Ads (728x90)

Latest Post

Kesehatan

Tips

SAHABAT DAN CINTA ARYN
Karya Lestari Br. Manalu

Pagi yang cerah menyapaku dengan ramah. Aku tersenyum ketika melihat cahaya yang masuk menembus jendela kamarku. Aku segera bergegas untuk berbenah diri.
“Pagi Ma.” Aku menyapa Mamaku sambil mencium tangannya.
“Pagi sayang.” Jawab Mamaku sambil melukiskan senyum indah diwajahnya.
“Aku berangkat dulu ya Ma.”
“Hati-hati ya sayang.”

Aku melangkahkan kakiku keluar dari rumah. Dengan penuh semangat, aku bergegas menuju salah satu SMA favorit dikotaku yang menjadi sekolahku saat ini.
“Pagi Aryn.”

Sahabat dan Cinta Aryn
Masih saja aku baru melangkahkan kakiku dari lingkungan rumahku, aku mendengar suara yang memanggilku. Dengan spontan aku langsung mencari sumber suara itu. Betapa terkejutnya aku setelah aku melihat kalau orang yang memanggilku adalah Kak Steven.
“Kakak. Kenapa Kakak bisa ada di sini ?” Tanyaku penasaran.
“Aku tetangga barumu.”
“Apa ? Sejak kapan Kakak pindah kesini ?”
“Semalam. Makanya jadi orang jangan mengurung diri terus didalam rumah. Sudalah nanti kita terlambat, ayo berangkat !” Kak Steven menarik tanganku, kami pun segera menuju sekolah.
Hatiku masih bertanya-tanya kenapa tiba-tiba Kak Steven bisa pindah dekat dengan rumahku.
Tanpa terasa, kami sampai di sekolah. Kami langsung masuk kedalam ruang kelas kami. Aku masih terdiam dan tak dapat mengucapkan kata apapun karena kejadian itu. Tapi setelah pelajaran dimulai, aku melupakan semua itu. Dengan penuh rasa percaya diri, aku bisa konsentrasi mengikuti pelajaran.

Tak terasa, pelajaran telah usai. Tidak seperti biasanya, hari ini semua murid di sekolahku disuruh untuk berkumpul dilapangan sekolah. Setelah kami semua menunggu beberapa menit, kepala sekolah datang. Kemudian kepala sekolah mengumumkan kalau sekolah kami akan libur selama satu minggu. Semua murid bersorak kegirangan. Aku hanya tersenyum kecil melihat teman-temanku yang begitu bersemangat. Kemudian seluruh siswa diperbolehkan untuk pulang.
“Ryn, pulang bareng yuk.” Icha sahabatku tiba-tiba datang menghampiriku.
“Ok.” Jawabku sambil tersenyum.
“O ya, tadi pagi aku melihat kamu dan Steven datang bareng kesekolah. Sebagai sahabatmu, gak salah donk kalau aku nanyak hal itu.” Ucap Icha sambil tertawa.
“Oh... itu. Tidak ada apa-apa kok. Dia sudah pindah rumah. Nah, rumahnya dekat dengan rumahku. Tadi pagi kami ketemu, lalu kami berangkat bareng deh.”
“Ooo gitu ya. Tapi walaupun ada apa-apanya, aku setuju kok.”
“Kamu ini.”

Karena melihat Icha mengejekku, aku ingin memukulnya. Tapi dia menghindar dan berlari sambil terus mengejekku. Tak lama Kak Randy datang menghampiri kami.
“Kalian ini sudah besar, sudah kelas tiga SMA, masih kejar-kejaran.”
“Kak Randy, mau nyari Icha ya.” Ucapku sambil mengalihkan pembicaraan.
“Tadinya aku mencari Icha, tapi sekarng gak lagi?”

Mendengar itu Icha langsung cemberut.
“Ayok Ryn, kita pulang aja.” Icha menarik tangganku, tapi Randy menahannya.
“Maaf, maaf. Jangan cemberut, nanti cepat tua lo.”

Icha langsung tersenyum mendengar ucapan Kak Randy. Tanpa sadar, mereka berbicara seakan tidak ada orang disekitarnya.
“Ehm…ehm…disini ada orang.” Ucapku mengagetkan mereka.
“Maaf Ryn.” Jawab Icha dengan senyum.
“Kita pulang aja yuk, matahari sudah semakin naik. Nanti kita sakit lagi.” Ajak Kak Randy.

Aku, Icha, dan Kak Randy mulai menyusuri jalan sambil bercanda.
“Aryn, tunggu.” Tawa kami seketika dihentikan oleh suara yang memanggilku.
“Kak Steven.” Ucapku sedikit bingung.
“Aku mencarimu di sekolah, tapi aku tidak menemukanmu, ternyata kamu sudah pulang.” Kak Steven berkata dengan nafas yang menunjukkan kalau dia kelelahan berlari.
“Oh, jadi kalian janjian ya.” Icha berkata seolah mengejekku.
“Gak juga.” Ucapku sambil memandang Icha dengan kesal.
“Sayang, aku lupa. Semalam kita janji mau ketoko buku kan?” Kak Randy berkata sambil memandang Icha.
“Iya, aku hampir lupa, kita pergi sekarang yuk.” Balas Icha sambil menepiskan senyum yang membuatku kesal.
“Stev, titip Aryn ya.” Ucap Kak Randy sambil menepuk punggung Kak Steven.

Icha dan Kak Randy segera meninggalkan kami. Sambil tersenyum, Icha melambaikan tangannya kepadaku.
“Awas kamu Cha.” Aku berkata dalam hati.
“Ryn.” Tiba-tiba Kak Steven mengejutkanku.
“I…iya Kak. Ada apa ?”
“Aku heran, di sekolah kenapa cuma aku dan Randy saja yang kamu panggil kakak ? Kalau Randy ya wajarlah, karena usianya satu tahun diatas kita. Tapi aku?”
“Ayo pulang Kak.” Aku berkata dan mulai melangkahkan kaki.
“Perasaan aku tadi nanyak kamu lah.” Tanya Kak Steven lagi.
“Kakak kan lebih tua lima bulan dari aku.” Aku tersenyum dan berusaha mencari cara untuk mengalihkan pembicaraan.
“Bagaimana dengan Bryan, Adam dan yang lainnya. Mereka lebih tua dariku tapi kamu tidak memanggil mereka kakak.”
Kemudian aku terdiam, dalam hati aku berkata “Seandainya kamu tau kalu sejak lama aku menyukaimu. Aku memanggilmu kakak karena bagiku sebutan itu begitu spesial. Aku menganggap Kak Randy seperti kakak kandungku, karena itu aku memanggilnya kakak. Tapi kamu, kamu telah mengisi ruang kosong dihatiku . Hati yang selama ini bersembunyi dari siapapun. Karena itu aku memanggilmu kakak.”
“Ryn.” Kak Steven mengejutkanku.
“Aku jadi penasaran ni.”

Karena tidak tau mau berkata apa, aku hanya bisa tertawa. Tiba-tiba, dua orang pria yang sangat menyeramkan berdiri dihadapan kami.
“Hey anak kecil, serahkan barang-barang kalian. Kalau tidak, kalian akan segera kukirim ke neraka.”
“Maaf band, kami tidak punya apa-apa. Kami hanya anak sekolah.” Kak Randy menolaknya sambil menarikku kebelakangnya.
“Kalu tidak, kami akan membawa pacarmu. Iya kan manis.” Mereka tertawa sambil mencoba menyentuhku.
Kak Steven langsung menghajar mereka. Mereka membalas Kak Steven dan tanpa sengaja tangan Kak Steven terkena pisau. Tapi itu tidak membuat Kak Steven lemah. Kak Steven akhirnya berhasil membuat mereka pergi.

Aku berlari menghampiri Kak Steven.
“Kak, tangan kamu terluka.” Aku berkata sambil mengambil saputangan dari tasku dan membalut luka Kak Steven.
“Kamu tidak apa-apa kan ?” Tanya Kak Steven kepadaku sambil menahan sakit.
“Seharusnya kakak tadi tidak usah menghajar mereka.”
“Aku tidak mungkin membiarkan orang yang aku sayangi disakiti.”
“Apa Kak ?”
“Sudahlah, ayo kita pulang.” Kami langsung pulang. Tapi hatiku masih bertanya-tanya atas perkataan Kak Steven tadi.
***
 
Seperti biasa, setelah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumahku aku masuk kedalam kamar. Karena tidak ada PR dan berhubung besok libur, aku hanya membahas soal-soal UN. Tapi entah kenapa, aku selalu mengingat kak Steven. Aku merasa bersalah karena gara-gara aku dia terluka.
“Sayang, Mama pulang.” Suara Mamaku merusak semua apa yang kurenungkan.
Aku langsung bergegas keluar untuk menemui Mamaku.
“Kenapa hari ini Mama pulang telat M……?” Belum selesai aku berbicara, datang seorang wanita yang seumuran Mamaku menemui kami didapur.
“Kamu sudah besar ya Aryn.” Wanita itu menyapaku sambil tersenyum. Tapi karena aku tidak mengenalnya, aku hanya membalas sapaan itu dengan senyum.
“Kamu pasti tidak ingat Tante ini kan?” Mamaku memandangku dengan senyum.
“Ini Tante Rini, sahabat Mama yang pernah Mama ceritakan sama kamu.”

Mendengar itu aku langsung menghampiri Tante Rini, dan menyalamnya.
“Tante apa kabar?”
“Baik sayang. Tante masih ingat dulu kamu waktu masih bayi.” Balas Tante Rini sambil memegang tanganku.
“Ma, kenapa belanjaan mama banyak sekali?” Tanyaku sambil membuka bungkusan pelastik yang dibawa Mamaku.
“Nanti malam keluarga Tante Rini mau makan malam kerumah.”
“Iy sayang, Keluarga tante sudah lama tidak bertemu dengan keluarga kalian. Apalagi Ayah dan Paman kamu.”
Aku langsung membantu Mamaku dan Tante Rini untuk mempersiapkan segalanya.
***

Malam datang seiring dengan senja yang ditelan oleh malam. Aku mulai berbenah diri dan membantu Mamaku merapikan meja makan. Tak lama setelah itu, keluarga Tante Rini datang kerumah. Ayahku langsung menyambut mereka.
“Anwar, sudah lama kita tidak berjumpa.” Ayahku dan Paman Anwar saling berpelukan. Kemudian Mamaku memanggil mereka ke ruang makan.
Semua duduk diposisi masing-masing. Ayahku dan Paman Anwar duduk bersebelahan, Mamaku dan Tante Rini juga demikian. Aku juga duduk di dekat Tante Rini. Hanya saja kursi disebelah kananku masih kosong. Meja ruang makan rumahku yang berbentuk lingkaran penuh dengan beragam makanan. Tidak mau berlama-lama, Ayahku mengusulkan agar kami semua mulai makan.

Tapi Mamaku tiba-tiba berkata, “Steven mana, kenapa belum datang ?”
“Sebentar lagi juga datang, tapi ga masalah kalau kita mulai duluan.” Jawab Tante Rini.
“Tapi lebih baik kalau kita menunggunya, bukan begitu sahabatku.” Ucap Ayahku sambil menepuk pundak Paman Anwar.
“Kalau begitu lebih baik, aku setuju.” Jawab Paman Anwar.
Aku terdiam saat Mamaku mengatakan nama Steven. “Steven? Apa yang dimaksud Mama, Kak Steven ? Ah tapi gak mungkin. Nama Steven kan banyak, bukan dia aja. Gak mungkin itu dia.” Ucapku dalam hati.
“Maaf aku terlambat Tante, Paman.” Suara yang tidak asing buatku mengejutkanku. Aku melihat kearah suara itu. Aku sangat terkejut karena memang benar kalau Steven anak Tante Rini dan Paman Anwar adalah Steven yang aku kenal. Mamaku menyuruh Kak Steven untuk duduk. Kak Steven duduk tepat disebelah kananku. Tapi aku hanya terdiam dan tak mampu berkata apapun.
***

Makan malam telah usai, Ibuku mengajak kami semua untuk berkumpul diruang keluarga. Aku duduk disebelah Mamaku. Ayahku dan Paman Anwar tertawa dan bercanda bersama, Mamaku dan Tante Rini juga demikian. Entah apa yang mereka bicarakan akupun tak tau. Tiba-tiba mataku mengarah kepada Kak Steven, aku melihat tangannya yang terkena pisau tadi siang. Sapu tangan yang aku balutkan ke tangannya belum ia lepas. Melihat itu, aku terus merasa bersalah.
“Nak, tangan kamu kenapa? Kok dibalut dengan sapu tangan?” Tiba-tiba Mamaku bertanya kepada Kak Steven.
“Ga apa-apa kok Tante. “ Jawab Kak Steven dengan senyum.
“Tante seperti mengenal sapu tangan itu. Aryn, itu bukannya…” Belum selesai Mamaku berbicara aku langsung berkata, “Ma, aku kebelakang dulu ya. Tan, Paman, aku kebelakang dulu.”

Aku langsung bergegas dan pergi kebelakang.
“O ya nak, kalian sudah saling kenal?” Ayahku bertanya kepada Kak Steven. Aku terhenti dan mendengarkan pembicaraan mereka dari balik tembok yang membatasi ruang keluarga dengan ruang makan rumahku.
“Sudah Paman. Kami satu sekolah, bahkan satu kelas.”
“Tapi Tante perhatikan dari tadi, kalian seperti tidak mengenal.” Ucap Mamaku.
“Kami saling kenal kok Tante.” Jawab Kak Steven sambil tersenyum.

Karena bagiku tidak baik mendengarkan pembicaraan orang lain, aku langsung pergi keteras belakang rumahku. Apapun yang mereka bicarakan segera ku hapus dari fikiranku. Aku mengambil handponeku dan memutar lagu-lagu kesukaanku. Aku duduk dikursi panjang sambil memandang bulan.
“Ga baik malam-malam diluar lo. Nanti bisa sakit.” Aku terkejut dan pandanganku segera berubah.
“Kak…Kak Steven. Ngapain Kakak kesini ?” Tanyaku gugup.
“Aku tidak menyangka orangtua kita saling kenal.” Ucap Kak Steven tidak menjawab pertanyaanku.
“Aku juga.” Balasku dengan suara perlahan.
“Tangan Kakak bagaimana? Masih sakit ?”
“Aku tidak merasa sakit sedikitpun. Bahkan aku belum melihatnya separah apa.”
“Jadi Kakak belum mengobatinya?”
Kak Steven hanya menggeleng kepala. Aku langsung pergi kekamarku dan mengambil kotak P3K milikku.

Aku kembali dan menemui Kak Steven lagi. Aku menarik tangannya perlahan dan mulai membuka sapu tanganku yang melingkar ditangannya.
“Kok dibuka? Tanganku kan belum sembuh?”
“Karena itu. Kalau diobati kan cepat sembuh.”

Aku mulai membersihkan luka ditangan Kak Steven dengan akohol kemudian meneteskan obat luka. Setelah itu aku membalutnya dengan kapas dan kain kasa. Aku mulai beranjak untuk mengantar kembali kotak P3K kekamarku. Aku mengambil sapu tangan yang masih bernoda darah. Tapi, ketika aku mengambil sapu tangan itu, Kak Steven menahanku.
“Sapu tangannya biar aku yang bersihkan.” Ucap Kak Steven dengan senyum.
“Tidak usah Kak, aku saja yang membersihkannya.”
“Aku saja ya.” Kak Steven mengambil Sapu tangan itu dariku. Akupun mengantar kotak P3K ke kamarku lagi. Awalnya aku tidak ingin kembali lagi, tapi karena handpone ku tinggal aku terpaksa harus kembali ke teras belakang.
“Lama sekali kamu datang, aku hampir mau masuk kedalam.”
“Aku tadi mencari sesuatu.”
“Handpone? Itu di atas meja. Tidak usah curiga, aku tidak memegangnya kok.”
“Aku tau.” Aku menjawab sambil tersenyum.

Aku duduk lagi di kursi. Dan membuka buku yang aku bawa dari kamar.
“Liburan rencananya kemana ?”
“Biasanya dirumah Kak. Kalupun pergi, hanya kerumah saudara.”
“Aku juga begitu, karena itu kalau liburan aku lebih memilih di kamar?”
“Ngapain Kakak di kamar? Jangan-jangan satu harian Kakak tidur. Iya ya ?”
“Kurang lebih seperti itu. Tapi kamu juga kan?” Kak Steven tersenyum mengejekku.
“Aku tidak seperti Kakak. Walaupun aku didalam kamar bukan berarti aku tidur.”

Malam itu aku menghabiskan tawaku dengan kak Steven ditemani sinar rembulan yang begitu terang.
“Ryn, aku mau ngomong sesuatu.”
“Ya udah Kak, ngomong aja.” Aku menatap Kak Steven dengan senyum.
“Ini mengenai perkataanku tadi siang.” Tiba-tiba aku terinagat dengan hal itu, aku terdiam dan tak berani menatap Kak Steven lagi.
“Aku benar-benar menyayangi mu.”
“Kakak ini ada-ada saja.

Aku juga menyayangi Kakak seperti aku menyayangi Icha dan Kak Randy.”
“Aku serius Ryn.”Aku terdiam dengan perasaan yang tak menentu. Detak jantungku yang berdetak lebih cepat dari biasanya membuatku hanya bisa menutup mulut.
“Sebenarnya sudah lama aku ingin mengatakan hal ini. Aku merasa sekarang waktu yang tepat, karena itu aku jujur sama kamu. Tapi walaupun kamu tidak menerimanya, aku berharap kamu masih bisa menjadi sahabat untukku.” Melihat aku yang hanya tertunduk diam, Kak Steven mulai beranjak untuk pergi.
“Ryn, aku kedalam dulu ya.”
“Kak, tunggu.” Kak Steven berhenti dan berbalik kearahku karena mendengar ucapanku.
“Sebenarnya, aku punya satu alasan kenapa aku memanggil kamu Kakak.” Aku berbicara sambil menunduk dan tidak berani menatap Kak Steven.
“Aku memanggil kamu Kakak karena…” Belum selesai aku berbicara, Kak Steven langsung berbicara.
“Itu karena kamu menyukai ku kan?”

Aku hanya mengangguk mendengar ucapan Kak Steven. Kak Steven menghampiriku dan meraih kedua tanganku.
“Maaf karena aku terlalu lama mengungkapkan ini semua. Sebenarnya aku mengetahui kalau sejak lama kamu sudah menyukaiku.”
Sinar bulan yang begitu terang semakin bersinar menemani aku dan Kak Steven. Hingga aku tak sadar kalau aku tertidur disamping Kak Steven. Sejak saat itulah aku dan Kak Steven lebih akrab dari biasanya.
Aku, Kak Steven, Icha, dan Kak Randy kini menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Kelulusan yang sudah kami genggam menghantarkan kami ke universitas yang kami inginkan. Bukan hanya itu, kebahagianku bertambah lagi saat orangtuaku dan orangtua Kak Steven menjodohkan Aku dan Kak Steven saat kami duduk di bangku kuliah.

== TAMAT ==

PROFIL PENULIS
Nama : Lestari Br. Manalu
E-mail : leztharymanalu@yahoo.co.id

"Cerpen ini aku tulis waktu aku masih duduk di bangku SMA. Aku ingin berbagi dengan Loker Seni dan teman-teman semua ^_^

No. Urut : 848
Tanggal Kirim : 16/04/2013 14:33:08
Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.

Post a Comment