Ads (728x90)

Latest Post

Kesehatan

Tips

SEMOGA DIA
Karya Ilham

Gedung Pertemuan Graha Santika 2013….
Aku terduduk di antara keramaian ini, keramaian mahasiswa semester IV Universitas Diponegoro jurusan Psikologi, mataku memandang lurus ke depan memperhatikan tutor yang menyampaikan tentang “HIV&AIDS”. Aku berniat mencatat penuturannya, perlahan ku buka lembaran buku agenda, Aku terkejut saat ku sadari bahwa agenda yang ku bawa adalah agenda lamaku…..
Aku mencari celah halaman kosong, namun tak ada satupun lembar yang tersisa, malah penglihatanku tertuju pada sebuah nama yang ku ukir 4 tahun silam…..
“Muhammad Ardiansyah”

Semoga Dia
Semarang,2009
Jam 04.30
“Fan, Fanni bangun! Sholat Subuh habis itu bantuin bunda!” Bunda mengguncang badanku yang masih terlelap pulas
“Fanni… ayo bangun!”. Aku mulai membuka mata dan duduk
“Masih setengah lima bun, Aku masih ngantuk!”
“Habis Sholat temenin bunda belanja di pasar, nanti mau ada tamu!”
“Tamu siapa bun?”
“Pak Dani sama keluarganya”
“Oh..”. aku beranjak dari tempat tidur. Segera ku tunaikan kewajibanku pada Tuhan.

Membantu Bunda belanja adalah kewajiban sekaligus bakat terpendam, situasi ini hanya bisa ku manfaatkan selama liburan.Jam menunjukkan pukul 07.30, Aku dan bunda kini ada di dapur. Aku membantu Bunda memasak. Tiba-tiba auah hadir seraya bekata
“Wah..Enak nih kayaknya!” Ucap ayah menyuil ikan nila yang dibakar bunda
“Bisa bisa Fanni dapet anaknya Dani entar!” Ayah terkekeh
“Emang siapa anak Om Dani?”
“Namanya Ardian, sekarang jadi Ustadz di Darussalam lo”
“Masak iya sih Ustadz Ardian yang itu anaknya Om Dani?”
“Iya, kenapa? Kamu kenal?
“Di Darussalam memang ada Ustadz namanya Ardian, tapi masak sih Ustadz Ardian yang sering ke asrama putri,yang suka bantu bantu kalau ada acara.”
“Ganteng kan?” Ayah melanjutkan
“Ih, ganteng dari mana? Orang item gitu,beda sama yang dulu, Ayah ni pakai kacamata riben!”
“Udah udah, Ayah gak usah dilanjutin, Fanni kan masih sekolah!” Bunda menengahi
“Sekali kali kan gak papa bun, ntar kesini lo Fan?”
“Ayaaaaahhhhhh!!!!!!” Aku mulai geram.
   

Jam 12.30 suara salam terdengar sampai kedalam rumah. Makanan telah siap saji diatas meja makan.

Ayah membuka pintu, bersalam dan mengajak keluarga Om Dani dan keluarganya langsung ke meja makan, dengan ta’dzim ku salami Om Dani, Tante Dani,Ustadz Ardian dan dua adik perempuannya. Aku duduk disamping ayah.
“Anak kamu yang lahir di Brunai mana Fidz ?” tanya Om Dani
“ Adam! sekarang semester lima di UGM!”
“Wah hebat Jurusan apa ?”
“Teknik Elektro”
“Mumtaz!, terus kalau yang ini siapa?”
“Ini Fanni,masak lupa? Dia baru kelas Dua Aliyah di Darussalam.”
“Cocok dong sama Ardian, Cuma Ardian udah bergelar Ustadz.”
“Papaaaa!!!” Ustadz Ardian tersentak, Aku tertunduk, Om Dani dan Ayah malah tertawa.
“Fanni masih nyantri Dan, nanti ganggu pelajarannya!, terus yang satu ini siapa?” Tanya Ayah menunjuk adik Ustadz Ardian yang paling kecil
“Ini Sofia masih kelas Enam SD”. Ayah mengangguk-anggukan kepalanya pertanda mengerti.
“Sekarang kerja apa Dan?” Tanya Ayah
“Ya.. Dosen tetap di UNAIR Surabaya, kalau kamu Fidz?”
“Dosen Terbang. Alhamdulillah kerja sampingan di Andalus Travel Surabaya, tau?”
“Pasti lah, pesisir Surabaya udah melekat di otakku!, Istri kamu sekarang gimana,Kerja?”
“Enggak, dirumah aja. Kalau istri kamu?”
“Sekarang buka usaha butik di Surabaya!”
“Ayo di makan, keburu dingin!” Bunda mengajak dua kepala keluarga menghentikan percakapannya.
“Maaf ya, seadanya.” Bunda melanjutkan. Setelah itu kami bergantian mengambil nasi dan lauk. Suasana makan siang berjalan khidmat , selesai makan, aku segera menumpuk piring kotor dan membawanya ke tempat cuci, Azky menyusulku dari belakang dan langsung membantuku mencuci
“Gak usah ky!” Tolakku
“Gak papa kak!” balsnya dengan nada Bali seraya membilas piring yang sudah berlumur sabun.
   

Malam ini,keluarga Om Dani menginap di rumahku, Esok pagi mereka sekeluarga akan melanjutkan perjalanan ke Pekalongan.
Aku dan Azky, saat ini tengah menonton tayangan televisi kesukaan kami. Ayah, bunda, Om Dani dan Tante Vera tengah berkumpul di ruang tamu, bernostalgia mungkin, Sesekali tawa Ayah dan Om Dani meledak, membuatku harus mengeraskan volume TV dan kembali mengecilkannya jika tawa itu reda.

Ustadz Ardian dan Sofi duduk di balkon lantai dua, menikati panorama malam yang bisa dilihat dari tempat mereka berdiri, Sesekali pula Aku mendengar omelan manja Sofi yang disambut tawa Ustadz Ardian.
“Fanni, turun sebentar Fan!” Panggil Bunda dari bawah. Aku segera turun dan menemui bunda, tangan kanan dan kirinya membawa piring berisi aneka ragam gorengan
“Ini bawa ke atas, piring yang satunya di kasih ke Ardian ya!”
“Ih bunda, Aku malu!” tolakku
“Gak apa, Cuma ngasih aja.”
“hm… ya udah.” Ucapku akhirnya, Aku mengambil piring dari bunda dan segera berlalu ke lantai dua
“Gimana ngasihnya?” pertanyaan itu berkecamuk di benakku berkali-kali, berkali-kali pula aku mondar mandir.
“Kenapa kak?” Tanya Azky mengagetkan
“mm..gak papa, nih ada gorengan.” Jawabku, Aku berjalan kearahnya dan memberi sepiring gorengan di tangan kananku
“Yang satunya buat siapa kak? Buat Wayan(Anak pertama dalam bahasa Bali)?”
“hmm…iya nih buat wayan, tapi bingung ngasihnya, kamu aja ya yang ngasih.” Ucapku langsung memberikan piring berisi gorengan
“Azky yang kasih ke wayan, tapi kak Fanni yang temani Azky!” Pintanya, aku mengangguk. Mengekor di belakang Azky
“Wayan, Made (Anak kedua dalam bahasa Bali) bawakan gorengan ini.” Ucap Azky seraya meletakkan piring diatas meja
“Terima kasih, Made gak mau duduk disini sama Wayan dan Sofi? Kita bicara-bicara disini.” Tanya Ustadz Ardian, dengan logat Bali yang kental. Aku mengulum senyum
“Made ingin nonton TV saja, mungkin kak Fanni yang ingin temani Wayan dan Sofi disini.” Ucap Azky tersenyum, lesung pipinya terlihat, sekilas ia menolehku lalu kemudian tertunduk.
“Duduk kak.” Sofi mengeluarkan suaranya, Aku duduk di depannya. Aku melihat Azky kembali masuk ke rumah.
“Azky!” panggilku. Azky menoleh, tersenyum lagi lalu melanjutkan langkahnya.

Hening….
“Sofi, sekarang udah kelas berapa?” Aku mencoba mencairkan suasanya meski aku tau Sofi kini kelas Enam SD
“Sofi nagntuk wayan, Sofi masuk dulu!” Ucapnya, lalu masuk ke rumah, meniggalkan kami, Aku dan Ustadz Ardian
“Apa-apaan ini? Seperti acara sinetron yang sering ku tonton!”

Suasana kembali menghening
“Sofi sekarang kelas Enam!” Ustadz Ardian mencairkan suasana
“Oh, iya ustadz!” jawabku
“Gak usah panggil Ustadz lah Fan, Formal banget kesannya, kamu ni kayak baru kenal aku aja!”
“Heee…. Lagian bingung, udah lama sih gak ngobrol sama wayan, jadi canggung.” Ucapku jujur
“Aku tau kok, Aku bisa baca isyarat kamu, di pondok juga, semenjak aku jadi Ustadz, kalau ketemu nunduk terus!”
“Wayan lagi ngritik ya?”
“Hahahaa…. Enggak sih, Cuma Wayan tu heran! Sapa aja lagi!”
“hmmmm” Aku menanggapi singkat
“Gimana jadi Pengurus?, kok gak jadi Pengurus Pusat sih?” Tanya Ardian
“Gak kepilih Wayan! Oh iya, Wayan kok bias jadi Ustadz sih?”

Suasana kembali hening, Aku kembali canggung, pasti Aku salah kata, Ustadz Ardian terdiam.tak lama kemudian Ustadz Ardian menghembuskan nafas panjang
“Emang kamu kira sebenarnya Aku mau jadi Ustadz?, Enggak kali Fan!”
“Atas alasan apa?”
“Papa minta Aku lanjut studi ke Madinah, ngikutin jejak beliau. Aku gak yakin aku bisa, jadi lebih baik Aku jadi Ustadz aja!”
“Oh, maaf wayan Fanni gak tau!”
“Iya, gak papa, Kamu sendiri gimana dipondok?”
“Biasa-biasa aja.” Aku menjawab datar
“Gak usah nakal-nakal. Udah kelas Dua Aliyah. Syarat buat naik ke kelas Tiga Aliyah itu akhlak!”
“Iya Wayan!”
“Setelah liburan ini, selama kamu dipondok, Wayan bakal jagain kamu!” Ucap Ardian
“Emang Fanni anak kecil?, harus dijagain, Fanni gak enak sama temen-temen, sama ustadzah juga gak usah wayan!”
“Bukan jagain kayak anak kecil Fan, Wayan juga gak bakal langsung nyamperin kamu! Wayan Cuma mantau dari jauh!”
“Fan, udah malem, tidur!” Suara Ayah mengagetkan
“Iya yah!”


Adzan Subuh berkumandang, Aku segera bangun, memaksakan mataku yang berat untuk berjalan ke kamar mandi, namun tanpa sadar aku menyentuh kulit basah.
“yah, batal!” Suara Ardian, Aku membuka mataku kebar-lebar. Kulit yang kusentuh adalah kulitnya, membuatnya harus berwudhu sekali lagi

Seusai sholat, keluarga Om Dani berpamitan, Aku dan keluarga mengantar sampai ke gerbang.
“Kapan kapn, main lah Fidz ke Surabaya!” Ucap Om Dani
“Iya kalau ada waktu!” Ayah menjawab
“Fan!” Bunda memanggil
“Iya bun.”
“Ini kasih ke Om Dani!” Ucap Bunda memberikan plastik berisi kue tar.

Aku mengambil plastik dari tangan bunda, dan setengah berlari menuju gerbang. Om Dani telah masuk ke mobil. Hanya Ardian yang masih di luar.
“Wayan!” Seruku memanggilnya. Ardian menoleh, tersenyum.
“Ada apa?” tanyanya
“Ini buat dijalan” Ucapku, diiringi senyum
“Oh, makasih!” Balasnya. Ardian masuk kedalam mobil, sebelum mobil melaju, Ardian sempat membuka jendela dan melempar senyum ke arahku.


“Fan, udah selesai acaranya!” Kinan membuyarkan lamunanku
“Langsung pulang yuk!” Ajakku sambil memasukkan buku yang kupegang ke dalam tas.

Aku dan Kinan keluar ruangan, menuju garasi tempat kami memarkirkan mobil. Aku terpaku saat melihat pria mengenakan jas hitam, sedang asyik bercengkrama dengan beberapa pria lain.
“Fan, Fanni!” Panggilan Kinan nyaris tak terdengar, Aku masih terpaku. Kinan mengikuti arah mataku
“Ustadz Ardian!” Seru Kinan. Pria itu mencari sumber suara. Pria itu tersenyum melihatku, senyum yang tidak pernah terlupakan selama ini. Ia menuju kearah kami.
“Fanni…..” Sapanya
“Wayan…”

PROFIL PENULIS
Ilham Awaliyah, kelahiran Semarang 14 September 1996,
Mahasiswi Universitas Diponegoro jurusan Psikologi
no telp. 085749281896

Baca juga Cerpen Remaja yang lainnya.

Post a Comment