Sebelum melangkah lebih jauh tentang tata cara mengajukan gugatan cerai ini, ada baiknya kita terlebih dahulu membahas istilah-istilah yang sering kita temukan pada perkara cerai di Pengadilan Agama, dengan harapan masyarakat bisa tahu dan paham secara detail apa yang akan di bahas pada artikel di bawah ini.
Permohonan Talaq: Permohonan Talaq adalah istilah yang digunakan apabila yang mendaftar pada Pengadilan adalah pihak suami, sehingga dalam surat gugatannya muncul istilah PEMOHON (suami) dan TERMOHON (isteri).
Gugatan Cerai : Gugatan Cerai adalah kebalikan dari Pemohonan Talaq, istilah ini digunakan apabila yang mendaftar di Pengadilan adalah pihak Isteri, sehingga dalam surat gugatannya dipakai istilah Penggugat (ISTERI) dan TERGUGAT (suami).
Syarat-syarat mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan Agama:
Akta nikah asli
Duplikat akta nikah yang dikeluarkan oleh KUA tempat berlangsungnya perkawinan (jika Akta Nikah asli hilang / rusak).
KTP yang masih berlaku.
Surat keterangan domisili yang dikeluarkan oleh Lurah / Kepala Desa setempat (Jika KTP asli hilang / rusak). Surat keterangan Ghoib yang dikeluarkan oleh Lurah / Kepala Desa setempat (jika pihak Termohon / Tergugat tidak diketahui keberadaannya atau alamatnya)
Hal yang sering menjadi kesalahan dalam pendaftaran cerai :
Pendaftar salah alamat, dalam hal ini kita harus mengetahui kekuasaan relatif Pengadilan Agama atau wilayah kekuasaan Pengadilan Agama. Dalam pasal 66 Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama disebutkan :
a) Suami yang ingin mengajukan permohonan talaq (cerai) kepada isterinya harus di ajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman isteri, kecuali apabila isteri dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin suami.
b) Dalam hal isteri bertempat kediaman di luar negeri, permohonan dari suami diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman suami.
c) Dalam hal suami dan isteri bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Alamat Termohon/Tergugat tidak jelas sehingga menyulitkan petugas administrasi Pengadilan Agama dalam mengantarkan surat panggilan sidang (relass) pada pihak-pihak yang bersangkutan. Identitas diri di Akta Nikah tidak sama dengan kartu identitas yang lain (KTP, Kartu Keluarga, ijasah, Paspor, dsb), sehingga hal tersebut mengakibatkan identitas di akta cerai juga tidak sama dengan kartu identitas yang lain, hal ini seringkali menyebabkan kesulitan dalam beberapa urusan administrasi di negara kita (contoh : pengurusan administrasi untuk Haji)
Alasan cerai kurang kuat, sehingga adakalanya Pengadilan tidak mengabulkan permohonan atau gugatan dari pihak yang berperkara. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 39 Undang-undang nomor 1974 tentang Perkawinan : “untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri”. Hakim dalam memutuskan sebuah perkara tentunya tidak luput dari berbagai pertimbangan dalam aspek kehidupan, meski begitu, Hakim juga harus tunduk pada Undang-undang dalam setiap produk keputusannya.
Ada beberapa hal yang bisa menjadi alasan dalam perkara perceraian diantaranya adalah :
a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
f) Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
g) Suami melanggar taklik talak;
h) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga. Dalam praktek seringkali yang digunakan para pihak sebagai alasan dalam mendaftar perceraian di Pengadilan Agama adalah poin (f) yang mana tertulis “antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Penilaian dalam perkara dengan alasan perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga yang terus menerus itu dinilai dari ada atau tidaknya pisah ranjang dan pisah rumah, jika memang ada sudah berapa lama suami dan isteri tersebut pisah ranjang dan pisah rumah.
Sumber: http://fakihbondowoso.blogspot.com
Post a Comment