Ads (728x90)

Latest Post

Kesehatan

Tips

Pada kesempatan kali ini, saya akan sedikit mengutarakan uneg-uneg dalam hati mengenai fenomena caleg perempuan atau pemimpin perempuan yang nampaknya sudah bukan lagi tabu untuk dibicarakan.

Fenomena Caleg Perempuan atau Pemimpin Perempuan
Perempuan adalah salah satu unsur dalam keluarga yang mempunyai sifat keibuan, lemah lembut pada keluarga. Tetapi coba kita lihat, banyak wanita di luar yang menjadi pemimpin di segala bidang yang semestinya dilakukan oleh seorang laki-laki. Bahkan di negeri kita ini pernah di pimpin oleh perempuan. Memang kenapa? salah jika sebuah negara di setir oleh perempuan? tidak salah jika pemimpin tersebut "mahir" dan memiliki segala unsur pemimpin yang baik menurut Islam.

Modern ini banyak lahir aksi emansipasi wanita dalam dunia politik, pelopornya tak lain Ibu Kartini, kemudian lahirlah beberapa cucu, cicit, buyut, piut dan canggah yang berani tampil di panggung politik dan memainkan drama perpolitikan, yang paling umum adalah menjadi caleg perempuan. Dan seperti biasanya, pemimpin adalah seorang yang rela meninggalkan segala sesuatu untuk membawa aspirasi masyarakat. Tetapi kesemua itu tidak boleh meninggalkan kodratnya sebagai seorang perempuan atau ibu atau wakil dari kepala keluarga. Selain memiliki sifat-sifat keibuan, juga harus memiliki keberanian, kegigihan dalam berbagai masalah yang sangat berat ini. Seperti masalah sosial, ekonomi, dan lain-lain. Itu semua mesti dilakukan, karena caleg perempuan mempunyai tanggung jawab yang harus dihadapi.

Bolehkah Wanita Menjadi Pemimpin?

Pada bagian ini, akan dijelaskan pendapat-pendapat seorang ulama besar yang membolehkan dan melarang perempuan menjadi pemimpin :
  1. Ibnu Sina

    Ibnu Sina berpendapat bahwa syarat-syarat menjadi pemimpin adalah memiliki keberanian, adil, memiliki ilmu pengetahuan yang bagus, dan mengetahui hukum syara’

  2. Ibnu Khaldun

    Ibnu Khaldun berpendapat bahwa syarat-syarat menjadi pemimpin politik adalah memiliki ilmu, dapat berlaku adil, berkecukupan secara ekonomi, sempurna panca indera dan akalnya, dan mempunyai sifat kepemimpinan.
  3. Al-Farabi

    Al-Farabi berpendapat bahwa syarat-syarat menjadi pemimpin politik adalah sempurna anggota badan, memiliki ilmu pengetahuan yang cukup, kuat ingatan, cerdas, bagus pertimbangannya, tidak rakus, suka pada kebenaran, berjiwa besar dan mulia, menjauhkan diri dari hiasan dunia, berkemauan kuat, gagah berani.

    Ketiga filosof tersebut di atas, berkesimpulan bahwa perempuan boleh menjadi pemimpin politik, dilihat dari filosofinya.
  4. Imam Syafi’i

    Imam Syafi’i mengatakan bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin politik, karena beliau menjadikan laki-laki sebagai pemimpin dengan kriteria sebagai berikut: berakal, dewasa, merdeka, beragama Islam, laki-laki, berilmu, mampu melakukan ijtihad, memiliki kemampuan manajerial, berani dan mampu memelihara agama dan dari kalangan Quraisy. Salah satu ormas Islam menyatakan bahwa tidak dibenarkan menjadi kepala negara, kaum muslimin harus memilih seorang perempuan menjadi pemimpin/ caleg.
Pemimpin perempuan merupakan suatu jalan untuk dapat membawa aspirasi masyarakat. Pendapat yang membolehkan atau melarang sangat tergantung pada kriteria atau aspek yang dibutuhkan dalam menjadi pemimpin. Dan bagaimana perempuan dapat menjadi contoh dan panutan bagi keluarga dan masyarakat.
Antara kodrat dan tanggung jawab harus jalan berirama agar indah pada waktunya dan tidak ada ke simpang-siur an yang bisa berdampak buruk.

Post a Comment