Anak dengan sindrom Down adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih. Diperkirakan bahwa materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik dan susunan saraf pusat.
EPIDEMIOLOGI
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1,0-1,2 per 1000 kelahiran • hidup, dimana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Penurunan ini diperkirakan berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur. Diperkirakan 20% anak dengan sindrom Down dilahirkan oleh ibu yang berumur diatas 35 tahun.
Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.
ETIOLOGI
Selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang penyebab sindrom Down yang dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada tahun 1959, maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian "non-disjunctional" sebagai penyebabnya, yaitu:
1. Genetik.
Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap "non-disjunctional". Bukti yang mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan sindrom Down.
2. Radiasi.
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya "non-disjunetional" pada sindrom Down ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi didaerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom.
3. Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan terjadinya "non- disjunction".
4. Autoimun.
Faktor lain yang juga diperkiraan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun. Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitain Fialkow 1966 (dikutip dari Puesehel dkk.) seeara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ihu yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu kontrol yang umurnya sama.
5. Umur ibu.
Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan "non-disjunetion" pada kromosom. Peruhahan endokrin. seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan peningkatan seeara tajam kadar LH (Luteinizing hormon) dan FSH (Follieular Stimulating hormon) seeara tiba-tiba sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya "non-disjunction".
6. Umur ayah.
Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh dari umur ayah. Penelitian sitogenetik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.
Pustaka
Tumbuh Kemband Anak
Post a Comment