BIMBINGAN dan KONSELING:
Metode Dakwah Alternatif
Pendahuluan
Esensi dakwah alternatif adalah proses transformasi, implementasi, dan membahasakan suara Tuhan (kalam Allah) kepada makhluk-Nya, agar dimengerti, difahami, dan dilaksanakan mengenai segala sesuatu yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alam. Intisari suara Tuhan yang ditulis si dalam Al-Qur'an, merupakan intisari dakwah Islamiyah, karena Al-Qur'an berbicara tentang ‘aqidah, ibadah, dan mu’amalah. Dengan demikian, fokus pemikiran dakwah Islamiyah yaitu, memberi pengertian kepada umat manusia agar mengamalkan ajaran Allah yang terkandung di dalam Al-Qur'an al-Karim sebagai jalan hidupnya. Ajaran alah yang diintisarikan dari Al-Qur'an terdiri dari “aqidah” dan “syari’ah”, atau dengan istilah lain “iman” dan “amal shaleh”.
Mentransfer dan membahasakan bahasa Tuhan yang terdapat dalam Al-Qur'an, bukan hanya terbatas pada penjelasan dan penyampaian semata, namun juga menyentuh pembinaan dan pembentukan pribadi (takwinu al fardiyah), pembentukan keluarga (takwinu al usroh), dan pembentukan masyarakat Islam (takwinu jama’ati al-Islamiyah) secara keseluruhan. Maka bahasa dan intisari yang terkandung dalam dakwah Islamiyah yaitu, mengumpulkan dalam kebaikan, menunjukkan mereka jalan yang benar dengan cara merealisasikan ajaran Tuhan dalam ucapan dan amalan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, membimbing mereka pada “Shirathu al Mustaqim”, yang di dukung oleh kemampuan dan kesabaran dalam masalah masyarakat Islam (al-Mad’u) yang begitu kompleks.
Setiap insan dakwah (ad-da'iyat) perlu mempertimbangkan keanekaragaman masyarakat yang dihadapinya (audiens). Dakwah memerlukan kearifan dalam menyusun model penyajian dakwah, materi yang tepat agar apa yang menjadi tujuan dan target dakwah dapat tercapai dengan baik. Pendekatan yang digunakan dalam berdakwah hendaknya perlu dipertimbangkan. Dakwah untuk para pelaku dosa, penentang, dan pelaku maksiat harus ditekankan pada pengenalan (ta’rif) dan penyampaian (tabligh). Sedangkan dakwah untuk orang-orang yang relatif masih mempunyai fitrah yang bersih, dapat ditekankan pada pembinaan (al-riyadlah) dan pembentukan (takwin).
Keanekaragaman masyarakat yang akan dihadapi oleh seorang dai menuntut adanya upaya untuk menciptakan konsep dakwah Islam yang relevan dengan keanekaragaman obyeknya. Untuk itu, bahasa aplikasi dakwah mestilah terletak pada kearifan para petugas dakwah dengan cara mengenal karakteristik dan tipologi masyarakat yang dihadapinya. Setiap dai wajib membahasakan suara Tuhan (al-Qur’an) sesuai dengan kemampuan pikiran (daya nalar) audiens. Dai diumpamakan sebagai seorang dokter ahli, yang dapat memberikan obat (resep) sesuai dengan penyakit (permasalahan) audien. Nabi SAW bersabda: “Apabila kamu menerangkan masalah ketuhanan, janganlah membicarakan hal-hal yang sulit dipahami mereka atau jangan menyulitkan mereka.” (H.R. Baihaqy)
Prinsip dan kebijakan dakwah Islamiyah sebenarnya bukan sekedar mengundang manusia masuk Islam, atau mengikuti ajaran Islam tanpa mengerti dan menghayati apa yang mereka ikuti. Undangan dan ajakan hendaknya diawali dengan penyadaran hakikat fitri, menghidupkan potensi rohani, dan mengaktualkan nilai-nilai Ilahi pada diri manusia. Sehingga terbentuk perpaduan, emosi, rasio, dan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat Islam.
Bimbingan dan konseling Islam, menghadirkan sebuah model dan paradigma baru dakwah Islamiyah dalam merefleksikan konsepsi Islam sesuai dengan permasalahan yang dihadapi mad’u. dakwah adalah memberikan bantuan atau bimbingan individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Memahami Bahasa Dakwah
Hingga kini sudah banyak ditemukan literatur (referensi) yang mengemukakan sekitar pemaknaan dakwah, baik etimologi maupun terminologinya. Dari segi etimologi, kata ad-da'wah berarti memanggil, mengundang, mengajak, memahami, memberi motivasi agar orang lain mau berbuat, dan berkumpul. Selain itu, ada juga beberapa ungkapan yang dianggap memiliki pemahaman yang sama dengan kata dakwah, yaitu:
- Tabligh, adalah menyampaikan ajaran silam sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah Rasul kepada. (Qs. Ali Imran: 20)
- Al-Irsyad, maksudnya mencerdaskan, dan menjadikan orang agar pintar akan sesuatu. Menurut Ali Mahfudz, al-Irsyad adalah mendorong manusia untuk mengerjakan kebaikan (ajaran Islam) dan menghindari kejahatan menurut cara yang menyentuh hati serta mendorong untuk mengamalkannya.
- Al-Wa’dzu, adalah memberi pelajaran dengan contoh yang baik
- Propaganda, adalah usaha untuk mendapatkan kepercayaan atau penganut. Tetapi kemudian penggunaan kata propaganda berubah menjadi sesuatu yang negatif.
- Publisistik, adalah salah satu bentuk penyiaran atau segala penyajian berita dengan menggunakan alat elektronik, media cetak, atau semua bentuk media massa.
Berbagai ungkapan tersebut diatas, mempunyai pengertian yang sama dengan dakwah. Hal ini sesungguhnya memberikan keluasan dalam membahasakan dakwah. Dakwah tidak terbatas pada penjelasan dan tabligh (penyampaian) semata namun juga mencakup pencerdasan, pencerahan yang menyentuh hati, pembinaan dan pembentukan kepribadian, bimbingan individu, keluarga, dan masyarakat Islam secara menyeluruh. Dakwah mungkin pula dilakukan dengan menggunakan segala macam bentuk media seperti media cetak, media elektronik dan audio visual. Tujuannya adalah untuk memudahkan dai membahasakan dakwah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dari waktu ke waktu.
Mahmud Yunus menyatakan pada dasarnya kata dakwah yang sudah digunakan secara luas berasal dari bahasa Arab da'a, yad’u da'watan, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan pengertian “memanggil, mengajak, atau menyeru. Dakwah berarti memanggil masyarakat dengan lemah lembut dan menggunakan kata-kata yang dapat menyentuh hati setiap orang yang mendengarnya, mengajak mereka dengan cara-cara yang menggembirakan serta menyeru dengan penuh ketulusan. Dalam al-Qur’an, bahasa dakwah sering pula dianalogikan sebagai upaya amar ma’ruf (kebaikan dan kemaslahatan) dan mencegahnya agar tidak melakukan tindakan kemungkaran. Kemudian, dalam pemahaman lebih luas dijelaskan bahwa semua bentuk upaya yang dilakukan setiap muslim yang mengandung dimensi ajakan, panggilan, dan seruan kepada kebaikan dapat dikategorikan sebagai dakwah.
Karena itu, dakwah Islam bisa berbentuk kegiatan bimbingan, penyuluhan, pendidikan, atau pelatihan dan pembinaan yang dapat memperbaiki dan mengangkat martabat seseorang menjadi baik, serta mampu membentengi dirinya dari semua yang merugikan. Sejatinya, dakwah itu merupakan suatu upaya dan proses pembebasan manusia dari bentuk perbudakan dan penjajahan, menumbuhkan dan membangkitkan potensi dirinya, menjadikan hidupnya bermanfaat di masa sekarang maupun yang akan datang.
Arifin, memberikan pemahaman mengenai dakwah sebagai suatu kegiatan ajakan, baik dalam bentuk lisan dan tulisan maupun dalam bentuk tingkah laku dan sebagainya. Dakwah harus dilakukan secara sadar dan terencana, serta berusaha untuk mempengaruhi orang lain, baik secara individual maupun kelompok. Tujuannya adalah supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran hidup dan penghayatan sikap serta mau mengamalkan ajaran agama Islam tanpa adanya paksaan.
Sementara itu Fathi Yakan mengatakan, bahwa dakwah adalah penghancuran dan pembinaan. Penghancuran pola pikir, moral maupun perundang-undangan dan hukum yang bersifat jahiliyah. Setelah itu pembinaan masyarakat Islam dalam landasan pijak keislaman, baik dalam wujud dan kandungannya, dalam bentuk dan isinya, dalam perundang-undangan dan cara hidup, maupun dalam keyakinan terhadap alam, manusia dan kehidupan. Dengan ini semakin jelas, bahwa pemahaman terhadap bahasa dan konsepsi dakwah Islamiyah demikian luasnya, ia menyentuh semua seluk beluk kehidupan manusia, mewujudkan manusia yang memiliki peradaban (civilized society) dan masyarakat madani.
Alternatif Dakwah
Gambaran mengenai pemaknaan dan pengertian dakwah di atas sekaligus mengungkapkan hakikat dan refleksi dakwah serta berbagai kemungkinan dan alternatif dalam mengimplementasikan dakwah. Ada berbagai alasan yang bisa dimajukan untuk itu, pertama; mengingat demikian luasnya lingkup dan esensi dakwah, meliputi semua segi kehidupan manusia. Kedua; dakwah memiliki karakter dinamis, tidak dibatasi waktu dan ruang, serta mencakup sepanjang kehidupan manusia dari masa ke masa. Ketiga; kewajiban berdakwah oleh setiap muslim, laki-laki dan perempuan menurut posisi dan kedudukannya, meskipun ada diantaranya yang dituntut untuk menekuninya secara profesional. Dan keempat; sasaran dakwah sangat beragam mencakup semua usia yang memiliki berbagai profesi serta suku dan bangsa serta budaya.
Menurut pandangan K.H. Isa Anshory, dari berbagai kemungkinan dan alasan tersebut yang memiliki pengaruh dominan dalam menghadirkan alternatif dakwah adalah realitas obyeknya yang heterogen. Karenanya ia menyatakan, “… tanpa mengenal masyarakat (obyek dakwah), tidak ada gunanya segala buku bacaan yang saudara telaah setiap hari. Ilmu saudara yang setinggi langit tidak akan ada manfaatnya, jika “buku masyarakat” yang berkembang setiap saat tidak saudara baca”. Dalam kaitan ini, Buya Natsir juga menulis, “maka akan sulitlah bagi setiap dai merencanakan isi dan cara berdakwah yang tepat, apabila dia tidak mengetahui dan memahami corak, sifat, tingkat kecerdasan, kepercayaan, tradisi atau aliran-aliran dari luar yang sedang mempengaruhi masyarakat yang sedang dihadapinya.
Kyai Anshory mengingatkan kepada semua petugas dakwah mengenai urgensi membaca masyarakat sasaran dakwah yang selalu berkembang menurut tipologinya masing-masing. Buku masyarakat yang dimaksud adalah persoalan hidup yang dihadapi mereka, kearifan juru dakwah dituntut untuk dapat menyimak dan menafsirkannya, sehingga dapat mendesain isi dan model dakwah yang tepat dan berguna. Menurut Natsir, mendesain model dan bentuk dakwah didasari oleh keragaman corak, sifat, karakteristik, tingkat kecerdasan, tipografi, dan keyakinan atau pemahaman keagamaan yang dimiliki obyek dakwah. Jadi dakwah memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang komprehensif, baik dari segi materi maupun dari sisi metode dan model penyajian yang disuguhkan, tergantung bagaimana obyek yang akan dihadapi.
Fleksibilitas dan elastisitas materi dan metode dalam berdakwah, pada prinsipnya akan memungkinkan dan sekaligus melahirkan berbagai alternatif yang akan dijadikan model dalam dakwah. Alternatif dakwah mestilah dirumuskan sebanyak mungkin, yaitu sebanyak corak dan persoalan kehidupan yang berkembang dalam masyarakat Islam. Karena itu, dakwah Islamiyah akan dapat muncul dalam berbagai model, seperti melalui pendidikan dan pengajaran, pelatihan dan pembinaan, serta mungkin pula dalam bentuk bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling, saat ini secara akademik sudah diakui sebagai salah satu jurusan atau program studi di Fakultas Dakwah UIN dan Perguruan Tinggi Islam Swasta di Indonesia. Upaya ini, disamping merupakan hasil ikhtiar dalam mengembangkan dakwah Islam sebagai ilmu secara empiris, juga untuk mengurai kompetensi pembidangan ilmu dakwah. Dalam bentuk praktis-metodologis bimbingan dan konseling adalah membangun salah satu kemungkinan dalam membahasakan dakwah Islam dengan menggunakan teori-teori bimbingan dan konseling yang dikombinasikan dengan teori psikologi. Sehingga tercipta sebuah kolaborasi yang efektif dalam proses internalisasi, eksternalisasi, dan transformasi pesan-pesan Islam ke dalam kehidupan umat manusia menurut perubahan zaman.
Bimbingan Konseling dalam Dakwah
1. Pengertian Bimbingan
Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris guidance, yang berarti menunjukkan, memberikan jalan, tuntunan, bimbingan, bantuan, arahan, pedoman, dan petunjuk. Kata dasar atau kata kerja dari guidance adalah to guide, artinya menunjukkan, menuntun, mempedomani, menjadi petunjuk jalan, dan mengemudikan. Dari berbagai terjemahan tersebut, yang sering digunakan adalah memberikan “bimbingan, bantuan dan arahan.” Pengertian harfiah ini, bila dicermati banyak diantaranya memiliki kesamaan arti dengan dakwah, yaitu “membimbing, menuntun, dan menunjukkan jalan.” Dengan demikian, makna yang dibahasakan dalam “bimbingan” bisa jadi memiliki substansi yang sama dengan bahasa dakwah. Sebab setiap bimbingan dan arahan yang dilakukan sudah barang tentu memberikan jalan kepada orang lain agar bisa memilih sesuatu yang baik bagi dirinya dan masa depannya.
Pengertian yang lebih luas dari kata bimbingan adalah usaha membantu orang lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan serta mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya. Tujuan membangkitkan potensi manusia adalah agar ia memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya sendiri secara wajar dan optimal, yakni dengan cara memahami kemampuan dirinya, mengenal lingkungannya, mengarahkan dirinya, mampu mengambil keputusan untuk hidupnya. Hasil bimbingan tersebut dapat mewujudkan kehidupan yang baik dan bermanfaat bagi dirinya serta untuk lingkungannya, di masa kini dan masa yang akan datang. Selain itu, bimbingan juga dipahami sebagai suatu proses yang berlangsung terus menerus. Bimbingan akan membantu seseorang atau individu dalam perkembangannya, untuk mencapai kemampuan secara maksimal untuk dirinya maupun masyarakat.
Berbagai pengertian bimbingan tersebut diatas, bila dikolaborasikan ke dalam esensi dakwah akan memberikan fokus penanganan obyek dakwah secara terpadu dan berkesinambungan. Artinya, dakwah dalam bentuk bimbingan akan lebih intent dari pola tabligh Islam yang bersifat makro. Maka model dakwah bimbingan adalah tabligh Islam yang bersifat makro, membina umat secara sistematis, terarah, dan terus-menerus sesuai dengan potensi, minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki audiens. Melalui model ini para petugas dakwah akan memiliki pengertian yang mendalam mengenai audiensnya dan akan berupaya menemukan materi dan metode yang tepat sesuai dengan kompleksitas masalahnya.
2. Pengertian Konseling
Kesimpulan bahwa antara bimbingan dan konseling memiliki pengertian yang sama, karena keduanya sering digandengkan menjadi sebuah istilah, ada benarnya terutama bila mengacu pada pengertian harfiahnya. Namun, secara eksplisit kedua istilah itu memiliki perbedaan khususnya dalam hal pendekatan dan teknik penerapannya. Secara harfiah, kata konseling juga berasal dari bahasa Inggris counseling yang berarti menerangi dan menasehati, atau memberikan kejelasan kepada orang lain agar ia memahami dan mengerti mengenai hal-hal yang sedang dialaminya. Sedangkan menurut terminologi, konseling merupakan suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu, dimana yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli), agar dapat memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan waktu yang akan datang.
Secara khusus terlihat bahwa konseling terfokus pada penanganan masalah-masalah individu yang mengalami kesulitan dalam memahami dirinya dan mengembangkan potensinya. Karena itu ia membutuhkan orang lain (konselor) yang dapat menjelaskan latar belakang kesulitan itu dan sekaligus menunjukkan bagaimana cara mengatasinya (terapinya). Dalam konseling, penanganan masalah yang bersifat khusus tersebut diawali dengan pemahaman terhadap kondisi psikis konseling, yang dilakukan dengan cara psikotes, psiko analisis, wawancara konseling, dan sebagainya. Sebab, pada umumnya masalah yang muncul pada diri seseorang banyak dipengaruhi oleh kondisi kejiwaannya. Maka salah satu unsur penting dalam proses konseling adalah pemahaman terhadap kondisi kejiwaan yang dibimbing (konseling).
Dengan demikian, kegiatan konseling sesungguhnya merupakan bagian (satu kesatuan) dari proses bimbingan yang dilakukan terhadap individu atau kelompok ditemukan problema khusus dan serius, maka langkah yang ditempuh adalah pendekatan konseling dengan teknik-teknik yang dimilikinya.
3.Model Dakwah Konseling
Selama ini dakwah banyak disuguhkan dalam bentuk tabligh Islam secara makro, yaitu menyampaikan pesan-pesan dakwah (ajaran Islam) secara umum atau ceramah dari mimbar ke mimbar, sehingga oleh masyarakat umum konotasi “dakwah” itu adalah ceramah. Akibatnya, ketika masyarakat Islam mengalami problema pribadi atau yang berhubungan dengan masalah-masalah kejiwaan (psikis) dianggap tidak termasuk persoalan dakwah. Demikian pula, bila ada kegiatan yang berbentuk pembinaan dan bimbingan, konsultasi masalah-masalah yang menyangkut pribadi (kejiwaan) seperti konflik mental / spiritual; kegoncangan, stres, frustasi, putus asa, rasa percaya diri hilang, dan sebagainya.
Pada umumnya, bila menghadapi permasalahan seperti yang dikemukakan di atas masyarakat Islam cenderung memilih untuk berkonsultasi dengan psikolog, psikiater, dan mungkin pula dengan para normal atau yang lainnya. Mereka tidak mau berkonsultasi dengan para ulama, ustadz, dan para pembimbing agama yang bertugas di lapangan. Kalaupun ada, mungkin jumlahnya tidak banyak, dan itupun tidak dilakukan secara kontinyu, dan profesional. Karenanya, semakin banyak persoalan masyarakat yang belum tersentuh oleh aktivitas dakwah secara sistematis. Model dakwah yang ditampilkan selama ini lebih banyak menyampaikan pesan Islam sebanyak-banyaknya, pendoktrinan yang cenderung menggurui dan menghakimi, model penyampaian satu arah (monoton atau menjenuhkan), dan tanpa menyadari persoalan apa yang sedang dihadapi individu atau kelompok. Masyarakat lebih banyak diposisikan sebagai terdakwah yang wajib didakwahi, seakan mereka dipasung dengan pendekatan emosional dan dengan sesuatu yang sakral, tanpa diberikan peluang untuk mengekspreksikan dirinya secara rasional dan manusiawi.
Dalam kenyataan seperti itu, terlihat bahwa fleksibilitas dan kekenyalan ajaran silam terpasung oleh praktek dakwah yang diperankan oleh para dai. Sehingga banyak agenda dakwah yang tidak terlaksana menurut yang sesungguhnya, dan banyak pula intisari dan substansi ajaran Islam yang belum dapat menyentuh persoalan aktual yang selalu berkembang dalam masyarakat. Maka bentuk dakwah aktual sesungguhnya adalah upaya redefinisi dan reaktualisasi bahasa dakwah menurut model atau alternatif yang mampu menyikapi dan merespon masalah umat berdasarkan pada kultur, karakteristik, situasi dan kondisi masyarakat yang dihadapinya.
Upaya yang bijak adalah menghadirkan model dakwah konseling. Bila model dakwah seperti ini dikembangkan menjadi sebuah profesi, maka akan terwujud seorang dai yang konselor atau konselor yang dai. Keunggulannya adalah banyak metode dan pendekatannya yang dapat diterapkan dalam membahasakan dakwah melalui model konseling, yaitu:
- Wawancara; salah satu cara yang dilakukan untuk mengungkapkan fakta-fakta kejiwaan seseorang (audien), yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sesungguhnya hidup kejiwaannya, dan pesan dakwah yang tepat baginya.
- Group Guidance; yaitu cara memahami keadaan audien melalui kegiatan kelompok, seperti diskusi, seminar, dialog alternatif, atau dinamika kelompok (group dinamics)
- Observasi; adalah suatu cara untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan sikap atau perilaku audiens, dengan jalan melakukan pengamatan secara langsung.
- Directive (mengarahkan), dan Non Directive (yang tidak mengarahkan), tergantung bagaimana kondisi audiens yang sedang dihadapi.
- Rasional-Emotif; adalah bentuk pendekatan yang digunakan untuk menunjukkan dan menyadarkan orang yang dibimbing bahwa cara berfikir yang tidak logis itulah penyebab gangguan mentalnya.
- Konseling Klinikal; adalah pendekatan yang memandang manusia secara keseluruhan (fisik dan psikisnya), tanpa membedakan status sosialnya.
Post a Comment