"ku harap, kita akan bertemu lagi di sini.. Bim.." kata seorang perempuan yang bersandar manja di bahuku sambil menikmati pemandangan seluruh kota. "ku harap juga begitu.. Jika Tuhan mengizinkan, kita pasti akan bertemu lagi, Ana.." kataku sambil membelai rambut teruarainya.
Yah, itulah salah satu dialog yang sampai sekarang masih bisa teringat jelas di memori ku..
Namaku Bima, kini aku bekerja sebagai penulis dan pengarang cerita di daerah ibu kota, rating dari hasil kinerja ku sampai saat ini boleh di bilang memuaskan para pembaca. sehingga permintaan untuk membuat karangan lagi tak pernah putus, dan berkat ini aku telah mampu memenuhi segala kebutuhanku..
![]() |
Janji Indah Semu |
"Ana, aku mau ngomongin sesuatu ke kamu." ucapku. "jadi, kamu ngajak aku ke bukit ini hanya karena ingin ngomongin sesuatu? Kenapa nggak di sekolah aja ngomongnya?" sahut Ana. "kalau ngomonginnya di sekolah, kayaknya kurang tepat deh.." jawabku. "yaudah, mau ngomongin apa Bima ku sayang?" tanya Ana sambil besandar manja di dalam belaianku. "ngg,. Kamu masih ingat dengan novel yang ku kirim ke penerbit itu kan?" tanyaku. "masih dong.. Semua cerita kamu akan selalu aku ingat sampai tua nanti" gombal Ana. "wihh.. Segitunya, kamu pintar banget gombalnya. Belajar di mana sih?" ucapku sambil mencubit kedua belah pipinya. "aduh.. Sakit Bima.. Memangnya ada apa dengan novel itu?" tanya Ana. "ngg.. anu.." jawabku yang ingin membuat Ana penasaran. "novel nya kenapa sayang? Nggak di terima yah? Yang sabar yahh? Kamunya sih, bikin novel kok novel ber-genre romantis? Udah jelas saingannya pasti banyak". Jelas Ana. "yew!! Siapa bilang? Malahan kata tim penerbit, novelku itu unik, lain daripada yang lain. Makanya, jadi pacar jangan sok tau!" ledekku kepada Ana. "hahh? Serius Bim? Syukur Alhamdulillah ya Tuhan.. Kau telah mengabulkan doa'a hamba mu ini.." takjub Ana karena setelah beberapa kali mengirim karya, memang baru kali ini hasil karyaku diterima oleh penerbit. "sudah sudah.. Seharusnya saya yang bilang begitu.. Kok kamu sih yang bilang?" celetukku kepada Ana. "makanya, cepetan bilang juga. Ini wujud syukur kita kepada Tuhan." jelas Ana. "aku sih sudah yah.. Malahan langsung peluk dan cium mama pas dapat surat dari penerbit itu. Jawabku.
Serasa ingin tertawa lepas jika mengingat semua janji-janji itu.. Janji yang mengakatakan kalau kita pasti akan saling jodoh dan menjadi pasangan suami-istri yang paling serasi.. Hahaha.. Jika melihat keadaan yang sekarang, rasanya aku ingin tertawa saja dan merasa bodoh telah berjanji seperti itu..
"tapi, aku di panggil langsung ke sana.. Dan waktunya sudah dekat, bagaimana denganmu? Tak apa jika ku tinggal?" tanyaku kepada Ana yg masih bersandar manja di bahu ku. "aku tak apa Bim.. Pergilah.. kejar cita-citamu, sukses lah di sana. Dan kembalilah ke sini untuk melamarku.." jawab Ana dengan nada suara yang tersedu-sedu. "tapi, kenapa kamu menangis?" tanyaku. "nggak kok.. Aku cuma membayangkan betapa indahnya jika kamu yang menggendong anak-anak ku nanti, sampai nangis nih jadinya.." jelas Ana..
Sungguh, aku tak dapat mengucapkan sepatah kata pun di saat itu.. Apa yang Ana ucapkan membuat hati ku bahagia.. Harapan Ana tentang masa depannya bersamaku membuat jiwaku semakin semangat untuk mengejar mimpi..
Aku hanya bisa memeluk erat, memeluk erat Ana sebisaku..
Ana.. Aku akan kembali..
Sudah 8 tahun setelah pertemuan terakhir kita itu.. Aku mencari, selalu mencari janji yang dulu.. Janji yang bisa membuatku menjadi seperti sekarang ini.. Ana, kau di mana? Aku telah kembali. Aku kembali untuk mewujudkan janji kita yang dulu.. Di mana kau, Ana..?
Masih berdiri di tempat penuh kenangan ini, aku mencoba mengingat-ingat kembali, mencoba mengingat hal indah yang pernah kita ukir bersama.. Yah, hanya mengingatlah yang dapat membuatku bisa bertahan sampai sejauh ini..
"Beep,. Beep,. Beep,." suara handphone di saku celana membuatku kembali ke keadaan yang nyata.. "halo? Ada apa Rio?" responku terhadap lawan bicara di seberang sana yang telah terhubung denganku. "Bima, besok pagi aku jembut yah? Gue pengen nunjukin sesuatu.." jelas Rio di balik telepon dan setelah itu yang terdengar hanya suara "teet,.Teet,.Teet" pertanda percakapan telah diakhiri..
Tak biasanya Rio seperti ini. Temanku yang jarang nongkrong bareng sejak SMA dulu. Ada apa? Tapi aku turuti sajalah.. Mungkin dia tahu tentang Ana, jadi aku bisa tanya banyak nanti..
Hari berganti lagi, suara klakson dari luar membuatku bergegas menuju pintu rumah utama dan membukanya. "masuk dulu Rio.." ajakku kepada Rio. "tak usah Bim, setelah ini aku ada urusan lagi, kita langsung saja berangkatnya.." pinta Rio. "baiklah.." responku sambil berjalan ke arah mobilnya Rio.
Di perjalan Rio tak ingin menjawab setiap pertanyaanku, dia hanya diam dan berkonsentrasi dengan kemudinya. Tapi kegelisahan nampak jelas di wajahnya..
Setelah berkendara selama 30 menit, kami pun sampai di sebuah rumah yang cukup mewah dan besar. Di halaman rumah terlihat seorang anak kecil umur 5 tahunan yang asik lagi bermain, dan kami pun menghampirinya. "halo Bima, apa kabar? Mama kamu ada?" tanya Rio kepada anak kecil tersebut yang kebetulan namanya sama dengan namaku. "eh, om Rio.. Mama ada kok om, tunggu dulu aku panggilin.." kata anak tersebut dan kemudian berlari masuk ke dalam rumah.
Setelah beberapa saat, muncullah seorang wanita dari balik pintu.. Tapi, wanita ini tidak asing bagiku. "maaf, lambat memberi tahu mu kawan." kata Rio kepadaku di sela-sela langkah wanita itu yang mulai mendekat sambil memegang tangan anak kecil tadi. Dengan mimik yang terheran-heran, wanita itu mulai berkata dengan nada terbata-bata "bi,. Bi,. Bima?". Ku pandangi wajah wanita itu, ku pandangi sebisaku.. ku coba menahan hati, menahan semua kerinduan yang tak tertahan. "Ana? Kemana saja kamu? 2 tahun terakhir ini aku mencarimu. Kenapa tidak ada yang bilang kalau kau pindah bersama kakakmu?" ucapku begitu saja.
Jujur, rasa kehilangan yang sangat dalam begitu terasa di hati. Tapi aku tak bisa berbuat banyak, Ana telah bahagia dengan lembaran hidupnya baru.. Aku hanya bisa mengikhlaskan semuanya.. Mungkin memang sakit, tapi akan ku coba memulai langkah yang baru juga..
Ana, terima kasih atas janji kita.. Terima kasih atas semua rasa sayangmu.. Tak apa jika bukan aku yang menemani mu sampai di hari tua.. Tak apa juga jika bukan aku yang menggendong anak-anakmu.. Karena, dengan bahagiamu saja aku sudah cukup merasa bahagia.. Selamat tinggal, janji semuku.. janji semuku yang sangat indah.. :')
Follow twitter: @wawanmawansyah
Post a Comment