Ads (728x90)

Latest Post

Kesehatan

Tips

JAMBI- Kuasa hukum Pemprov Jambi, Andi Muhammad Asrun (AMA), menyebut,  putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pulau Berhala  banci. Menurutnya, dalam perkara nomor 62 (Berhala, red), putusan yang diberikan oleh MK tak memberikan status hukum apa-apa terhadap status Pulau Berhala. Karena, dia menilai tak ada ketegasan dalam putusan itu.

“Saya nilai putusannya (MK, red) banci, tidak tegas. Tak ada penetapan status bahwa Pulau Berhala jatuh kepada Provinsi Kepri, yakni Kabupaten Lingga. Kalau bicara hukum itu suatu yang pasti, bukan eksplisit atau implisit,” jelasnya pada wartawan, Selasa (26/2).

“Yang dikatakan MK hanya dalam petimbangan hukum, nah itu tak mengikat. Itu pertimbangan bukan putusan. Sementara yang harus diakui dan diikuti adalah amar putusan. Sementara di dalam amar putusan itu tak disebutkan apa-apa,” sambungnya.

Di dalam putusan itu, sambungnya, tidak disebutkan bahwa penjelasan pasal 3 Undang-undang nomor 25 tahun 2002 bertentangan dan Undang-Undang Dasar 1945. “Konsekwensinya, penjelasan pasal 3 UU nomor 25 tahun 2002 itu tak memiliki keputusan hukum mengikat. Jadi pulau berhala, kalau dikatakan (MK, red) tak masuk ke wilayah Jambi, ya bukan otomatis masuk ke wilayah Kepri,” tegasnya.

Dikatakannya juga, penetapan pulau berhala masuk dalam wilayah administrasi Jambi, sesuai dengan undang-undang nomor 54 tahun 1999. Oleh karenanya, jika MK mau mengakui pasal 3 undang-undang nomor 25 tahun 2002 bahwa berhala masuk daerah administrasi Kepri, maka MK harusnya membatalkan dulu Undang-undang nomor 54 tahun 1999 yang sebelumnya lebih dulu mengatakan Pulau Berhala adalah milik Jambi.

“Selagi Undang-undang itu tak dibatalkan, maka statusnya (pulau berhala, red) tetap masuk dalam wilayah Jambi,” tukasnya.

Diterangkannya lagi, bahwa putusan perkara nomor 62 oleh MK yang diberikan Kamis pekan lalu di gedung MK juga tidak otomatis memberikan status hukum. Sebab, dari putusan itu, sambungnya, dalam hal kewilayahan administrasi, tak ada di dalam amar putusan diebutkan langsung pulau berhala masuk ke wilayah Kepri.

“Persoalan ini masih sengketa menurut saya, antara jambi dengan Kepri. Putusan itu tidak otomatis Kepri bisa mengklaim pulau itu milik dia, tidak begitu,” sebutnya.

Jika memang ingin mengakui bahwa pulau berhala menjadi wilayah administrasi Kepri, maka MK harus membatalkan peta dalam Undang-Undang nomor 54 tahun 1999. Diterangkannya juga dalam kesempatan itu, jika dibandingkan keputusan perkara daerah lainnya, seperti pengujian undang-undang pembentukan kabupaten Tamdau di Papua Barat tahun 2012 lalu, dijelaskan dalam amar putusan yang diberikan MK dengan jelas, bahwa 5 distrik yang masuk sorong dialihkan ke Tamrau.
“Itu jelas dalam amar putusannya. Kalau dalam pengujian Undang-undang nomor 25 tahun 2002 tidak demikian,” katanya.

Dia menerangkan juga, ada beberapa kemungkinan yang bsia dilakukan pemprov Jambi dengan tidak adanya ketegasan putusan MK itu. “Menurut saya bagaimana kita minta kepada depdagri untuk mengurus garis batas yang baru. Atau yang kedua kita minta harmonisasi ungda-undang di DPR. Kalau tidak juga, kita minta batalkan undang-undang Kepri terutama pasal 3. Kenapa? Karena pasal itu tak punya makna apa-apa. Bagaimana menjelaskan pasal 3 itu, penjelasannya saja tak ada,” tukasnya.

Menurutnya, putusan yang diberikan MK itu bukan kemenangan Kepri. “Kejanggalan yang menurut saya aneh, keputusan MK itu diambil tanpa sidang pleno lengkap hakim. Sidang hanya dilakukan dengan sidang panel yang dihadiri 3 orang. Lalu, tidak dilakukan pengesahan alat bukti. Makanya kita akan surati MK,” tukasnya.
Dirinya mengatakan, Putusan yang diberikan MK ini bisa saja dibatalkan jika pemprov mau mengajukan uji materi lagi soal pasal 3 Undang-undang nomor 25 tahun 2002 tersebut.

“Mana ada sidang tak ada pembuktian. Tidak ada keterangan saksi juga. Jadi saya nilai hakim MK itu lalai dalam menjalankan tugas. Implikasinya buruk jadinya. Kalau lihat pertimbangan hukumnya, tidak ada pembuktian yang dilakukan,” tukasnya.

Disamping itu, sambungnya, kenapa MK tunduk dengan putusan MA. “Padahal MK bisa mengkroscek keputusan MA. Itu saya nilai janggal sekali itu. Dalam amar putusan itu janggal semua. Dalam mengambil putusan dengan tanpa pleno dan pembuktian alat bukti jadi putusan itu ngawur. Oleh karenanya, saya minta Kepri jangan tunduk kepada putsuan MK, karena tak ada makna apa-apa,” tandasnya. (wsn)

Post a Comment