Kue pengantin merupakan tradisi yang terbentuk sejak jaman Romawi. Perkembangan bentuk dan rasa kue pengantin terjadi dari masa ke masa, namun tetap saja kue pengantin memiliki makna dan kepentingan yang sama. Kebiasaan pemotongan kue pengantin menjadi momen yang sangat penting dalam rangkaian acara pernikahan sehingga acapkali pasangan pengantin bersedia menghabiskan sejumlah uang untuk memperoleh kue pengantin yang diidamkannya.Dalam rangkaian pesta pernikahan, pemotongan kue pengantin umumnya dianggap sebagai momen klimaks.
Pada masa Romawi kuno, kue pengantin lebih berbentuk seperti gulungan yang terbuat dari gandum dan jelai, dimana keduanya merupakan simbol kemakmuran. Gulungan kue ini dilemparkan kea rah mempelai wanita sebagai ungkapan agar sang mempelai mendapatkan yang terbaik dari pernikahannya. Baru kemudian di jaman Romawi, bentuk kue pengantin menjadi gulungan tunggal. Mempelai pria akan makan sepotong kue dan kemudian memecahkan sisa kue pengantin di atas kepala istrinya sebagai tindakan yang berhubungan dengan keberuntungan dan kesuburan.
Pada masa Romawi akhir, setelah mempelai pria memakan sepotong kue pengantin dan kemudian memecahkannya di atas kepala sang istri, para tamu yang menghadiri pesta pernikahan juga mengambil sepotong kue pengantin yang sudah dipecahkan tersebut dengan harapan mendapatkan keberuntungan dan nasib baik bagi dirinya. Ide berbagi kue pengantin sebagai simbol nasib baik dan keberuntungan dengan seluruh keluarga dan kerabat inilah yang akhirnya berlangsung hingga jaman modern.
Kue pengantin juga dianggap akan membawa keuntungan dan masa depan yang baik untuk anak-anak yang akan lahir dari pasangan mempelai. Memecahkan kue pengantin menjadi ritual yang sangat penting karena hanya anak-anak dari pasangan yang melakukan ritual ini saat pernikahannyalah yang dapat menduduki jabatan tinggi di masa Romawi. Oleh karena itu, untuk memastikan kesuksesan dan masa depan yang baik bagi anak-anaknya, mempelai wanita selalu memastikan dilakukannya ritual tersebut.
Menjelang abad pertengahan, terjadi transisi kebiasaan terhadap pemotongan kue pengantin hingga akhirnya menjadi seperti yang umumnya kita lihat jaman sekarang.Kue pengantin kini dibuat dengan terigu, meskipun masih tetap tanpa gula.Selanjutnya, menjelang periode abad pertengahan, kue pengantin mulai dibuat menggunakan gula. Para tamu undangan dapat membawa gulungan kue yang manis dan gulungan kue tersebut bisa ditumpuk sehingga berbentuk kue tunggal. Dibandingkan memecahkan kue diatas kepala sang istri, pasangan mempelai saat itu lebih memilih untuk berhasil melakukan ciuman pada tingkat teratas kue tanpa meruntuhkan kue pengantin tersebut. Ritual ini, seperti masa sebelumnya, dianggap dapat membawa kesehatan dan kemakmuran pada pasangan pengantin.Karena kebiasaan ini dianggap tidak praktis, maka terjadi beberapa perubahan.Namun di beberapa negara, masih ada pasangan pengantin yang melakukan ritual asli tentang kue pengantin seperti pada masa Romawi.
Kebiasaan yang dilakukan di masa modern adalah mempelai wanita dan laki-laki memotong kue pengantin dan kemudian saling menyuapi sepotong kue pengantin.Tindakan ini tetap mengandung arti nasib baik dan keberuntungan, namun juga mengandung beberapa arti penting lainnya.Pemotongan kue pengantin menjadi salah satu ritual yang kaya makna dan memiliki arti yang berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya. Berikut tersaji tradisi dari beberapa negara terkait kue pengantin:
Sekarang ini, banyak calon pengantin di Indonesia yang sangat suka memilih kue pengantin bertingkat-tingkat. Umumnya, tidak setiap tingkat terdiri dari kue asli, namun kebanyakan hanya beberapa tingkatan yang asli dan selainnya merupakan kue imitasi yang terbuat dari styrofoam. Kue pengantin asli tersebut biasanya tidak dipotong untuk dibagikan ke seluruh tamu undangan, namun disimpan untuk kemudian dibawa pulang oleh keluarga dan kerabat terdekat.Bolu yang digunakan untuk membuat kue pengantin tidak terbatas pada lapis legit (yang umum digunakan), namun juga kue bolu coklat, vanilla atau mocca.
Banyak kue pengantin ala Amerika yang dianggap memiliki rasa yang terlalu manis oleh masyarakat Korea. Mereka lebih senang memilih kue pengantin yang dibuat dari nasi kukus yang dibalut dengan bubuk kacang merah. Kue pengantin bertingkat yang terbuat dari bolu dengan lapis whipped cream nondairy juga menjadi salah satu pilihan terpopuler saat ini.
Sejarah kue pengantin
Pada masa Romawi kuno, kue pengantin lebih berbentuk seperti gulungan yang terbuat dari gandum dan jelai, dimana keduanya merupakan simbol kemakmuran. Gulungan kue ini dilemparkan kea rah mempelai wanita sebagai ungkapan agar sang mempelai mendapatkan yang terbaik dari pernikahannya. Baru kemudian di jaman Romawi, bentuk kue pengantin menjadi gulungan tunggal. Mempelai pria akan makan sepotong kue dan kemudian memecahkan sisa kue pengantin di atas kepala istrinya sebagai tindakan yang berhubungan dengan keberuntungan dan kesuburan.
Berbagi kue pengantin
Pada masa Romawi akhir, setelah mempelai pria memakan sepotong kue pengantin dan kemudian memecahkannya di atas kepala sang istri, para tamu yang menghadiri pesta pernikahan juga mengambil sepotong kue pengantin yang sudah dipecahkan tersebut dengan harapan mendapatkan keberuntungan dan nasib baik bagi dirinya. Ide berbagi kue pengantin sebagai simbol nasib baik dan keberuntungan dengan seluruh keluarga dan kerabat inilah yang akhirnya berlangsung hingga jaman modern.
Kue pengantin untuk masa depan anak
Kue pengantin juga dianggap akan membawa keuntungan dan masa depan yang baik untuk anak-anak yang akan lahir dari pasangan mempelai. Memecahkan kue pengantin menjadi ritual yang sangat penting karena hanya anak-anak dari pasangan yang melakukan ritual ini saat pernikahannyalah yang dapat menduduki jabatan tinggi di masa Romawi. Oleh karena itu, untuk memastikan kesuksesan dan masa depan yang baik bagi anak-anaknya, mempelai wanita selalu memastikan dilakukannya ritual tersebut.
Kue pengantin di abad pertengahan
Menjelang abad pertengahan, terjadi transisi kebiasaan terhadap pemotongan kue pengantin hingga akhirnya menjadi seperti yang umumnya kita lihat jaman sekarang.Kue pengantin kini dibuat dengan terigu, meskipun masih tetap tanpa gula.Selanjutnya, menjelang periode abad pertengahan, kue pengantin mulai dibuat menggunakan gula. Para tamu undangan dapat membawa gulungan kue yang manis dan gulungan kue tersebut bisa ditumpuk sehingga berbentuk kue tunggal. Dibandingkan memecahkan kue diatas kepala sang istri, pasangan mempelai saat itu lebih memilih untuk berhasil melakukan ciuman pada tingkat teratas kue tanpa meruntuhkan kue pengantin tersebut. Ritual ini, seperti masa sebelumnya, dianggap dapat membawa kesehatan dan kemakmuran pada pasangan pengantin.Karena kebiasaan ini dianggap tidak praktis, maka terjadi beberapa perubahan.Namun di beberapa negara, masih ada pasangan pengantin yang melakukan ritual asli tentang kue pengantin seperti pada masa Romawi.
Kue pengantin di masa modern
Kebiasaan yang dilakukan di masa modern adalah mempelai wanita dan laki-laki memotong kue pengantin dan kemudian saling menyuapi sepotong kue pengantin.Tindakan ini tetap mengandung arti nasib baik dan keberuntungan, namun juga mengandung beberapa arti penting lainnya.Pemotongan kue pengantin menjadi salah satu ritual yang kaya makna dan memiliki arti yang berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya. Berikut tersaji tradisi dari beberapa negara terkait kue pengantin:
Asia
- Indonesia
Sekarang ini, banyak calon pengantin di Indonesia yang sangat suka memilih kue pengantin bertingkat-tingkat. Umumnya, tidak setiap tingkat terdiri dari kue asli, namun kebanyakan hanya beberapa tingkatan yang asli dan selainnya merupakan kue imitasi yang terbuat dari styrofoam. Kue pengantin asli tersebut biasanya tidak dipotong untuk dibagikan ke seluruh tamu undangan, namun disimpan untuk kemudian dibawa pulang oleh keluarga dan kerabat terdekat.Bolu yang digunakan untuk membuat kue pengantin tidak terbatas pada lapis legit (yang umum digunakan), namun juga kue bolu coklat, vanilla atau mocca.
- Jepang
- Korea
Banyak kue pengantin ala Amerika yang dianggap memiliki rasa yang terlalu manis oleh masyarakat Korea. Mereka lebih senang memilih kue pengantin yang dibuat dari nasi kukus yang dibalut dengan bubuk kacang merah. Kue pengantin bertingkat yang terbuat dari bolu dengan lapis whipped cream nondairy juga menjadi salah satu pilihan terpopuler saat ini.
- Cina
Post a Comment