rasa peningnya telah memuncak. Bagas tak tahan dengan rasa perih dan sakit didadanya, mata emasnya bahkan terasa panas. Ia mempercepat jalannya hingga hilang ditelan lorong rumah sakit. Sedangkan dibalik sebuah tembok yang tanpa Bagas ketahui, berdirilah seorang gadis dengan seragam pasien tengah memperhatikan.
“ Bagas,” katanya parau. Air mata gadis itu jatuh tanpa aba – aba dan mengalir deras dikedua pipi, segera gadis yang tak lain adalah Arini mengelap pipi dengan lengan baju dan berbalik pergi ke bangsalnya.
Keesokan hari sepulang sekolah Bagas berencana untuk mengecheck lebih lanjut tentang Arini karena hari ini pun gadis aneh itu tak hadir, kepergiannya ke rumah sakit juga menjadi alasan kuat agar Bagas dapat kabur dari Olivia yang kini mendapat predikat sebagai pacar resminya. Alasan Bagas menghindari Olivia adalah ia terlalu naïf telah memutuskan menerima pernyataan cinta dadakan cewek tercantik di SMA Bangsa yang ternyata adalah cewek gila harta dan jelmaan ular betina. Kadang Bagas berusaha keras mencari – cari kesalahan agar ia dapat memutuskan hubungan mereka segera.
Siang itu agak mendung, langit berubah dari biru terang menjadi kelabu suram yang menyedihkan. Motor CBR putih milik Bagas terlihat mencolok apalagi dengan perawakan Bagas yang sangat perfect, membuat semua mata tertuju padanya. Bagas berlari kecil menuju resepsionis dan membuat suster resepsionis kaget begitu mendapati seorang pangeran tampan ada didepan mata, suster muda itu tampak kikuk jangan – jangan sedang ada syuting film.
“ e-em, maaf ada yang bisa saya bantu mas?” Tanya suster sopan. Bagas tampak ragu kemudian menengadah kepalanya.
“ apakah ada pasien yang bernama Arini Mutiara?” Tanya Bagas datar dan berat.
“ eh?? Emm sebentar biar saya check dahulu,” si suster tampak kaget dengan suara Bagas yang parau. Kemudia dengan cepat suster tersebut membolak balikan buku.
“ ya, ada. Kamarnya di bangsal Anggrek nomor 8..” jawab suster mantap.
“ kalau boleh tahu, apa yang diderita oleh pasien tersebut?” Tanya Bagas lebih datar dan rendah, membuat suster resepsionis menciut.
“ ah, maaf mas, saya tidak bisa mengatakannya.” Jawab suster takut- takut. Entah kerasukan apa Bagas tiba – tiba mengubah suasana sekitarnya menjadi gelap dan penuh pembunuha.
“ mengapa.” Desis Bagas dingin dan rendah, hampir terdengar seperti suara hyena kesurupan.
“ ma-maaf, saya sibuk!” suster resepsionis itu beranjak dengan muka pucat dan penuh dengan keringat dingin dipelipis, membuat suster resepsionis lainnya menatap tajam Bagas. Merasa diacuhkan Bagas memutar tubuhnya dan beranjak pergi. Kakinya seperti bergerak sendiri dan ia hanya menurut kemanapun sang kaki membawanya pergi hingga begitu Bagas sadar ia sudah berada di taman. Matanya menyipit terkena sisa – sisa sinar matahari yang belum tertelan awan mendung. Ia memperhatikan sekitar dan matanya tertahan pada sesosok gadis yang tengah terduduk sendu di bangku taman. Lagi, entah setan apa yang merasuki dan menguasai tubuhnya dengan berani Bagas mendekati bangku Arini.
Arini masih tertunduk bisu dalam sunyi sampai ia sadar ada seseorang berdiri didepannya. Gadis manis itu mengangkat mukanya. Ia tersentak kaget mendapati seseorang yang kini berdiri didepannya adalah Bagas, pria yang ia cintai, dulu. Sedetik kemudian Arini memalingkan wajahnya kearah lain, membuat Bagas mengerutkan dahi tak mengerti.
“ segitu kagetnya, sampai gak berani natep? Pengecut.”
“…” Arini melirik tajam kemata Bagas, yang dilawan dengan tatapan dingin milik Bagas.
“ apa mau lo.” Tanya Arini datar tanpa menatap Bagas, membuat cowok itu gusar.
“ justu gue yang mau Tanya, ngapain lo disini?” tandas Bagas dingin hingga Arini mendesis pelan. Merasa menang Bagas melipat kedua tangannya didada dan masih menatap tajam kemata Arini.
“ gue ga wajib jawab pertanyaan lo.”
“ hmm. Jadi selama seminggu lebih lo ngilang, ternyata ngumpet disini.”
“ huh, sejak kapan lo peduli sama gue?” desis Arini galak, Bagas hanya menyeringai licik.
“ gue lagi ga bilang kalo gue peduli,” jawab Bagas sambil menaruh kedua tangannya dipinggang kemudian mencondongkan tubuhnya mendekati wajah polos Arini yang kini panic. Tangan kanan Bagas mengelus pelan pipi kiri Arini yang dingin.
“ atau jangan – jangan sakit lo gara – gara saking patah hatinya gue jadian sama Olivia, hah?” kata Bagas pelan dan dingin tepat ditelinga Arini. Pupil di mata indah Arini melebar. Terlalu mengena, sakit. Arini bangkit dan menepis tangan Bagas yang tadi ia elus kejam dipipi indahnya, kemudian pergi tanpa aba – aba meninggalkan Bagas yang masih diam ditempat. Sepasang mata milik Bagas menatap kepergian Arini yang hilang dimakan lorong. Tangan Bagas yang tadi ia gunakan untuk mengelus pipi lembut Arini mengepal keras.
“ sial.”
Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian itu, Bagas sadar sikapnya kepada Arini kelewatan meskipun ia tahu itu bukan memperbaiki keadaan. Justru kini Bagas sadar, bukan perasaan sekedar simpati yang ada didalam hatinya kepada gadis maniak tersebut, tapi cinta. Tak tahu sejak kapan ia menyimpulkan perasaan itu. Setiap Bagas mengingat kembali wajah Arini yang ceria dan heboh membuatnya ingin tertawa bersama, mengingat wajah cemburu Arini ketika Olivia menembakanya membuatnya ingin tersenyum, dan mengingat wajah dingin Arini tempo hari di rumah sakit membuatnya sakit. Bagas harus meminta maaf kepada gadis manis itu, harus. Pulang sekolahnya, Bagas meminta bertemu dengan Olivia ditaman.
“ ada yang mau gue omongin.” Kata Bagas datar, Olivia yang sibuk mempertebal bedaknya berhenti dan menatap Bagas heran.
“ kenapa tiba – tiba? Trus apa tuh lo-gue’an. Kita kan pa—“
“ gue mau, kita putus.” kata Bagas tegas, tanpa main-main. Olivia berhenti memoles bibirnya dengan lip gloss dan menatap Bagas tak percaya.
“ jangan bercanda deh, Gas.” Olivia bangkit dan menarik lengan Bagas. Secepat kilat Bagas menepis kasar tangan lentik milik Olivia si ular betina, ia tahu resiko dari berbuat kasar kepada sang Ratu yang tengah tertidur lelap akan berujung bahaya, tapi Bagas tak peduli.
“ gue ga lagi bercanda.” Bagas berjalan dan hanya melirik pelan kepada Olivia, pergi meninggalkan Olivia yang tengah mematung dibawah teduhnya langit siang itu.
“ hahaha, Lo pikir gue bakal sedih putus sama lo! Gila! Ahahaha, nggak mungkin bego!”
Cekikikan khas Olivia bak nenek sihir mengganggu pendengaran setiap siswa yang lewat didekat taman. Ratu ular yang tertidur pulas terbangun oleh Raja Iblis, dan kalah. Olivia telah puas tertawa dan beranjak pergi sambil menatap galak dan tajam pada setiap anak yang ia lewati, membuatnya terlihat semakin mirip dengan nenek sihir jahat. Bagas segera melajukan motor CBR putihnya menuju rumah sakit. Rintik gerimis mulai berjatuhan dan menempa Bagas, membuatnya semakin sesak ingin cepat sampai di rumah sakit.
Arini menatap langit yang berubah gelap yang mulai beramai - ramai menjatuhkan gerimis. Ia tahu berlama – lama ditengah gerimis yang semakin menderas hanya akan menambah penyakit baru saja, tapi gadis itu enggan beranjak dari bangku taman. Matanya yang biasanya cerah berubah sendu, kepalanya tertunduk diguyur hujan. Tangannya dibiarkan menengadah membuat kubangan air ditelapak tangan. Arini merasa hidupnya tak lagi indah, sampai ia mengingat kembali saat – saat ia men-stalker Bagas karena saking terobsesinya pada Bagas. Terobsesi? Bukan, lebih tepatnya Cinta. Entah sejak kapan Arini menyimpulkan perasaannya, ia merasa rindu akan saat ia bisa dengan puas duduk dibelakang bangku Bagas dan memandangi keindahan makhluk ciptaan Tuhan itu. Ia benar – benar merasa bodoh, air matanya turun bersamaan dengan air hujan yang menempanya.
“ mau coba mati kedinginan?”
Arini menengadah kepalanya cepat saat itu pula ia melihat Bagas tengah memayunginya dengan jaket anti air berwarna biru, jaket favorit Bagas.
“ biar aku temani,” Bagas jongkok dan mendekat, Arini memalingkan muka, air matanya semakin deras jatuh dipipi.
“ katamu ‘sejak kapan aku peduli’, tentu sejak aku merasa jatuh cinta sama kamu, Arini.”
DEG.
Bagas menaruh jaketnya dikepala Arini sedangkan dirinya basah kuyup diguyur hujan. Kedua tangan Bagas meraih kedua tangan Arini dan menggenggamnya, memaksa Arini menatapnya.
“ j-jangan permainin perasaan orang…” sela Arini ditengah tangisnya dan mengigit bibir.
Bagas tersenyum, “ apa aku keliatan sedang main-main? Aku serius.”
Arini menatap kedalam mata Bagas, cowok ini serius. Gadis berlesung pipit manis ini menundukan kepalanya dan mengelap air matanya dengan lengan tangan, kemudian ia menengadah dan senyumnya manis Arini kembali merekah. Bagas terkesima melihat senyum termanis gadis itu dan tak bisa menahan rasa menggebu dihatinya, ia menarik Arini dalam pelukannya dan membuat gadis itu kaget tapi bahagia. Langit yang tadi masih diguyur hujan berubah terang dan sejuk. Langit sore itu terlihat ikut berbahagia, dan munculnya pelangi membuat langit semakin cantik. Bagas mengangkat Arini dan menuntunnya, keduanya tersenyum bahagia kemudian berjalan bergandengan kedalam hingga hilang ditelan lorong.
PROFIL PENULIS
Nama : Maratu Latifa Yuan
Sekolah : SMA Negeri 1 Purbalingga/ XI IPS
Hoby : Menulis dan Menggambar
Email : tifa_lamperouge@ymail.com / fb: Maratu Tipha Gazz
Sekolah : SMA Negeri 1 Purbalingga/ XI IPS
Hoby : Menulis dan Menggambar
Email : tifa_lamperouge@ymail.com / fb: Maratu Tipha Gazz
Baca juga Cerpen Remaja dan Cerpen Romantis yang lainnya.
Post a Comment