PENYESALAN
Karya Shaman Al-Rasym
“Din..Din tunggu!” Suara dari kejauhan terdengar begitu keras, akan tetapi yang dipanggil tak sedikit pun juga mendengar dan menoleh hingga suara panggilan ke tiga dilontarkan.“Udin tunggu!” dan sosok yang sedari tadi dipanggil pun terhenti ditengah perjalannya lalu menoleh ke arah suara yang memanggilnya, lalu menatap lamat-lamat sebari menunggu, setelah sekian detik sampailah orang yang dari tadi memanggil-manggil nama Udin. Tanpa banyak kata Udin pun menanyakan apa gerangan keperluan orang yang memanggilnya itu, “Ada apa, kau teriak-teriak memanggilku, Dun?” dan yang ditanya pun menjawab “Nggak ane cuma mau ngajak jalan bareng aja.” Lalu Udin menjawab “Oh gitu, boleh dekh itung-itung ngirit ongkos.” Tanpa banyak kata Udin pun segera masuk mobil yang mengajaknya bareng, dan ternyata orang yang sedari tadi memanggil-manggil Udin tidak lain adalah teman sekantornya yang bernama Hindun, boleh dikatakan keduanya sahabat karib dan sangat dekat satu sama lainnya.
***
Penyesalan |
Ditengah perjalanan dengan mobil yang melaju lumayan kencang keduanya berbicang-bincang dengan asyik dan ditengah perbicangan, terbersit sebuah kalimat yang dilontarkan oleh Hindun kepada Udin. “Din, ane mau nanya nikh sama ente. Kalau ane liat-liat dari dulu semenjak ente ngejabat sebagai anggota DPR sampai sekarang hidup ente biasa-biasa saja tidak ada perubahan yang terjadi?” seketika Udin pun terdiam dan mengerenyitkan dahi mendengar pertanyaan yang dilontarkan temannya tersebut, terlihat rona kebingungan diwajah Udin. “Kenapa ente Din, apa omongan ane ada yang salah?” Hindun kembali bertanya sebari melihat teman yang duduk disebelahnya terdiam kebingungan, dan tak berselang lama Udin mulai membuka mulutnya dan mencoba menjawab pertanyaan Hindun “Aku tidak kenapa-kenapa kok Dun, cuma aku bingung saja menjawab pertanyaan yang kamu lontarkan kepadaku.” Dan Hindun pun kembali bereaksi “ Loh kok ente bingung, emang pertanyaan ane ada yang salah ya?, ane bingung aja sama ente Din, ente udah lama jadi anggota DPR tapi hidup ente sampai sekarang biasa-biasa saja tidak ada perubahan yang mencolok, beda banget sama anggota-anggota DPR yang lainnya jangankan bertahun-tahun mereka menjabat, baru dilantik kemarin saja mereka sudah menjadi jutawan dadakan alias orang kaya baru gitu. Emang ente gak sadar dengan perubahan di sekeliling ente Din atau ente gak tertarik gitu dengan mobil yang bagus, rumah yang mewah dan tanah yang luas?” Hindun terus saja ngoceh panjang lebar sampai-sampai tak terasa mobil yang dibawanya sudah hampir sampai di tempat yang di tuju, akan tetapi yang sedari tadi ditanya hanya terdiam membisu dan hanya mendengarkan ocehan temannya tanpa ada kata yang dia lontarkan dan seolah pikirannya merasuk jauh bersama angan-angan yang entah kemana muaranya.
Dan hindun yang sedari tadi mengoceh akhirnya sadar bahwa ocehannya itu hanyalah angin lalu tanpa adanya jawaban yang pasti, dan begitu Hindun menoleh ternyata temannya Udin sedang terdiam dan entah apa yang ada di pikirannya dan tak sedikit pun bergeming, jangankan untuk menjawab ocehan yang dilontarkannya itu, bahkan tak sedikit pun kata yang keluar dari bibirnya, akhirnya Hindun yang menyadari keadaan teman di sebelahnya itu merasa bersalah dan berpikir apakah ocehan atau pertanyaan yang keluar dari mulutnya itu ada yang salah atau mungkin menyakiti hati Udin dan dengan segera Hindun kembali menarik napas dalam-dalam dan bersiap untuk menghadapi temannya tersebut, “ Din, ente kenapa, kok dari tadi ane perhatiin ente diam terus, apakah ada omongan dari mulut ane yang bikin sakit hati ente?” Udin pun tetap terdiam, dan Hindun mulai geram untuk kedua kalinya “ Din, Din ente kenapa sikh, ane tanya dari tadi , ente diam terus kayak patung tak bergubris sedikit pun” angin mulai menyisir lewat sela-sela dan menikam keindahan di pagi hari itu seolah membawa pikiran yang terbang bersama hembusan yang sedikit demi sedikit terus berlari, dan ketika akan sampai pada batas penghentian, seketika Udin tersadar dari lamunannya dan mendapati Hindun yang memasang muka yang amat geram seolah kesal yang tertahankan dan kemudian “ Eh Dun, tadi kamu ngomong apa?” Udin mulai membuka mulutnya. “ Jadi dari tadi ane ngomong ente gak denger, kemana aja ente?” Hindun menjawab dengan memasang wajah kesal. “ ya maaf Dun, habisnya tadi kamu nanyanya macam-macam jadi aku bingung untuk menjawabnya dan aku juga tadi tiba-tiba mendadak gak sadar, aku minta maaf ya Dun.” Karena Hindun adalah teman yang baik dan seolah paham mengenai apa yang dikatakan Udin, dia segera berbalas walaupun dalam hatinya masih teramat kesal dengan sikap temanya itu “ ya sudalah ane juga tidak mau memperpanjang kok.” dan keduanya pun terdiam seketika dengan dibaluti rasa yang bersalah disatu pihak dan dipihak lainnya masih tertinggal rasa kesal dan begitulah keheningan yang terjadi di pagi hari itu didalam naungan sebuah mobil yang terus melaju.
***
Beberapa menit kemudian sampailah sebuah mobil hitam mengkilat di sebuah gedung yang begitu megah yang menjulang diatas langit atau bisa dikatakan itulah gedung tempat dimana Udin dan Hindun bekerja sehari-hari sebagai penuai amanah bagi rakyat, ya itulah gedung DPR tempat dimana orang-orang yang katanya bekerja sebagai perwakilan dari rakyat dan sebagai penompang aspirasi rakyat, namun tak ada yang tahu atau pun menyangka apa yang sebenarnya mereka kerjakan atau yang mereka perbuat yang rakyat tahu mereka itulah yang yang bisa dijadikan pahlawan tempat rakyat menyeruakan keadilan. Sesampainya Udin dan Hindun di gedung tersebut tak banyak kata yang terlontarkan dari keduanya dan keduanya pun langsung menuju pintu masuk untuk memulai aktivitasnya. “ ane duluan ya Din?” terdengar Hindun pamitan. “ oh iya, makasih ya Dun atas tumpangannya?” Udin merespon balik Hindun, dan keduanya pun terpisah di pintu masuk karena ruangan mereka yang terpisah. Hindun bertempat di bagian komisi III-DPR sedangkan Udin bertempat di bagian komisi V-DPR yang terjun langsung dalam segala keputusan yang melibatkan anggota DPR dalam perumusan yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat.
***
Beberapa menit kemudian sampailah sebuah mobil hitam mengkilat di sebuah gedung yang begitu megah yang menjulang diatas langit atau bisa dikatakan itulah gedung tempat dimana Udin dan Hindun bekerja sehari-hari sebagai penuai amanah bagi rakyat, ya itulah gedung DPR tempat dimana orang-orang yang katanya bekerja sebagai perwakilan dari rakyat dan sebagai penompang aspirasi rakyat, namun tak ada yang tahu atau pun menyangka apa yang sebenarnya mereka kerjakan atau yang mereka perbuat yang rakyat tahu mereka itulah yang yang bisa dijadikan pahlawan tempat rakyat menyeruakan keadilan. Sesampainya Udin dan Hindun di gedung tersebut tak banyak kata yang terlontarkan dari keduanya dan keduanya pun langsung menuju pintu masuk untuk memulai aktivitasnya. “ ane duluan ya Din?” terdengar Hindun pamitan. “ oh iya, makasih ya Dun atas tumpangannya?” Udin merespon balik Hindun, dan keduanya pun terpisah di pintu masuk karena ruangan mereka yang terpisah. Hindun bertempat di bagian komisi III-DPR sedangkan Udin bertempat di bagian komisi V-DPR yang terjun langsung dalam segala keputusan yang melibatkan anggota DPR dalam perumusan yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat.
Seketika sosok yang tadi bersama dengan Udin menghilang dan meninggalkannya sendiri di pintu masuk, Udin pun seolah terdiam dan teringat akan pertanyaan temannya tadi sewaktu mereka berdua di mobil, entah kenapa pertanyaan itu seolah hinggap begitu saja di kepalanya dan semenjak itu hatinya pun mulai ikut menimpali dan seolah bertanya “ kenapa ya dengan ku, benar juga yang dikatakan Hindun aku sudah lama menjadi pejabat pemerintah tapi hidup ku teramat sederhana dan biasa-biasa saja dibandingkan dengan teman-teman pejabat yang lain.” Sementara Udin bergelut dengan pikiran dan hatinya.
Tiba-tiba plak suara tangan menerpa dipundak Udin, dan sontak membuat Udin yang lagi gelisah akan perkataan teman dan perkataan hati yang ikut-ikutan menimpali kaget akan terpaan tangan yang nyampe di pundaknya dan terdengarlah suara “ Apa yang sedang kamu lakukan di depan pintu masuk Din, hal gerangan apa yang membuatmu kelihatan orang yang sedang gelisah seperti memikirkan sesuatu?” mendengar pertanyaan orang yang mengagetkannya Udin segera membalikan badan dan ternyata orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Bambang, dia merupakan rekan kerja Udin di komisi V-DPR. Meskipun masih terlihat rona kekagetan di wajahnya, Udin segera membalas “ Oh dirimu Bang, dirimu bikin kaget saya saja, tidak ada apa-apa tadi saya cuma sedang memperhatikan isi dari gedung ini saja, ternyata keindahannya luar biasa dan saya baru menyadariny. Hehe.” Demi menyembunyikan hal yang membuatnya gelisah sampai tak sadarkan diri Udin rela berbohong padahal ini baru pertama kalinya Udin berani berkata bohong terlebih lagi selama ia menjadi pejabat pemerintah tidak ada masalah sekecil apapun yang ia sembunyikan dari rekan kerjanya walaupun itu berkaitan dengan masalah pribadinya sekali pun, akan tetapi entah kenapa di pagi hari itu ia berani berbohong dan menyembunyikan sesuatu yang ada di kepalanya demi tidak diketahui oleh Bambang.
Mendengar alasan Udin yang sedikit tidak masuk akal, Bambang tidak mau ambil pusing karena ia tahu Udin tidak akan mungkin berbohong walaupun jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan kepada Udin sedikit membuatnya tak percaya dengan melihat rona kekagetan Udin sewaktu ia mengepakan tangan di pundak Udin, tapi tak mengapa toh ia percaya kepada Udin, dan ia tidak mau bertanya-tanya lebih lanjut mengenai jawaban Udin yang katanya sedang memperhatikan isi gedung yang sedikit tidak masuk akal itu, Bambang hanya balik berbalas “ Oh begitu, dirimu kayak baru mengenal gedung ini saja Din?” dengan diselipkan tawaan kecil “ Eh Din, sebenarnya sedari tadi saya mau memberitahu bahwa hari ini ada rapat Komisi di Paripurna, dirimu mesti datang soalnya ini penting terkait pengerjaan proyek pembangunan yang mulai minggu ini akan di laksanakan dan rencananya pada rapat itu juga akan di tunjuk dua orang perwakilan dari komisi kita untuk bergabung dengan perwakilan dari tiap komisi lainnya sebagai pelaksana dalam proyek pembangunan tersebut. Kita berdoa saja supaya kita berdua terpilih soalnya lumayan kalau kita terpilih, kita juga bakal kecipratan hasilnya Din.” Mendengar penuturan dari Bambang sontak membuat Udin mengernyitkan dahinya dan segera menjawab “ iya insyaallah nanti saya datang di rapat itu.” Keduanya pun bersepakat untuk datang di rapat nanti dan di hari itu juga keduanya meninggalakan loby tempat dimana tadi mereka berbincang untuk bersegera menuju ruangan yang alangkah megahnya untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai penuai amanah rakyat.
***
Waktu seolah berlalu, tiap menit berputar dengan jam yang menjadi acuan dan waktu yang ditunggu telah tiba, Bambang telah sampai duluan di tempat rapat. Dengan memperhatikan jam yang ada di ruang itu Bambang pun mulai gelisah karena rekan yang ia harapkan untuk menjadi partner kalau terpilih jadi perwakilan sebagai pelaksana proyek belum juga terlihat tanda-tanda bahwa ia telah datang, dengan bersegera Bambang menghubungi Udin, dan di lain pihak Udin baru saja selesai menghubungi istrinya dan menanyakan keadaan anak mereka yang ternyata sedang sakit parah di rumah. Pasti banyak yang bertanya-tanya kenapa anaknya yang sedang sakit parah hanya di rawat di rumah seharusnya sebagai pejabat pemerintah ia mampu membawa anaknya ke rumah sakit bahkan mendapatkan perawatan yang lebih eksklusif namun kenyataan yang ada berbanding terbalik dengan Udin. Setelah sekian lama Udin berbicara dengan Istrinya dan telepon baru saja di tutup sedetik kemudian kring suara teleponnya berdering dan Udin pun segera mengangkatnya, ternyata yang ada di balik telepon tersebut adalah Bambang “ Din, dirimu dimana, saya perhatikan dirimu belum ada di ruangan, cepat segera ke sini rapatnya sebentar lagi mau di mulai” terdengar suara Bambang yang sedikit gelisah. “Oke saya segera kesana, sepuluh menit lagi saya sampai.” Udin menimpali dan Bambang mengiyakan jawaban Udin “ Baik lah kalau begitu, saya tunggu.” Dan pembicaraan singkat keduannya di telepon segera di akhiri dengan bersegera Udin memakai jasnya lalu meninggalkan ruang kerjanya untuk menuju ruang paripurna tempat dimana ia telah di tunggu oleh rekannya Bambang.
Sesampainya Udin di ruangan paripurna, terlihat ruangan itu sudah penuh oleh rekan-rekannya yang juga bagian dari komisi V-DPR dan disela-sela kumpulan itu terlihat rekannya yang sedang cemas menunggu kedatangan dirinya yaitu Bambang, dan tanpa menunggu lama Udin segera menghampiri tempat dimana Bambang berada. Dari kejauahan Bambang sudah mengetahui kehadiran rekannya dan segera mempersilahkan duduk dan tak banyak kata yang terlontar dari keduanya bukan karena Bambang kesal terhadap Udin yang terlambat, namun karena rapatnya telah di mulai. Keduanya terlihat memperhatikan dan mendengarkan jalannya rapat dengan seksama dan terdengar dari penuturan ketua komisi V-DPR yang menjadi pemimpin dalam rapat tersebut bahwa ia telah memutuskan dua orang dari komisinya yang akan menjadi perwakilan sebagai pelaksana dalam proyek pembangunan yang sebenarnya proyek itu bernama Wisma Sehat, dan Wisma Sehat merupakan sebuah proyek pembangunan yang telah dicanangkan pemerintah selesai pada tahun ini dengan harapan dengan terselesaikannya Wisma Sehat tersebut dapat segera dipakai untuk memfasilitasi segala aktivitas yang berkaitan dengan berbagai macam Olah raga sebagai penunjang dalam mencetak atlet-atlet Indonesia terbaik.
Setelah panjang lebar penuturan yang disampaikan oleh ketua komisi V-DPR beliau segera mengumumkan kedua orang tersebut, dan tanpa disangka oleh siapapun ternyata yang terpilih adalah Udin dan Bambang. Entah ini namanya kebetulan ataukah sebuah takdir yang menghendaki untuk mereka berdua yang jelas terlihat kekegetan sekaligus kebahagian dari wajah keduanya. Sambil berpelukan keduanya terlihat gembira dan kemudian keduanya pun dan semua rekan-rekan yang juga ikut dalam rapat tersebut bersegera meninggalkan ruangan tersebut.
***
Satu minggu kemudian keduanya pun mulai bekerja untuk melaksanakan proyek tersebut yang tentunya dengan perwakilan dari komisi lainnya. Bambang dan Udin mendapatkan tugas untuk mengatur bagian perencanaan keuangan yang akan di pakai untuk pembiayaan pembuatan Wisma Sehat dan diselang pembangunan proyek Wisma Sehat tersebut telah terdengar bahwa pada hari itu juga pemerintah pusat telah mengucurkan dana yang amat begitu besar. Dengan dana yang begitu besar tersebut tugas Udin dan Bambang adalah mengatur keuangan untuk pengeluaran keperluan Wisma Sehat. Hari demi hari mereka lalui bahkan bulan demi bulan mereka jajaki dan tak terasa sudah satu tahun pengerjaan proyek Wisma Sehat pun belum juga terselesaikan.
Satu tahun pengerjaan wisma Sehat tidak pernah terhenti kucuran dana yang dikeluarkan pemerintah pusat, dan hal tersebut pun terdengar oleh rekan Udin dan Bambang dari komisi lainnya yang notabennya mempunyai niat yang kotor, dan salah satu rekannya itu bernama Nazar, dia diam-diam mendekati Udin dan sedikit demi sedikit memberikan sugesti yang tidak baik kepada Udin “ Eh Din, kamu tidak tergoda apa melihat uang sebanyak itu, kan lumayan kalau di selipkan seperempatnya gak akan ada yang tahu. Lagian kan kamu lagi perlu biaya yang besar untuk pengobatan anakmu yang sedang sakit?” Bisikan-bisikan yang Nazar lontarkan setiap saat itu akhirnya membuat Udin gelisah dan seolah membutnya harus bergelut dengan dirinya sendiri, selain itu juga diri Udin mulai memunculkan pikiran-pikiran yang mengarah pada hal yang sama seperti Nazar dan ditambah lagi pikirannya jauh menerawang pada perkataan Hindun tempo hari yang membuatnya semakin gelisah dan bimbang.
Didalam ketidakkuasaannya Udin menuruti apa yang menjadi bisikan Nazar dan hal itu telah menjadi pertimbangan dengan berlandaskan pembenarkan atas bisikan Nazar bahwasannya dengan cara itulah ia bisa membawa anaknya berobat dan mendapat perawatan yang layak dan ia juga dapat membeli rumah yang besar dan mobil yang mewah sebagai pembuktiaan bahwa ia bisa seperti rekan lainnya sebagai anggota DPR. Udin pun mulai melancarkan aksinya dan yang pasti ia bertindak tanpa sepengetahuan Bambang, Udin kongkalikong dalam pengelolaan dana proyek Wisma Sehat dengan menyelipkan seperempat dana tersebut dan hal itu tidak ia jalankan sendiri bahkan hasilnya pun tidak dinikmatinya sendiri akan tetapi di bagi dua dengan Nazar.
Awalnnya hanya seperempat akan tetapi lama-lama membuat Udin ketagihan dengan giuran dana yang terus saja di kucurkan oleh pemerintah pusat dan kali ini tidak tanggung-tanggung setengahnya ia selipkan dana tersebut dan seketika kehidupan Udin dan keluarganya berubah dengan drastis, anaknya mulai berangsur-angsur sehat dan rumahnya pun berganti seluas istana dan kemanapun ia atau keluarganya pergi pastinya dengan mengendarai mobil pribadi. Perubahan yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat memunculkan kecurigaan di berbagai pihak dan terlebih lagi membuat Hindun tak percaya yang tempo hari ocehannya bagai angin lalu dan sekarang bagai kenyataan dalam khayalan, akan tetapi Hindun bangga dengan Udin yang dapat memperbaiki hidupnya dan ia berharap mudah-mudahan perubahan Udin yang drastis bukan lantaran korupsi karena ia pun tahu bahwa Udin mendapat tugas sebagai pelaksana proyek, ia percaya Udin tidak akan pernah melakukan hal tersebut.
Akhirnya, Udin Ketahuan!
Dilain pihak Bambang mencium ketidakberesan dalam pengaturan dana yang semakin berkurang padahal dana yang dikeluarkan untuk pembangunan Wisma Sehat tidak sebesar dana yang hilang, hal demikian sontak membuat Bambang penasaran untuk mencari tahu lebih lanjut dan tanpa di duga Bambang memperogoki Udin yang telah menyelipkan dana tersebut ke rekening pribadinya dan hal demikian membuat Bambang kaget dan tidak percaya bahwa Udin yang selama ini ia kenal baik dan Sholeh berani berbuat hal sekeji itu. Kebimbangan Bambang mulai terasa, di satu sisi Udin adalah rekan kerjanya dan di sisi lain tindakan Udin merupakan hal yang melanggar karena tindakan menyelipkan dana yang bukan haknya adalah merupakan tindakan korupsi gumam Bambang jauh dalam lubuk hatinya.
Setelah tindakannya di ketahui oleh Bambang yang merupakan rekan kerjanya,Udin menjelaskan berbagai alasan yang membuatnya berani bertindak sebodoh itu dan berharap Bambang tidak akan melaporkannya atau bahkan menggiringnya ke KPK. Akan tetapi Bambang tidak bisa membiarkan tindakan Udin yang telah merugikan tersebut, tetapi ketidakberdayaan Bambang sebagai rekannya Udin tidak mampu berbuat apa-apa karena ia memahami apa yang memaksa Udin untuk melakukan hal sebodoh itu dan akhirnya Bambang memilih utuk bungkam.
Serapat-rapatnya bangkai disembunyikan pasti ketahuan juga, pepatah tersebut yang mewakili Udin. Serapat-rapatnya Bambang menutupi kesalahan rekannya Udin cepat atau lambat hal itu sudah tercium oleh KPK yang menilai ada ketidakbersesan dalam pengelolaan Dana proyek pembangunan Wisma Sehat dan usut punya usut akhirnya pelakunya dapat diketahui dan segera digiring menuju kantor KPK untuk dimintai keterangan lebih lanjut dan sialnya lagi yang ditangkap itu adalah Nazar akan tetapi ia tidak sendirian ia ditangkap bersama Udin. Bambang yang waktu itu sedang bersama Udin tidak mampu berkata-kata ketika rekannya di giring oleh KPK.
Seminggu setelah penangkapan, Udin dinyatakan bersalah dan harus menerima hukuman penjara selama 5 tahun lamanya, rumah dan semua hartanya disita, anak istrinya terlantar.Bagi Udin hal itu telah menjadi cambuk bagi dirinya dan ia berharap semoga setelah keluarnya ia dari penjara akan menjadi pribadi yang kembali sederhana seperti dahulu kala sebelum ia terjerumus pada hinanya korupsi, dan ia sadar bahwasannya korupsi itu adalah tindakan yang tidak dibenarkan dan ia juga menyadari bahwa tak ada lagi yang dapat ia lakukan kecuali hanya penyesalan yang teramat dalam di hati.
TAMAT
PROFIL PENULIS
Nama : Elsa Mulyani
TTL : Bandung, 04 Desember 1993
Alamat : Kp. Cibulakan Rt/01. Rw.08 Des. Mekarsari_Pacet_Bandung
E-mail/Fb : sawon_thea@yahoo.co.id
Pekerjaan : Mahasisiwa Universitas Pendidikan Indonesia
Nama Pena : Shaman Al-Rasym
TTL : Bandung, 04 Desember 1993
Alamat : Kp. Cibulakan Rt/01. Rw.08 Des. Mekarsari_Pacet_Bandung
E-mail/Fb : sawon_thea@yahoo.co.id
Pekerjaan : Mahasisiwa Universitas Pendidikan Indonesia
Nama Pena : Shaman Al-Rasym
Post a Comment