Misteri kematian di hutan Aokigahara Jepang
Gunung Fuji di Jepang
terkenal di dunia sebagai
destinasi wisata. Tapi,
satu hutan di kaki
gunung ini menyimpan
misteri kematian. Hutan
itu bernama Aokigahara.
Hutan Aokigahara
menjadi tempat yang
sepi untuk mati. Setiap
tahun, petugas
menemukan 100 jasad
orang-orang yang bunuh
diri di hutan tersebut.
Ada beberapa jasad yang
baru ditemukan setelah
bertahun-tahun, seperti
dikutip dari laman
Dailymail edisi 9 April
2012.
Biasanya, jasad itu
ditemukan dalam kondisi
tergantung di pepohonan
hutan. Hutan ini pun jadi
tempat ‘favorit’ warga
Jepang untuk mengakhiri
hidup mereka.
Mengapa orang-orang
itu memilih hutan
Aokigahara sebagai
tempat bunuh diri pun
masih misteri. Diduga,
beberapa dari mereka
terinspirasi dari novel
yang mengambil latar
cerita di hutan ini.
Seorang peneliti, Azusa
Hayano, sampai
mendedikasikan 30 tahun
hidupnya untuk mencari
tahu jawaban misteri
dari mengapa di atas.
Tapi, dia tetap saja tidak
menemukan jawaban
pasti dari tren bunuh diri
ini.
Dalam proses
penelitiannya
mengungkap korban-
korban bunuh diri,
Hayano menemukan
lebih dari 100 tubuh
selama 20 tahun
terakhir.
Ahli geologis paruh baya
itu kemudian mengajak
kru film dari Vice World
ke pedalaman situs
hutan yang disebut
‘Jukai’, lautan pohon,
untuk membagi apa yang
dia tahu mengenai tren
bunuh diri di hutan
tersebut.
Meski dia tidak punya
jawaban mengapa
banyak orang
memutuskan bunuh diri
di Aokigahara, Hayano
memiliki wawasan
mengenai perilaku orang
putus asa yang berusaha
masuk hutan dan tidak
berniat kembali.
Dia menceritakan ke kru
film bahwa ada sisa-sisa
petunjuk di antara
pepohonan yang bisa
mengungkap isi pikiran
seseorang sebelum
mengakhiri hidup. Atau,
kadang terjadi, orang-
orang yang berubah
pikiran dan ingin tetap
hidup.
Film ini sendiri dibuka
dengan gambar sebuah
mobil yang sudah
berbulan-bulan
ditinggalkan pemiliknya
di pinggir hutan. “Saya
menduga, pemilliknya
masuk ke sini dan tidak
pernah keluar. Saya
pikir, pemilknya masuk
hutan dengan pikiran
kacau.”
Di cerita lain, Hayano
pernah menemukan
kamp darurat dari terpal
dan tenda itu kosong.
Meski tidak menemukan
mayat di sana, Hayano
menemukan boneka yang
dipaku terbalik di
sebatang pohon.
Menurutnya, itu ada sisa
episode putus asa.
Hayano menilai, posisi
boneka dengan wajah
rusak, bukan lelucon. Itu
merujuk pada kutukan.
“Menurut saya, orang ini
disiksa masyarakat,”
jelasnya.
Temuan mengerikan
lainnya adalah catatan
sakit hari yang juga
dipaku di sebatang
pohon, ‘panduan’ bunuh
diri, dan sejumlah jerat.
Pada satu ketika, Hayano
kembali bercerita, dia
menemukan tenda
kuning yang berkemah di
tengah jejak publik. Di
dalamnya, ada seorang
pemuda yang mengaku
sedang berkemah. Tapi,
Hayono tak mau ambil
resiko dan menasihati si
pemuda itu untuk tidak
bunuh diri. “Luangkan
waktu untuk berpikir.
Jadilah positif,” kata
Hayano.
Bagi seorang yang
‘akrab’ dengan
kematian, Hayano tetap
terguncang saat dia dan
kru film menemukan
kerangka manusia.
Bagi Hayano, bunuh diri
di Jepang sudah berubah
selama bertahun-tahun.
Di masa samurai, orang
bunuh duru dengan cara
‘harakiri’ untuk menjaga
kehormatan mereka.
“Menurut saya, tidak
mungkin meninggal
secara heroik dengan
bunuh diri.”
Di dunia modern ini,
Hayano yakin salah satu
faktor orang bunuh diri
adalah meningkatnya
perasaan sepi dan
individualis karena
perkembangan internet.
Sekarang, imbuhnya,
orang bisa terus online
sepanjang hari. “Padahal,
kami masih perlu
bertemu muka, membaca
ekspresi, mendengar
suara lawan bicara kita
untuk memahami
sepenuhnya emosi
mereka. Untuk hidup
berdampingan.”
sumber: Vivanews
Post a Comment